06 || Malam Kelam

932 129 36
                                    

Mendekati hari-H sidang akhir skripsi, Fares benar-benar stress. Ia bekerja sembari belajar, belum lagi rasa gugup yang membuatnya tak bisa tidur. Meski dosen pengujinya adalah yang diinginkan banyak mahasiswa, Fares tetap memaksimalkan diri untuk mempelajari dan mendalami karya ilmiah yang ia buat.

Tiba di hari-H, lelaki itu sudah siap di kampus sejak jam 7 pagi. Meski malam tadi sempat terserang demam---efek stress berlebih dan banyak begadang---pagi ini Fares sudah lebih segar. Ia terus menanamkan pikiran positif agar semua berjalan lancar. Tak lupa ia meminta doa dari adik-adiknya, juga berdoa untuk diri sendiri. Tapi meminta doa pada orang tuanya, Fares tidak punya nyali. Ia bahkan tak pernah mengabarkan apa pun yang selama ini ia lakukan, pun mereka tak pernah menanyakan.

Rangkaian kegiatan sidang akhir dimulai pukul 8 pagi. Fares menjadi mahasiswa pertama yang maju untuk memaparkan hasil skripsinya. Ia berbicara dengan lugas, tegas, dan tanpa sedikit pun rasa gugup. Setelah satu kata diucapkannya, ketika ia mulai menatap wajah-wajah dosen penguji, segala rasa takut dan ragu dalam hatinya sirna begitu saja. Setiap pertanyaan yang diajukan oleh dosen pun ia jawab dengan pasti.

Waktu terus berlalu, hingga akhirnya empat mahasiswa telah selesai diuji. Jantung Fares kembali berdebar ketika menunggu pengumuman. Sampai akhirnya, ia dinyatakan lulus dengan sedikit sekali revisi, pun skripsinya mendapatkan pujian dari para dosen. Ia tak sabar mengabarkan berita ini pada kedua adiknya, yang sedari tadi menghujaninya dengan banyak chat, menanyakan kapan ia akan keluar. Tak hanya mereka berdua, tapi teman-temannya yang lain pun sama.

Setelah keluar dari ruang sidang di lantai tiga, Fares lekas turun menuju halaman gedung FEB. Kehadirannya disambut oleh orang-orang terdekat yang hendak mengucapkan selamat. Mulai dari teman sekelas, teman UKM, rekan di tempat kerja, dan tentu saja kedua adiknya yang terlihat seperti anak hilang. Fares mengisyaratkan pada mereka berdua untuk menunggu, sementara ia bertegur sapa dengan teman-temannya lebih dulu.

"Selamat, Res. Keren banget anjir, kelas B pecah telor juga akhirnya," ucap salah satu teman sekelas Fares. Ia takjub karena Fares adalah mahasiswa pertama di kelas mereka yang telah mengikuti sidang akhir.

"Tips lulus di semester 7 dong, suhu!"

"Mau lulus cepet? Kuncinya lo harus stress." Fares tak sepenuhnya bercanda. Dibanding sebuah prestasi, motivasi Fares ingin lulus cepat adalah tekanan kehidupannya. Ia ingin segera menyelesaikan studi karena berniat mencari kerja dan menghidupi adik-adiknya dengan lebih baik.

Fares menyempatkan diri untuk berbincang dengan kawan-kawannya. Ia juga mendapatkan beberapa bingkisan dari mereka. Sebenarnya ia tidak menginginkan hal itu, takut jika tidak bisa membalasnya. Tapi ia menerima saja, menganggap itu sebagai rejeki.

Setelah diajak berfoto dan berbincang, Fares akhirnya bisa lebih santai. Ia menghampiri kedua adiknya yang sempat ia minta duduk di lobi agar tidak kepanasan. Senyumnya merekah meski dua anak itu terlihat berwajah masam. Pasti lelah menunggunya yang sibuk dengan teman.

"Jangan ngambek ya adik-adikku tercinta, sini peluk dulu abangnya yang habis sidang." Fares merentangkan kedua tangan, berharap Vadin dan Kaila akan menyambutnya. Namun, ia rasa dua anak itu benar-benar kesal. Akhirnya ia berlutut di depan mereka, lantas memeluk mereka yang sedang duduk bersebelahan di sebuah sofa.

Vadin dan Kaila melunturkan rasa kesal mereka. Keduanya membalas pelukan sang kakak. Rasanya ikut terharu sebab bisa menemani Fares sampai pada titik ini. Tentunya setelah melewati banyak sekali rintangan yang pernah membuat Fares bahkan ingin menyerah pada kuliahnya.

"Makasih udah nemenin Abang berjuang, ya? Kalian berdua yang paling berjasa. Terutama Vadin yang udah bantuin Abang ngerapiin PUEBI di skripsi Abang. Nanti Abang traktir pokoknya."

Pilu MembiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang