"Peraturan pertama, harus laki-laki. Peraturan ke-dua, seragamnya ganti jadi hitam. Terus peraturan ke-tiga, nggak boleh pake alas kaki. Well, sungguh membagongkan." Jungwon meratapi nasibnya. Kakinya sekarang telanjang, sampai ia bisa merasakan udara malam yang menusuk. Bukan, bukan itu masalahnya.
Akan tetapi─
"Gila! Gini amat hidupnya orang ganteng! Kaki gue yang malang," keluh Ni-Ki entah sudah yang ke berapa kali.
Peraturan yang aneh. Kemarin, katanya harus pakai seragam khusus ujian. Namun, malah disuruh berganti memakai pakaian hitam. Semuanya hitam, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Untung saja tidak disuruh mengubah warna kulit. Bisa-bisa Ni-Ki tantrum.
Pin tetap terpasang apik. Pin yang mengandung banyak makan tersirat. Tujuan mereka sama, yaitu meraih kemenangan. Sejak tiba di tempat ini, tidak banyak waktu senggang. Jikapun saat itu mereka bersantai, pasti akan selalu ada peringatan dari mikrofon misterius itu.
Semrawut sekali pikiran mereka sebenarnya.
"Udahlah, kata kunci harus selalu percaya sama tuan besar. Kalau nggak, bakal sia-sia." Sunghoon menengahi perdebatan Ni-Ki dan Jungwon. Dua remaja yang terus bersitegang. Bukan masalah serius, hanya bercanda saja. Karena keduanya tidak suka dengan keheningan. Jadi, pasti ada saja hal yang dibahas. Meski hal itu tidak penting.
Sunoo ikut bersungut-sungut. "Dari awal kita udah percaya, nurut kek babu. Terus sekarang kita mau diapain lagi coba!" Ia belum bisa mengikhlaskan apa yang terjadi dengan warna rambutnya.
Pemaksaan?
Lalu pemakluman?
Apa yang dicari sebenarnya?
Sebagai seseorang yang paling bijak di antara enam temannya, Heeseung memberikan pencerahan pada mereka. "Semua yang di sini abu-abu, bahkan dari pertama kali kita masuk sekolah, banyak hal yang belum kita tau. Mungkin dari sini, semua akan terjawab. Jadi, kalian bisa bertahan sebentar 'kan?"
Tetap melangkah tanpa alasan kaki. Sepotong bulan sabit menerangi kegelapan. Terjebak dalam situasi rumit, irama langkah sertakan degupan jantung. Mereka sudah seperti paranormal yang ingin memecahkan misteri.
"Kita belum sampai di titik yang seharusnya," celetuk Jay. "Bahkan ini belum ada apa-apanya."
"Masih jauh jalannya ya, Hyung?" tanya Sunoo.
"Bukan jauh jalannya, tapi jauhnya kemampuan yang kita punya." Sunghoon meralat.
"Wait, wait. Gue cuma penasaran sama satu hal." Jungwon merapatkan baju hitamnya menutupi seluruh tubuh. "Ini kita betulan di dunia game? Kok gue rasa ini dunia nyata ya?"
Jay menunduk, yang lain enggan menjawab lebih. Tepatnya, mereka tidak mengetahui kejadian di balik semua.
Ini khayalan semata atau memang kenyataan?
Segitu hebatnya mereka sampai buat sebagian dari kami lupa daratan?
"Nggak, jangan terlalu dipikir, Won. Kita tetep di dunia nyata kok. Cuma gue nggak tau ini di daerah mana, di negara mana." Heeseung bersitatap dengan Jay, seolah mereka memiliki ikatan batin.
"Ada yang peka ternyata."
