Malam itu, setelah acara kelulusan, para taruna dan taruni Akademi Kepolisian berkumpul di sebuah lapangan terbuka untuk merayakan pencapaian mereka. Sebuah api unggun besar menyala di tengah-tengah, menerangi wajah-wajah yang penuh keceriaan dan kebanggaan. Di tengah tawa dan nyanyian, Fabiola merasa butuh waktu untuk merenung dan menghayati momen ini sendirian.
Fabiola berjalan menjauh dari kerumunan, menuju sebuah bukit kecil yang menawarkan pemandangan langit malam yang sangat indah. Di sana, ia duduk di atas rumput, memeluk lututnya sambil memandang bintang-bintang yang berkelap-kelip. Rasanya seolah seluruh dunia menghilang, menyisakan hanya ketenangan malam.
Tak lama kemudian, ia mendengar langkah kaki mendekat. Fabiola menoleh dan melihat Khalifah berjalan ke arahnya. "Boleh aku duduk di sini?" tanyanya dengan lembut.
"Boleh kok kan gaada yang ngelarang," jawab Fabiola sambil tersenyum, memberi ruang di sebelahnya.
Khalifah duduk di sampingnya, dan mereka berdua terdiam sejenak, menikmati keindahan malam. "Aku selalu suka malam yang penuh dengan bintang," kata Khalifah akhirnya. "Rasanya seperti semua masalah kita menjadi kecil dan tak berarti lagi."
"Aku setuju dengan itu," balas Fabiola. "Melihat bintang-bintang membuatku merasa damai."
Mereka berbicara tentang kenangan selama di akademi, momen-momen lucu, dan tantangan yang mereka hadapi. Percakapan itu mengalir dengan alami, membawa mereka kembali ke masa-masa ketika segalanya terasa lebih sederhana dan mudah.
Setelah beberapa saat, Khalifah mengambil sesuatu dari tas kecilnya. Sebuah kotak kecil yang tampak sudah tua dan penuh kenangan. Ia membuka kotak itu dan mengeluarkan beberapa benda—foto-foto, surat, dan benda-benda kecil yang memiliki nilai sentimental. "Aku pengen memberikan ini kepadamu fab," katanya, menyodorkan kotak itu kepada Fabiola.
Fabiola terkejut seperti tidak menyangka. "Apa ini?"
"Ini adalah kenangan-kenangan dari masa lalu kita," jawab Khalifah. "Foto-foto, surat-surat, dan benda-benda kecil yang memiliki nilai sentimental. Aku ingin kamu memilikinya sebagai kenang-kenangan. Supaya kamu selalu ingat bahwa kita pernah berbagi banyak momen indah bersama."
Fabiola merasa terharu. Ia menerima kotak itu dengan hati-hati dan membuka beberapa foto serta surat di dalamnya. "Makasih, Khal. Ini sangat berarti bangen untukku."
Khalifah tersenyum lembut. "Aku senang kamu bisa menyukainya Fab."
Malam semakin larut, dan angin malam mulai bertiup lebih kencang. Mereka berdua berdiri, melihat pemandangan kota yang mulai tenang. "Sudah saatnya kita kembali," kata Khalifah. "Besok adalah awal dari kehidupan baru kita sebagai perwira."
"Iyaa," kata Fabiola dengan anggukan. "Kita harus siap menghadapi apa pun yang akan datang."
Mereka berjalan kembali ke kerumunan dengan hati yang lebih ringan. Fabiola merasakan kehangatan di dalam hatinya, dan kotak kenangan di tangannya menjadi simbol dari kenangan indah yang akan selalu ia bawa.
Malam itu, di bawah bintang-bintang yang berkilauan, Fabiola dan Khalifah menyadari bahwa meskipun jalan hidup mereka mungkin akan membawa mereka ke arah yang berbeda, kenangan dan persahabatan yang mereka miliki akan selalu menjadi cahaya penuntun di setiap langkah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Misi dan Cinta (REVISI)
Fiksi PenggemarLangit malam di Semarang bersinar terang, menyaksikan ribuan mimpi para taruna dan taruni yang berjuang di Akademi Kepolisian. Di antara mereka, Khalifah dan Fabiola menonjol, dua sosok yang berbeda namun saling melengkapi. Dari perkenalan awal hing...