🎯 4 : Perlawanan 🎯

107 25 12
                                    

Happy reading:D
Tolong tinggalin jejak berupa vote dan / atau comment yaa sebagai bentuk dukungan untuk cerita ini:)

***

Tata membuang napasnya kasar. Emosinya sudah mendidih di dalam kepalanya sejak mendengar ucapan seseorang di seberang sana melalui sambungan telepon seluler.

“Lo gimana bisa telat bangun, sih?!” geram Tata. Tangan kanannya meraih tumbler minumnya dari permukaan meja.

“Semalem gue .... begadang buat .... selesaiin presentasi kelompok.” Nada bicaranya memang terdengar terputus-putus sejak awal, bersamaan dengan napas yang terengah-engah dan derap langkah kaki.

Tata berdecak. ”Duh, terus itu sekarang lo gimana?”

“Ini bentar lagi sampe kelas.”

Tata menghela napasnya panjang. Jantungnya berdetak lebih cepat  karena mengkhawatirkan sesuatu.

“Setau gue, bangku kosong di SMA Cendana cuman di kelas gue kalo jurusan IPS. Di jurusan MIPA baru, tuh, ada 3 bangku kosong.” Dante memaparkan.

Tata manggut-manggut, lalu menyeruput Macha Latte-nya.

Di Cendana, ada dua tipe kelas. Kelas A sama Kelas B. Kelas A diisi sama orang-orang berada. Ngga peduli orang itu pinter atau bodoh, selagi punya uang.” Dante menggesekkan ujung jari jempol dan ujung telunjuk kanannya. “Dia bisa masuk ke kelas A.”

“Orang yang ekonominya kelas menengah sampai bawah, ada sih di kelas A. Tapi, dia jadi kaum minoritas sekalipun dia pinter.” Dante mengembuskan napasnya panjang setelahnya.

Ta.”

Suara Dante di panggilan suara membuat Tata tersadar dari lamunannya. “Napa, Dan?”

Tut... Tut.. Tut.

Suara nada sambung itu bunyi ketika panggilan diputuskan sepihak oleh Dante.

Sial. Tata makin khawatir terjadi sesuatu pada Shaka karena pindah ke sana.

***

Dada Shaka naik-turun. Emosi benar-benar membakar dirinya saat ini. Ia tak terima diganggu saat makan, bahkan makanannya ditumpahkan begitu saja.

Kedua tangannya terkepal erat. Senyuman tipis masih terpatri di wajah Galih membuat Shaka ingin meninju wajah cowok konyol itu.

Galih terlihat menunggu apa yang akan dilakukan Shaka. Shaka mulai berpikir. Jika ia melanjutkan keributan dengan Galih maka tak akan baik untuknya Mengingat ini hari pertamanya di SMA Cendana, tidak lucu kalau masuk ruangan BK karena adu jotos.

Selain itu, melihat postur badan Galih yang kekar membuat Shaka berpikir tenaga cowok itu jauh lebih kuat darinya. Bisa-bisa ia dibuat babak belur olehnya.

“Ayo maju sini,” tantang Galih sembari mengangkat dagunya.

Shaka menarik napas dalam-dalam. “Bersihin sebelum masuk,” titahnya seraya melirik ke area lantai tempat kakinya berpijak.

Galih mengangkat kedua alisnya, ia berdecak sambil menggeleng takjub. “Lo nyuruh gue?”

Shaka mengabaikan pertanyaan Galih. Ia melenggang pergi begitu saja tanpa rasa takut sama sekali. Ketika di ambang pintu kelas, matanya sempat beradupandang dengan cowok berpostur tinggi sepertinya dalam dua detik.

Galih, cowok itu langsung menendang meja Shaka dengan keras. “Bangsat. Rafa mati, muncul itu anak.”

***

Hierarchy [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang