4

380 8 0
                                    


Gina kecewa bukan karena rumah digadaikan diam-diam. Namun kecewa karena ibunya menjual rumah pada Tama. Ayah dari Lucas, pacarnya. Sekaligus pemilik universitas tempat dirinya belajar. Mengingat Tama dan mendiang ayahnya berteman. Tidak heran jika dia mau membantu saat istri si teman kesulitan.

Gina jelas merasa malu sekarang. Merasa jika dirinya dan keluarganya sangat merepotkan. Hingga membuatnya tidak ingin bertemu Lucas.

"Gin, ada yang cari!"

Gina yang sedang menangis di kamar mandi mulai menyeka air mata. Lalu merapikan penampilan. Karena dia sudah berada di tempat kerja.

"Aku diminta Tante Amanda cek keadaanmu. Aku sudah diberi tahu Papa soal—"

Gina menarik tangan Lucas agar keluar tempat kerja. Sebab dia tidak ingin berbicara masalah ini di sana. Mengingat kini belum ada pengunjung datang. Namun ada beberapa teman yang masih bersiap kerja.

"Aku malu sekali sebenarnya bertemu kamu. Papamu baik sekali karena mau membantu keluargaku."

"Hei, tidak perlu malu! Kalian sudah dianggap keluarga. Jangan merasa seperti itu, ya?"

Gina mengangguk singkat. Lalu memeluk Lucas yang memang lebih tinggi darinya. Karena sejak SD hingga SMA rajin main basket dengan ayah dan kakaknya.

Lucas bukan anak tunggal. Dia memiliki satu kakak laki-laki yang berbeda empat tahun darinya. Gama namanya. Dia sedang meneruskan studi S2 di Amerika. Karena cita-citanya adalah menjadi rektor di universitas yang dibangun ayahnya.

"Thank you, ya?"

"Anytime, Sayang."

Setelah puas berpelukan, Gina kembali kerja. Sedangkan Lucas pergi menemui Amanda. Sebab dia akan mengantar ibu si pacar untuk mengambil sertifikat rumah di pegadaian.

3. 30 PM

Gina baru saja pulang. Dia melihat ibunya yang sedang memasak. Dibantu Lucas. Sedangkan Gina sedang belajar di ruang tengah. Karena bosan terus-terusan di kamar.

"Kamu pakai ini di luar? Tidak malu dilihat Lucas?"

Tegur Gina pada si kembaran. Sebab Gita sedang memakai tank top hitam motif singa dan jeans sepaha saja. Dia bahkan tidak memakai bra. Karena tidak ada tali lain di pundak.

"Kenapa harus malu? Dia juga tidak melihatku. Sejak tadi dia bantu Mama di dapur!"

Gina marah. Sebab baginya alasan ini tidak masuk akal. Karena Lucas bisa melihat si kembaran saat ada keperluan mendekat atau bisa juga sebaliknya. Mengingat rumah ini tidak begitu besar.

"Insecure? Takut Lucas suka aku?"

Ejek Gita yang mulai menutup bukunya. Dia mulai bangkit dari sofa. Berniat kembali ke kamar. Ingin mandi sekarang. Gerah karena sejak tadi mati lampu dan baru saja menyala.

"Kenapa harus insecure? Bukannya kamu yang harusnya merasa seperti itu?" Gina tersenyum tipis. Meski dalam hati merasa kesal sekali.

"Aku? Kenapa aku insecure? Aku jauh lebih baik darimu. Semua orang lebih sayang aku daripada kamu! Kenapa—"

Gita berhenti bicara, setelah Gina menyentuh pundak. Lalu membisikkan sesuatu padanya. Tentang hal yang seharusnya tidak diketahui siapa-siapa.

"Kamu yakin semua orang masih sayang setelah tahu kamu pernah aborsi tahun lalu? Apa kata Mama kalau tahu anak kesayangannya pernah hamil saat masih SMA? Lalu menggugurkan bayinya dan dibuang di toilet sekolah."

Tubuh Gita menegang. Matanya berkaca-kaca. Sebab dia tidak menyangka jika Gina tahu hal yang selama ini disembunyikan.

Tbc...

KEMBARAN ADALAH MAUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang