9| kehilangannya

4 2 0
                                    

happy reading all...
---

"Pak Dam antar saya ke ruangannya Mahesa."

Dam selaku sopir setia Alan menuntutnya menuju sebuah lift kosong, meski beberapa protes ingin menghentikan mereka semua tetap tak bisa, karena inilah jati diri Alan janarda, sisi dalam Alan yang jarang mengusik ketenangan orang lain.

"Lo mau dipecat gara-gara ini! seenggaknya cegah dia! gue masih butuh pekerjaan!"

"Sama-sama dipecat kan akhirnya, Pak Alan bukan orang sembarangan. kalian tahu itu."

"Kita semua tahu! kita juga tahu apa yang bapak sama asistennya lakuin di ruangannya Pak Mahesa."

mereka berdua masuk, Alan dapat melihat kebohongan dalam netra tiap karyawan yang dia temui tadi, Mereka bahkan gelagapan dan ketakutan saat menjawab seperti menyembunyikan sesuatu. Mau tak mau Alan harus nekat, dia tahu lantai ruangan milik Mahesa, pria itu memencet tombol lima, beberapa waktu kemudian pintu lift terbuka.

brak!

pintu terbelalak, mendapati dua orang pasang tengah menikmati sebuah kue dan tiga botol bir. Ruangan itu disulap bak tempat perayaan ulang tahun, balon-balon tergeletak di lantai, aroma parfum feminim menyeruak hingga pak Dam dibuat menggosok hidungnya, pria itu sesekali bersin saking sensitif hidungnya.

"Oh... jadi begini kelakuan Pemimpin Perusahaan."

"Dasar nggak tahu malu! kenapa kamu masih berani datang kesini, huh? sudah berapa kali saya bilang, Kamu nggak berhak menginjakkan kaki di tempat ini!"

"atas nama siapa? Saya resmi ahli waris perusahaan ini, bahkan mereka di sana tidak ada yang berani menghentikan Saya."

wanita itu entah siapa namanya, wanita murahan yang datang hanya untuk melihat Mahesa dari seberapa kayanya dia. Mahesa memang bodoh, Alan mendengus tersenyum kecut. Pria yang ditinggal istrinya sudah lebih dari sepuluh tahun itu mana mungkin akan selamanya menyendiri, namun yang salah disini adalah wanita itu. Asisten pribadinya.

Mahesa berkacak pinggang sambil menatap malas si anak pungut itu, yah di matanya Alan tak lebih dari itu setelah kematian istrinya. "Sekarang apa mau kamu kesini? Jangan hanya karena hal sepele kamu sampai buat onar di kantor saya."

"Masalah sepele? Jasmine sekarang dilarikan ke rumah sakit! kondisinya kritis, berlumuran darah. Apa ini masih Anda anggap masalah sepele?"

"hanya itu?" Mahesa melipat kedua tangannya, "sampai membuat karyawan-karyawan saya ketakutan? membuat kekacauan di wilayah saya?" 

Mahesa memang sudah tak waras karena sikap tempramen-nya, dia sering kali bersikap kasar terlebih pada anak-anaknya, Dia bahkan tak segan-segan menghukum orang yang tak mematuhinya. Namun apa kali dia dia akan acuh tentang kondisi kritis sang anak? nyatanya tak ada apapun selain dirinya sendiri dalam benak Mahesa, kejayaan, kekayaan, dan keegoisan terlalu cocok digunakan oleh Mahesa. pria dengan alis tebal dan tatapan mata menghunus setajam pisau.

"Alan, Saya nggak pernah mau berurusan dengan kamu jika bukan karena almarhum istri saya. Kamu tahu posisi kamu saat ini? pintu keluar ada di sana."

"Saya nggak peduli apa pandangan anda ke saya, saya juga nggak pernah membahas tentang hubungan ayah dan wanita jalang itu! Saya cuman pengen Anda sekarang bertanggungjawab atas kondisi Jasmine sekarang," Mahesa mengangkat alisnya dsn mendengus kesal.

baginya Jasmine adalah kesalahan dalam hidupnya, anak itu hanya membawa kesialan, malapetaka, dan kematian sang Istri. mau itu Jasmine ataupun Alan mereka berdua telah dicap sebagai orang dibalik Kematiannya. "Saya nggak peduli Alan! jadi jangan bawa-bawa nama anak itu di kantor Saya. Mau dia sekarat pun atau berdarah habis! Kalian berdua-lah yang membuat keluarga saya berantakan. Jadi, lebih baik kamu pergi dari sini! tempat ini bukan untuk gelandang seperti kamu!"

Alan janarda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang