2. permulaan

15 3 2
                                    

"Kesempurnaan apalagi yang kamu harapkan sedangkan kamu tau hanya Tuhan yang maha sempurna?" - Radika.

***

"Nama saya Archen Radika Dewantara, sebelumnya saya merupakan murid di sekolah luar biasa Harapan Mulia Indonesia. Usia saya saat ini delapan belas tahun. Walaupun dengan kekurangan saya terutama dalam hal penglihatan, rasanya saya masih bisa untuk berteman dengan teman-teman yang ada disini diatas bimbingan kalian semua" tepuk tangan anggota baru kelas XII bahasa A terdengar, mengapresiasi bijaknya Radika dalam memperkenalkan dirinya.
Radika kembali menuju bangkunya, dibantu oleh Mahen. Tatapan mata Araya masih menuju ke arah pintu, ia kagum dan terus memuji Tuhannya yang begitu lihai menciptakan makhluk dengan kelebihan didalam kurangnya.

***

Hari ketiga di sekolah, pembelajaran sudah mulai efektif. Dan dikelas XII ini, guru-guru sangat serius dalam memaparkan materi karena persiapan memasuki universitas tinggal setahun kurang.
Setelah Bu Eni sebagai guru matematika wajib menyelesaikan jam pelajarannya, masuklah pak Tri sebagai guru di pelajaran grammar. Araya sangat antusias dalam pelajaran bahasa, karena itu ia langsung mengeluarkan buku grammar dan memperbaiki sikap duduknya.
"Sikap! Beri salam!" Ketua murid memberi instruksi kepada anggotanya untuk memberi ucapan selamat datang pada guru yang baru saja memasuki kelas. "Selamat datang pak" ujar anggota kelas XII bahasa A dengan kompak.
"Terimakasih anak-anak" pak Tri duduk di kursi khusus guru. Beliau menyimpan tas di kursi sebelahnya dan beberapa buku diatas meja. "Apa kabar semuanya?" Tanya pak Tri
"Baik pak" jawab para murid serentak.
"Syukur Alhamdulillah. Anak-anak, di satu Minggu pertama, sebelum menjelaskan apa itu phrase, bapak ingin menguji seberapa jauh kalian dapat memahami suatu materi tanpa adanya penjelasan mentor. Oleh karena itu, bapak akan membentuk kelompok yang nantinya kelompok itu akan mempelajari bab pertama materi kita di tahun ini secara bersama-sama, dan nanti kelompok tersebut mempresentasikan hasil pembelajaran mereka. Dikarenakan jika individual akan memakan waktu cukup lama, bapak putuskan untuk berkelompok. Mengerti?"
"Mengerti pak"
Pak Tri mengeluarkan laptopnya dan membukanya. "Baik, saya akan memanggil nama nama, dan yang dipanggil maju kedepan--" sepertinya beliau sudah menyiapkan kelompok untuk pelajarannya "-- Nadia, Tiffany, Marisca, Bagas, Devan, Willian. Mereka ini kelompok pertama"
Semua murid mendengarkan dengan seksama, menunggu nama mereka dipanggil pak Tri. Begitupun Araya, ia tidak berharap akan sekelompok dengan orang tertentu, karena ia yakin dengan siapapun itu, ia bisa belajar selagi memiliki kemauan.
"Kelompok terakhir, Araya, Deswita, Syfa, Rajendra, Dafa, Archen" mendengar namanya dipanggil setelah teman-temannya mendahuluinya, Araya menuju ke depan kelas. Ia berdiri diantara Syfa dan Deswita. Tangan Deswita sudah mencolek-colek tangan Araya, "silahkan pilih tempat diskusi kelompok kalian mau dimana ya," ujar pak Tri. Lalu merekapun memilih bangku paling depan tempat Dika dan Mahen duduk karena hanya disana yang tersisa.
"Baik, dengarkan instruksi bapak semuanya" ujar pak Tri membuat seisi kelas memperhatikan beliau. "Bapak tegaskan, bahwa ini adalah kerja kelompok. Pilih satu orang penanggung jawab, yang menurut kalian bisa mengatur teman teman yang lainnya. Jangan bebankan tugas ke satu orang, belajar saling membantu, paham?"
"Paham"

***

Araya ditunjuk sebagai penanggung jawab kelompok. Sudah biasa, gelar penanggung jawab kelompok sudah sering ia sandang sejak berada di sekolah dasar.
Ia mengambil bukunya yang berada di bangkunya dan kembali pada kelompok. "Temen-temen, kemarin aku udah rangkum 5w 1h mengenai phrase, hanya saja 5w1h ini jawabannya belum sempurna, gimana kalau kita coba pahamin dari rangkuman aku? Sekalian bantu revisi kekurangan 5w1h yang aku buat. Kalau revisi udah dilakuin dan pertanyaan udah kejawab semua, aku yakin paham nya lebih gampang. Gimana?" Ujar Araya.
"Bagus ya, gitu aja. Yang lainnya gimana?" Ujar Rajendra, yang lain mengangguk setuju.
Araya tersenyum tipis, namun senyumnya pudar saat melihat Dika yang terlihat kebingungan. "Dika?" Panggil Araya,
"Ya?" Sahut Dika.
"Setuju?"
"Saya setuju" jawabnya. Senyum Araya kembali terbit.
Mereka lanjut berbincang-bincang mengenai 5w1h yang diidekan oleh Araya. Semua ikut berbicara, kecuali Dika. Ia nyaris diam seribu bahasa.
Araya sebagai penanggung jawab kelompok tentu memikirkan hal tersebut. Apakah ada sesuatu yang ingin dikatakan oleh Dika, atau ada sesuatu yang ingin Dika tanyakan.
Empat puluh menit kemudian, bel istirahat berbunyi. Semua kelompok kembali ke tempat masing-masing. "baik anak-anak, selamat mengerjakan tugas yang bapak berikan ya, silahkan istirahat" ujar pak Tri sebagai penutupan lalu beliau meninggalkan kelas.
Hampir semua murid keluar untuk menuju kantin, ada yang menuju perpustakaan, ada juga yang menuju toilet. Beda halnya dengan Araya. Ia tetap berada di kelas karena tidak punya tujuan kemanapun. Lapar? Tentu saja ia lapar. Tapi uang sakunya tidak cukup banyak untuk membeli jajanan di kantin Amschell yang cukup mahal menurutnya.
Ketimbang tidak ada kerjaan, gadis itu mengeluarkan sebuah diary ukuran A5 dan menuliskan sesuatu disana.
Belum lima menit ia menulis, seseorang menghampirinya. Ia melihat kearah itu, ada Dika disana.
Dengan segera Araya menutup buku diarynya, basic manner Araya memang baik.
"kenapa Dik?" Tanya Araya,
"Excuse me Ray, maaf ganggu waktumu" ujarnya.
"Nope. Aku ga lagi ngapa-ngapain. Ada apa?"
"Ray.." raut wajah Dika sedikit berubah, Araya menyuruhnya duduk dibangku depannya yang kosong. Dika menolak, ia memilih berdiri. "..sebenarnya, saya belum mempelajari grammar sama sekali. Hanya verb, noun, semacam itu. Sisanya, saya belum belajar" ujar Dika.
"Oiya? Dari materi mana kamu belum belajar grammar, Dik?" Tanya Araya.
"Sejak lulus SMP saya belum belajar lagi. Di SLB dulu nggak ada pelajaran grammar"
"Ohh, dari materi kelas sepuluh ya. Gapapa, nanti aku bantu. Dalam seminggu aku yakin kamu paham"
"Tapi tugas dari pak Tri hanya berlangsung seminggu, Ray"
"Bener juga. Gimana kalau kita belajar kelompok?, Kita diskusi sekalian belajar apa yang belum kamu pelajari?"
"Boleh. Kapan dan dimana?"
"Kita tanya anggota kelompok yang lain, nanti aku kabari"
"Oke, thanks Ray"
"Urwell Dik"
Syfa yang bangkunya disamping Araya menunda untuk datang ke bangkunya sampai Dika pergi. Setelah Dika kembali ke bangkunya, Syfa duduk sambil membawa minuman kaleng yang ia beli dari kantin.
"Kenapa Ray? Pedekate dia?" Tanya Syfa lalu meneguk isi kaleng yang dibawanya. Araya menggeleng, "nggak lah Syf, dia bilang ada materi grammar yang belum dipahami" jawab Araya santai.
Araya kembali membuka buku diarynya, tiba tiba Syfa menutup buku diary gadis itu, membuat Araya menoleh ke arah teman sebangkunya, "kenapa Syf?"
"Kamu yakin dia bisa belajar cepat emang? Kan..dia.." belum sempat Syfa menyelesaikan kalimatnya, Araya menempelkan jari telunjuknya di bibir temannya "sssttt..dia sama kaya kita Syf, beda sedikit ngga bikin dia beda banget kan?"
Syfa tertawa pelan, Araya selalu seperti itu. Paling tidak mau diajak gibah barang sedikitpun. "Oiya Syf, kalau belajar bareng kelompok, mau ga?" Tanya Araya.
"Mau mau aja, coba tanya yang lain" jawab Syfa sambil scrolling tiktok di ponselnya. Kebetulan Araya melihat Rajendra dan Dafa baru saja masuk kelas. Araya berdiri menghampiri mereka, "Jen, Daf, kalo belajar bareng kelompok, mau ga?" Tanya Araya.
"Ayo aja Ray, kapan?" Tanya Dafa.
"Pulang sekolah besok?"
"Gas" jawab Dafa.
"Nanti kasih tau Deswita ya, duduknya depan kalian kan?" Ujar Araya. Mereka berdua mengangguk, Araya kembali ke bangkunya dan bersiap untuk mata pelajaran setelah jam istirahat.

***

Bel pulang sekolah berbunyi, Araya menuruni tangga sambil membawa totebag disalah satu pundaknya.

     Ia mencari keberadaan Dika

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ia mencari keberadaan Dika. Setelah semuanya sepakat untuk mengadakan kerja kelompok, dirinya lupa untuk memberi tau Dika soal ini.
Ia berjalan hingga berada didepan sekolah, mengedarkan pandangannya mencari keberadaan lelaki tinggi bernama Radika tersebut.
Saat ia tengah berdiri didepan pos security, sebuah mobil Mercedez Benz memasuki area sekolah. Tentu mobil tersebut menuai perhatian walaupun hampir semua siswa maupun siswi di Amschell menggunakan mobil.

     Araya penasaran siapa yang dijemput menggunakan mobil semewah itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Araya penasaran siapa yang dijemput menggunakan mobil semewah itu. Sontak ia membelalakkan matanya, itu adalah Dika.
Dengan tergesa Araya berusaha menghampiri Dika sebelum ia pergi, beruntung Araya sempat memanggil Dika sebelum sang sopir menutup pintu mobil.
"DIKA!"
Mendengar namanya dipanggil, Dika menahan sopir untuk menutup pintu. Ia sedikit mengeluarkan kepala mencari tau itu siapa lewat pendengarannya.
"Dika..huh.. ini Araya" ujar gadis itu dengan nafas yang masih belum teratur.
"Raya? Ada apa?" Tanya Dika.
"Dika, besok sore belajar kelompok ya."
"Oh, okay. Thanks ya" ujar Dika dengan senyum tipis.
"Sama sama Dik! See you!" Ujar Araya lalu melenggang pergi.
Pintu mobil ditutup oleh sopir. Dika menghela nafas pelan. Dika membenarkan posisi duduknya.
"Archen, itu siapa?" Tanya seorang pria dewasa disampingnya.
"Araya pa, teman sekelas Archen"
Pria yang dipanggil papa oleh Dika pun tersenyum, ia senang anaknya dapat berteman seperti anak-anak normal seusianya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung:)

Bersambung:)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bandung Hari Ini (Dew Prim Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang