Udah lama ya ga up...
Pagi ini Lara bangun telat. Ia panik karena hari ini hari senin. Kaviel sudah menunggu didepan rumahnya, bahkan sang mama pun sudah berkali-kali meneriakinya.
Lara hanya memakan setengah rotinya, lalu ia meminum air putih. Tak lupa ia juga meminum obatnya yang harus rutin ia minum setiap harinya.
Lara bergegas menuju keluar rumah dengan menggendong tas pinknya. Ia tersenyum ceria dengan nafasnya yang tersengal-sengal ketika menghampiri Kaviel.
"Pelan-pelan aja sayang, masih pagi."
"Bagi kamu masih pagi! bagi aku udah siang!"
Kaviel menggelengkan kepalanya tak heran. Benar juga, Lara biasanya berangkat sekolah jam 6. Sedangkan dia jam 7 saja jadi.
Kaviel memakaikan helm pink kepada Lara.
"Kamu ganteng."
"Kamu lebih cantik."
"Terimakasih pujiannya ganteng."
"Jangan puji aku terus, genit."
"Kamu kan emang ganteng."
"Naik ke motor cepet,"
"Iya, ganteng."
Kaviel menahan diri untuk tidak mengumpat. Pasalnya, ia sangat salah tingkah sejak awal. Untungnya, Lara tak menyadarinya.
"Udah siap?"
"Done bang!"
⋆ ˚。⋆୨୧˚ ˚୨୧⋆。˚ ⋆
"Aku lupa gak bawa topi." ucap Lara kepada Kaviel dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca.
Mereka itu sangat berbanding balik. Lara tentunya belum pernah di hukum, sedangkan Kaviel hampir setiap hari, kalau ia tidak mengulah, berarti ia berada dalam kawasan Lara.
"Pakai topi aku aja,"
"Gak mau, aku mau pulang."
"Sebentar lagi upacara mulai ay, gak mungkin bisa pulang. Gerbang juga udah ditutup 'kan?"
Lara mulai menangis. Ia ceroboh, seharusnya ia tak kesiangan. Karena bangun telat, ia lupa tak membawa topi.
"Sayang, jangan nangis hei," Kaviel mengusap air mata Lara dengan lembut.
"Aku gak mau kamu dihukum karena aku."
"Mau aku pakai topi pun, aku tetap dihukum. Lihat, aku gak pakai ikat pinggang."
"Kamu sengaja 'kan?"
"Darimana letak sengajanya Ara? Tadi kamu lihat aku pakai gak? gak mungkin aku lepas gitu aja disekolah."
"Yaudah, kita sama sama dihukum."
"Hei, dengerin aku." Kaviel menangkup kedua pipi Lara. Ia menatap cewek itu serius. "Nurut ya? Pakai topi aku, aku gak suka lihat kamu kepanasan, apalagi harus dihukum."
"WOY ITU YANG BERDUAAN CEPET BARIS! NGAPAIN KALIAN MASIH PACARAN?!" teriak salah satu osis.
Kaviel memakaikan topinya kepada Lara. Lalu cowok itu pergi berlari menuju barisan paling depan. Tempat orang-orang yang melanggar aturan.
"LARA NGAPAIN MASIH DISITU?! BARIS CEPET!" teriak Fika.
Fika adalah seksi upacara. Jadi, wajar saja ia garang kepada semua orang yang berlama-lama untuk baris.
Lara yang sedari tadi melamun seketika berlari menuju barisannya.
*+:。.。 。.。:+*
"Lama banget anjir, tadi amanatnya." kesal Fika.
Aina mengangguk setuju. "Sampai gak masuk ke otak saking banyaknya yang diomongin."
"Bilangnya, satu kali lagi, terakhir, sekali lagi, gitu aja terus sampai kita jadi nenek moyang." ucap Mikayla menambahkan. Membuat seisi kelas tertawa.
"Panas," keluh Aina.
"AC kelas kita gak guna anj, gak kerasa dinginnya." ucap Fika kesal.
Lara yang sedang mengipasi dirinya dengan topi hanya diam saja. Ia juga kepanasan, tapi ia masih kepikiran soal Kaviel yang di hukum karenanya.
"Ra, muka lo merah banget anjay," ucap Mikayla.
"Dia merah mukanya karena putih, coba liat gue. Gosong begini." ucap si ketua kelas, yang bernama Alivia.
"Apalah kalian." Lara beranjak dari meja. Ia memang sering duduk dimeja tanpa sepengetahuan guru.
"Mau kemana Ra?" tanya Fika.
"Toilet."
⋇⋆✦⋆⋇
Malam ini Lara berada di luar dengan Kaviel. Ia sedang memakan burgernya, mereka berdua duduk saling berhadapan.
"Abisin makannya."
"Iya,"
"Iya apa?"
"Iya sayang, dihabisin." ucapnya dengan mengunyah makanannya. Setelah selesai, ia beranjak. "Ayok pulang." ucap Lara.
"Udah minum?"
"Udah,"
"Oke, kamu tunggu didepan, aku mau ambil motor dulu."
Lara hanya mengangguk mengerti. Ia menunggu di pinggir jalan.
Namun, saat ia sedang terfokus dengan jalanan secara sengaja ada sebuah mobil yang menabraknya, kemudian mobil itu kembali pergi.
Lara tak sempat mengelak, ia sudah berakhir pada bencananya.
Semua orang berteriak histeris ketika melihatnya. Hal itu membuat Kaviel menghentikan langkahnya, ia terkejut tatkala melihat Lara yang sudah tak berdaya.
Darah yang sudah bercucuran dimana-mana. Lara rasanya ingin meringis berteriak, namun ia tak kuasa.
"ARA!" Kaviel berlari menghampiri, ia memasuki kerumunan tersebut. Ia menggendong kekasihnya.
"El, s-sakit..." rintih Lara.
"Aku mohon, bertahan Ra," ucap Kaviel dengan napas yang tak beraturan. Ia cemas setengah mati. Tangannya yang menangkup bawah kepala Lara sudah bergetar hebat.
Kaviel menatap kepada orang-orang yang memperhatikan. "Tolong, ambulance!"
✾✾✾✾
Klo kurang feelnya mohon maaf y sygg
kenapa kok tiba-tiba di tabrak, jawabannya ada di next part beb^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Lara
Teen FictionKehidupan Lara sepi, Ia sudah biasa sendiri. Adanya kehadiran seorang lelaki, Membuat dirinya merasa lebih dicintai. "Kamu adalah duniaku, Kaviel." -Lara Gabrielle K.