Bab 8

5.5K 489 10
                                    

[Bab ini hanya berfokus kepada anak-anaknya saja]

"Sialan, sebenarnya ada apasih, kenapa dia tiba-tiba begitu! Dokter itu juga sepertinya menyembunyikan sesuatu." Kesal Aktar, melihat dokter yang memeriksa sang Ayah perlahan menjauh dari pandangannya.

"Ini salahku.. seharusnya aku tidak mengajak Ayah, seperti sebelum-sebelumnya..." Gumam Naran, yang dapat didengar oleh Aktar.

Aktar langsung mengalihkan perhatiannya ke Naran, lalu memeluk Naran lembut, menenangkannya.

"Ini bukan salah kamu Na-" ucapan Aktar terpotong dengan Naran yang tiba-tiba mendorongnya, membuat Aktar melepaskan pelukannya dari Naran, untungnya ia tidak sampai terjatuh ke lantai.

"INI JUGA SALAH BANG AKTAR! KENAPA ABANG MALAH LANGSUNG MARAH KE AYAH SIH?!" Teriak Naran, membuat Aktar terkejut dan tentu saja teriakan Naran membuat orang-orang sekitar terganggu karena tidak mungkin kan dirumah sakit teriak-teriak? Nanti kalau ada yang sedang dioperasi lalu kejang-kejang gimana?. Oke Lupakan-

Aktar mengakui ini memang salahnya tapi bukan sepenuhnya kan? Jika saja Ayah nya menepati janjinya untuk datang, dia tidak akan marah kepada sang Ayah, dia hanya ingin meminta penjelasan dari Ayah nya tapi ia terlanjur terbuai oleh emosinya.

"Tapi Nar-" ucapan Aktar kembali terpotong, kali ini bukan karena Naran, tapi karena seseorang yang baru saja datang dan berujar "ada apa sebenarnya ini? Kenapa Ayah masuk kerumah sakit lagi, bukannya tadi sudah pulang, Zex?"

"Lagi?" Bingung Aktar dan Naran atas ucapan orang yang baru datang tersebut.

"Ya Tuan muda Raksi, tadi siang Tuan Arkan memang sudah pulang, tapi...karena suatu hal Tuan kembali dirawat." Ucap Zex menjawab pertanyaan orang tadi yang ternyata adalah Raksi.

Sebelumnya Zex hanya menonton perdebatan para Tuan mudanya ini dan sepertinya selanjutnya juga akan begitu, karena bagaimana pun ia tidak punya hak ikut campur dalam masalah keluarga Tuannya, ia hanya orang asing di keluarga ini.

"Karena suatu hal apa?" Tanya Raksi dengan suara yang terdengar menyeramkan, dan Zex hanya melirik kearah Naran dan Aktar sebagai jawaban, Raksi yang memahami itu mengangguk lalu-

"Bisa beri tau aku apa yang sebenarnya terjadi Bang Aktar, Naran?"

Aktar hanya terdiam tidak berani untuk menjelaskannya, Naran mau tidak mau ia pun menjelaskan apa yang telah terjadi sebenarnya.

.
.
.

"Ya ampun Bang Aktar bagaimana bisa Abang malah langsung marah-marah begitu?" Raksi terkejut bagaimana bisa Abang nya ini malah bersikap sangat egois begitu.

"Aku hanya..ingin meminta penjelasan."

"Kan bisa dengan bicara baik-baik bang!"

"Aku terbawa emosi, maaf."

"Lalu Naran, kenapa bukannya menghentikan bang Aktar malah adu mulut sama bang Aktar?"

"A-aku ju-juga terbawa emosi..maaf bang."

"..Asal kalian tau ya, tadi pagi Ayah pingsan dan masuk rumah sakit, jadi karena itu Ayah tidak bisa datang."

Naran kembali terkejut dengan keadaan sang ayah, karena bagaimana pun dia tidak pernah melihat ayah mereka pingsan bahkan terlihat lelah pun tidak, walau satu kalipun.

Aktar? Ia memang terkejut, tapi tidak sampai seperti Naran, ia sudah sering melihat sang ayah kelelahan tapi ia tidak pernah melihat sang ayah pingsan satu kalipun.

Melihat itu Raksi hanya menghela nafas, karena sebelumnya ia sama terkejutnya dengan mereka. Sekarang Raksi melihat kearah Zex dan menatap tajam kearahnya.

"Zex kenapa sebelumnya kau tidak menjelaskan keadaan Ayah yang sebenarnya kepada mereka?"

Zex yang dari tadi hanya menonton pun menjawab "..Karena itu adalah perintah Tuan Arkan."

"..perintah lebih penting ya, dari pada kesehatan yang memberi perintah." Cibir Raksi, ia kembali melihat kearah saudara-saudaranya, mengabaikan Zex yang hanya terdiam, yang tanpa ia sadari Zex sedang menundukkan kepalanya dan mengepalkan tangannya dengan kuat.

"Sudah jangan terus dipikirkan lagi, yang penting sekarang Ayah baik-baik sa-"

PRANG!!

GUBRAK!!!

"AYAH/TUAN?!"

.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc.

Seorang Ayah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang