happy reading all...
---"Nyai?"
"a-ada apa mendadak kemari?" suara Jean gugup berdiri diambang pintu, pria itu sampai lupa menyuruhnya masuk kedalam rumah. Nyai berjalan masuk kedalam membuatnya mundur beberapa langkah membuat jalan untuk wanita itu.
Tatapan mereka bertemu, Lia dan Nyai menatap intens satu sama lain. "Eh, ini bukan kayak yang ada dipikiran lo kok. Serius! Tadi, awalnya Gue habis menemani pasien dari pemakaman dan Gue nginep kerumahnya tapi nggak lama dari itu ada insiden kecil tadi Gue, Gue ketemu Jean di jalan dan–"
Nyai terkekeh pelan mendapati wajah gelagapan Lia yang menjelaskan dalam satu tarikan nafas, Lia hanya takut wanita yang berstatus mantan tunangan sahabatnya itu jadi salah paham akan pemandangan baru saja didepan mata, meski Nyai tahu hubungan dekat Lia dan Jean adalah sebatas teman, dulu itu Nyai melihat kedatangan Lia di pertunangannya yang gagal, Jean menjelaskan padanya bahwa dia adalah teman dekatnya yang bernasib sangat malang, namun sebatas itu, Nyai tak tahu apa masalah yang Lia hadapi. meski mereka sempat berbincang bersama dan dekat sebentar.
Lia melongo seketika kala mendengar kekehan itu, Ia melirik kearah Jean penuh pertanyaan, Jean hanya mengangkat bahu sama tak tahunya. mendadak, Nyai memeluk erat Lia. "Nyai..."
"Gue kangen banget sama Lo tahu." Lia lantas tertawa ketika mendengar penuturan itu, meski dibenaknya masih terbesit kebingungan. Nyai melepas pelukannya, dia tersenyum hangat kearah Lia, lagi.
"tapi, soal tadi Gue—"
"ah, itu... Gue ngerti kok! lagian gue udah mantannya Jean kan?" deg.
Jean memicingkan matanya, dan terperangah. baru saja dia mengingat kenangan mereka berdua dengan tatapan sendu! dan, ayolah bahkan saat ini jantung Jean masih berdetak kencang ketika melihat wajahnya. apa wanita di depannya itu sedang bergurau? sialan. ah, dia ingat. Bukankah wanita itu sudah dikabarkan dekat dengan seorang bule.
Jean menghela nafas pelan dan sedikit menunduk lesu, dia langsung duduk di sofa lagi-lagi tak menawarkan tamunya. Lia yang menatap itu hanya diam tak tahu harus berekspresi apa selain tersenyum canggung.
Selama ini Jean dan Nyai memang tak pernah saling menghubugi, beberapa bulan setelah pertunangan gagal itu Nyai dikabarkan dibawa ke Belanda di rumah Tantenya, Ayahnya yang memaksa agar si anak tunggal itu tak menemui Jean lagi, Beliau berharap dengan kepindahannya ke Belanda membuat Nyai berpikir jernih dari pertunangan itu, kejadian ini terpaksa ia lakukan demi mematuhi perintah sang ayah.
Lia menawarinya untuk duduk sejenak, Nyai menatap wajah lesu Jean dia terhenyak beberapa saat hingga bibi membawakan sebuah minuman dan biskuit, hidangan kecil ini disantap pelan oleh Nyai. Lia yang duduk disebelahnya terus mematut diri keheningan yang cukup lama ini membuatnya canggung.
"Gue inget sebelum hari itu, pas gue mampir ke butik gue ketemu sama Lo kan? Gue kira waktu itu Lo mau nyusul gue, ternyata Lo cuman mau beli gaun buat ke acara itu," Nyai bersemangat menceritakan kembali kenangan-kenangan pahit manis itu, Jean hanya tersenyum kecut seraya memalingkan wajahnya. Nyai berdeham kecil, "eh, Jean... Maaf soal kejadian tahun lalu, ini semua karena Ayah, bahkan bekas tonjokan itu kayaknya masih deh." Jean mengelus pipi kirinya, tepat dimana letak ayah Nyai memukul keras dia hingga terperosok ke lantai.
"Yan, Lo pasti udah denger soal, Gue yang dekat sama-"
"hm, gue tahu udah lama, mau gimana lagi bokap Lo itu lumayan keras kepala, kayak anaknya." Jean melirik kearah Nyai, wanita itu terkekeh kecil.
"Gue serius, Jean. Waktu itu Lo pasti malu banget, sampai saat ini Ayah belum menyesal soal perbuatannya dan Gue belum bisa tebus kesalahannya."
Jean menghela nafas berat setelah menyeruput segelas kopi, "gue udah bilang kan, dia itu keras kepala. lupain itu, lagian udah satu tahun lalu, yah, meskipun masih ada orang yang bahas itu, sedikit." jari Jean di tampakkan saling menghimpit antara jempol dan telunjuknya. "Tapi jujur aja, Gue pasti bakalan ganti mukul Bokap Lo nanti, soalnya gue masih marah sama dia."
Nyai tertawa renyah, entah tawa itu paksaan atau bukan. Lia dapat melihat tatapannya begitu dalam pada Jean. satu tahun bukan waktu yang lama untuk bisa melupakan seseorang yang sudah lama menemaninya, hah, Lia membiarkan mereka berdua mengobrol santai setelah insiden besar yang membuat jarak antar dua insan itu. Meski awalnya Lia tahu, Jean tampak bimbang harus apa menghadapi Nyai, namun gadis itu bukanlah gadis seperti pada umumnya. Nyai datang dengan senyum sumringah seperti tak ada apa-apa dalam satu tahun kebelakang, pertunangan yang hancur, akan membuat batinnya hancur juga, namun nyatanya luka itu sembuh seiring waktu berjalan.
Lia meninggalkan mereka berdua, dia masuk ke dapur mengisi nampan dengan biskuit lagi karena makanan itu lahap dihabis dua sejoli itu karena sedang asyik mengobrol, membicarakan... masa lalu indah mereka. biarlah, Jean juga tak akan mendapatkan banyak waktu besok, melayani beberapa pasiennya.
Lia merasakan sebuah benda di sakunya, oh, botol pil milik Alan. tiba-tiba saja ia teringat kejadian yang baru saja terjadi. ia terdiam menatapnya seraya berpikir logis, eh, bukan... mungkin lebih ke perasaan empati padanya.
tentang keadaannya sekarang. Apa dia sudah membaik? atau dia sudah memakan makanan yang ia buat tadi? surat yang dia tulis, apa Alan membacanya? dan, Sekarang ini, Alan mengidap penyakit apa sebenarnya?
gadis itu terduduk di kursi dapur memutar botol saat pikirannya berkelana, apa itu, anxiety disorder?
seburuk itu ternyata ia mengenal Alan sebagai teman, dibeberapa kasus Lia sebenarnya merasa tak tega jika harus meninggalkan Alan di rumah itu sendiri, bagaimana bisa orang tinggal sendirian dirumah semegah itu, mungkin ini yang bisa memicu depresinya. namun–
"Sudah cukup untuk bantuan mbak Lia hari ini, Maaf tapi saya hanya ingin sendiri sekarang. Saya memaksa, Mbak Lia bisa mengerti ini kan? kamu bisa pulang sekarang, terimakasih atas semua bantuanmu tadi."
bukankah itu terdengar seperti mengusir dalam bahasa halus? Lia saat itu merasa sedikit dirinya dipaksa untuk pergi dari tempat itu, meski cara bicara Alan memang sangat lembut dan halus, terkecuali saat suara erangan dia marah didalam kamar waktu itu.
terserah saja, Alan memang sudah mengusirnya bukan? Selembut apapun kalimatnya, Lia tetap merasa ditendang dari tempat itu padahal niatnya ini sejak awal memang murni kasihan padanya.
Ah sudahlah!
Lia menggaruk rambut frustasi, pikirannya ingin sejenak menghilangkan sosok itu namun entah kenapa otak bodohnya ini selalu memaksa mengingat pria tadi, dan perasaannya jadi tak tenang.
tak tenang?
definisi itu, hanya mengacu pada kondisi kesehatan Alan. yap, sebagai perawatnya, Lia sudah wajar khawatir akan kondisinya.
kemudian kalimat menyebalkan itu muncul lagi, membuat Lia mengacak rambutnya lagi, seakan-akan ingin mencabut helai-helainya. Astaga! seberapa penting memang orang yang mengusirnya dari rumah tadi, huh?
klontang.
"eh-"
botol itu jatuh tersenggol oleh Lia, saat gadis itu ingin membungkuk mengambilnya, seseorang telah mengambilnya lebih dulu. "Astaga! Lo konsumsi obat ini? Lo nggak apa-apa kan, Lia? kalau ada masalah sebaiknya cerita ke gue, Gue bakalan dengerin keluh-kesah Lo kok. Gue udah anggap Lo temen, Lia. jangan pendam semuanya sendiri-"
masalah itu bertambah lagi, "Bu-bukan gitu, Nyai. itu bukan obat gue—"
"Terus? Lo mau bohong ternyata sama gue?"
Jean datang tertawa terbahak-bahak mendapati wajah Lia yang begitu kacau rambutnya acak-acakan seperti sarang burung yang belum jadi. dia mengambil botol pil itu.
"Hahahaha, udah Nyai. itu bukan obatnya Lia, itu obatnya Alan."
"Alan? dia konsumsi obat kayak gini? anti depresan." Jean mengangguk.
"Gue nggak pernah tahu itu."
"Jelas! Lo, jarang jenguk dia ke rumah. Lo pasti juga belum tahu soal Jasmine."
"Jasmine, adiknya?"
ada apa ini, Demi hutangnya Damian yang tak lunas-lunas! gue bingung!
---
*kalian bosen nggak? calm beb, aku nggak akan menyimpang dari kisahnya Lia-Alan. btw couple gagal tunangan ini makin friendly yah😇see you next chap...
KAMU SEDANG MEMBACA
Alan janarda
Ficción General*part acak "Alan Janarda, adalah orang paling sempurna yang aku temui di dunia ini." -Lia Amerta "dia teman saya, jadi sudah jadi tanggung jawab saya." -alan janarda ini hanya dua anak manusia yang saling berbagi kisah, luka, dan bahagia. Lia dan A...