"Peraturan pertama, harus berjenis kelamin laki-laki. Yang merasa bukan laki-laki, bisa meninggalkan lapangan ini dengan sukarela. Sebelum saya seret dengan paksa."
Menjadi murid baru atau sebut saja masih murid berbau kencur, Sunoo hampir meledakkan tawa. Peraturan macam apa itu? Namun, karena banyak pasang mata yang menurutnya sangat menakutkan─pasang mata tajam, dingin dan lain-lain, membuat niatnya tertawa diurungkan.
Suasana di lapangan sangat sepaneng, berbanding terbalik dengan dirinya yang menyukai hal-hal lucu. Sunoo melirik Ni-Ki yang berada dalam jarak lumayan jauh, hanya terpisah oleh dua orang di samping kanannya. Biasanya jika ada hal-hal lucu, pasti orang pertama yang mengajaknya tertawa adalah Ni-Ki. Akan tetapi, saat melihat Ni-Ki dari sini, ada yang berbeda dari sorot mata itu. Sorot mata Ni-Ki ... cukup tajam?
"Hei, kamu!"
Sunoo disenggol seseorang, membuat tubuhnya terperanjat kaget. Ia kemudian menatap penuh tanya. Segera, Heeseung menjawab, "Lo dipanggil sama guru."
Beralih menatap depan, Sunoo bisa melihat seorang guru laki-laki kini menatapnya penuh keangkuhan. Senyuman remeh pun juga terlihat jelas di sana. "Apa kamu benar-benar seorang laki-laki?" tanyanya.
Mengerjapkan mata lambat, Sunoo belum mencerna kejadian ini dengan baik. Pertanyaan itu ... ditujukan kepadanya? Atau pada orang lain di belakangnya?
"Saya bertanya pada kamu, rambut merah muda," ulang sangat guru. Tatapan matanya setajam silet, sepertinya siap menguliti Sunoo hidup-hidup.
Di antara banyaknya lautan manusia, rambut Sunoo memang berbeda sendiri. Jika digambarkan dengan kiasan, Sunoo bekumpul di antara bebek hitam sedangkan dirinya bebek kuning sendiri. Semua siswa rata-rata memiliki rambut laki-laki, entah warna asli atau diwarna. Yang pasti, Sunoo memiliki rambut asli berwarna merah muda, tanpa diwarna. Jadi, sangat jelas jika Sunoo berdiri di sana.
Mulanya, banyak juga siswa yang memiliki warna rambut bermacam-macam. Ada yang hitam pekat, pirang atau bahkan warna coklat. Dan sekarang, semua seolah sudah merencanakan hal ini─mengganti warna rambut mereka menjadi hitam.
"Kenapa dengan saya, Pak?" tanya Sunoo dengan dahi berkerut. Sebagai murid kelas sepuluh, Sunoo masih baru untuk mempelajari banyak hal di sekolah ini.
Guru tadi nampak mendengus. "Kamu benar laki-laki 'kan? Bukan transgender?" Lihat wajah penuh keangkuhan itu. Rasanya Sunoo ingin menendangnya sampai Antartika.
Lapangan itu tetap hening. Tidak ada suara ataupun tawa. Sunoo sudah biasa menghadapi hal semacam ini. Di kehidupannya, nyaris setiap hari itulah makanan sehari-hari. Memangnya ada yang salah dengan penampilannya? Apa mereka buta bahwa Sunoo sedang tidak memakai dress sekarang, juga rambutnya yang pendek. Tentu saja Sunoo laki-laki tulen, enak saja dibilang transgender! Keren lo begitu?
"Saya laki-lakilah, Bapak buta?" jawab Sunoo santai.
Semua orang menahan napas. Sunoo benar-benar cari mati! Isi hati kebanyakan orang di sana.
"Lalu, kenapa rambut kamu merah muda? Seperti tidak ada warna lain saja yang lebih menunjukkan bahwa kamu laki-laki."
Sunoo mengedikkan bahu acuh. "Nggak tau, coba Bapak tanya sama Ibu saya. Saya seperti ini dari lahir. Dan kalau Bapak tau, warna merah muda memang seharusnya untuk laki-laki." Namun sayang, semua itu berubah seiring berjalannya masa. Warna merah muda berganti jadi warna untuk perempuan.
Sebenarnya, tidak ada yang salah dari Sunoo. Rambut pendek berwarna merah mudah, kulitnya putih seputih salju, badannya berisi apalagi pipinya yang dihiasi kemerahan. Mungkin fisik itu sangat berharga jika ia berjenis kelamin perempuan. Tetap saja, Sunoo sangat cocok dengan kepribadiannya yang seperti itu. Ia adalah manusia murah senyum dan ceria. Ditambah lagi dengan penampilan fisiknya.
