Buncak

63 20 0
                                    


”Ka–Kakak... Kenapa Cawspel meninggalkanku?” tanya Beyi dengan nada terisak.

Papa melubangi sebuah tanah, cangkul itu memacak untuk menepatkan jasad kucing—Casper.

Anvaya pedih mendengar pertanyaan Beyina, ”Bey, maafkan Kakak ya? Kakak tidak menjaga Beyina dan Casper dengan benar. Kalau saja... Waktu itu Kakak lebih prihatin menjaga Casper dan Adek.”

Mama, dan Papa ikut mematung menatap gundukan tanah itu.

Matanya menatap gundukan tanah, menatap kosong seolah dunia telah kehilangan warna. Beyina berusaha menyembunyikan kepedihan, namun rasa penyesalannya itu terus-menerus mengikis hati kecil Beyi hingga koyak.

 Beyina berusaha menyembunyikan kepedihan, namun rasa penyesalannya itu terus-menerus mengikis hati kecil Beyi hingga koyak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

”Kak, kenapa harus Cawspel yang meninggal? Kenapa tidak aku saja?” tanya Beyi—Menatap polos ke arah Anvaya Kaliya.

Kedua kalinya Anvaya pedih mendengar pertanyaan itu, ia tidak mampu mengucap kata sepatah katapun.

”Nak, jangan berbicara seperti itu... Tidak boleh.” Mama jongkok, mengelus pucuk kepala Beyina.

”Ah sudahlah, tidak usah menangisi yang seharusnya tidak perlu ditangisi, Beyina.”

”Ngapain kamu nangisin hewan? Papa yang dulu sakit saja tidak kau tangisi, hanya seekor kucing saja kau tangisi, Beyina. Untuk apa?”

Kening anvaya mengerut, ”Papa? Bisa-bisanya Papa berucap seperti itu?? Dengan keadaan yang begini? Lihat Pa, anak kecilmu itu sedang merasa sedih, kehilangan Casper.”

Papa menarik tangan kiri Anvaya, menatap tajam. lalu bibirnya mengucap—Menunjuk-nunjuk pada Anvaya, ”Oh, jadi kamu berani melawan orang tuamu sendiri, Anvaya? Tidak Tahu diri.” Tangan Anvanya tercengkram pria tua yang berada di hadapannya—Ayah kandungnya sendiri.

”Pa-pa... HARUSNYA LEBIH MENGERTI!” bentak Anvaya.

Beyina cengung menatap Kakaknya dan sang Ayah yang beradu mulut di tengah-tengah kuburan.

”Ssst..., Nak, Pa.. Anakmu sedang berduka tolong jangan berantem di sini,” cetus Mama, mengelus dada.

Wajahnya mengerut, ”ARGH! Sudahlah, Papa sudah tak peduli dengan kematian kucing itu, lagian tidak rugi jika kucing oranye itu mati. Malah bagus, lagipula untuk apa memelihara kucing? Ujungnya juga akan mati,” sentaknya—meninggalkan rumah baru Casper.

Mereka yang telah mendengar bentakan Pria egois itu murung, menyedihkan sekali nasib anak sekecil Beyina Arisha. Dia hanya gadis kecil yang sedang kehilangan kucing kesayangannya, dia juga berharap kucingnya itu bisa menemani Beyina hingga Beyina dewasa, sampai Beyina tidak ada lagi didunia, Beyi benar-benar berbicara seperti itu kalanya. Namun, takdir berkata lain. Naasnya kucing oranye gembul miliknya meninggalkan gadis mungil pencinta kucing, untungnya hanya kucing itu yang hilang. Bukan Beyina Arisha.

Tenggelam [on gOing!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang