CHAPTER 09

187 28 0
                                    

Lisa meletakkan kantong kertas itu di atas meja dan mengeluarkan isinya. Ketika dia bangun pagi ini, sarapannya yang biasa belum disajikan di meja. Dia ingin mengetuk pintu Jennie untuk memintanya sarapan di luar, tetapi dia mengira Jennie mungkin masih tertidur lelap dan lelah untuk keluar.

Jadi dia berjalan melewati angin dingin menuju kedai kopi terdekat untuk membelikan mereka makanan dan kopi. Macchiato dengan tambahan karamel untuk Jennie, begitulah Jennie menyukai kopinya. Dia terkekeh sendiri, mengingat suatu pagi ketika mereka berdua terlambat dan memutuskan untuk makan siang di kedai kopi yang sama. Jennie harus bolak-balik beberapa kali ke konter untuk meminta lebih banyak karamel.

'Aku sangat menyukai karamel,' katanya pagi itu.

Lisa meletakkan barang-barang yang dibelinya di atas piring. Presentasinya tidak bagus tapi setidaknya rapi. Senang rasanya menyiapkan sarapan untuk Jennie. Ini adalah pertama kalinya baginya, tetapi Lisa tidak keberatan melakukannya lagi di kemudian hari.

"Baiklah, semuanya sudah siap. Sekarang mari kita latihan pidato permintaan maaf kita," ucapnya pelan.

"Nini, aku minta maaf untuk tadi malam. Itu tidak sopan dan tidak perlu dan aku minta maaf. Aku tidak akan melakukannya lagi dan aku akan menebusnya. Lihat! Sarapan." Dia berperan seolah-olah Jennie ada di sana.

"Oke, itu jelek sekali." Dia menggaruk kepalanya.

"Ayo coba lagi." Dia berdehem.

"Tunggu, kamu tahu. Aku tidak akan melakukannya lagi." Dia masih berbicara pada dirinya sendiri.

Saat dia hendak menyeret Jennie keluar dari tempat tidur, dia mendengar suara pintu terbuka. Dia tersenyum pada dirinya sendiri, berharap Jennie akan menyukai apa yang dia lakukan padanya.

"Hei! Dengar, aku... Apakah kamu pergi ke suatu tempat?" Senyum lebarnya berubah menjadi bingung saat melihat Jennie berpakaian lengkap di Minggu pagi.

"Aku tidak pantas menerima ini" Jennie memulai dengan oktaf yang sudah lebih tinggi.

"Ada apa dengan teriakan itu? Tentu saja kamu pantas menerima ini. Maksudku atas semua yang telah kamu lakukan padaku,"

"Iya, kamu benar. Setelah apa yang aku lakukan padamu, aku tidak melakukan apa pun selain bersikap baik padamu. Demi Tuhan! sial Lisa, aku tidak pantas menerima kelakuanmu terhadapku!"

"Jennie, ini baru sarapan,"

"Apa?"

"Aku membawakan kita sarapan. Aku membelikan Macchiato dengan tambahan karamel untukmu. Lihat? Favoritmu? Ini hanya sarapan, tentu saja kamu pantas mendapatkannya." Dia berkata dengan lembut.

"Aku tidak bicara soal sarapan! Sialan, Lisa!" Teriaknya dengan nada tinggi membuat Lisa tersentak.

"Aku sudah muak denganmu yang bipolar, aku tidak pantas dengan kelakuanmu tadi malam! Aku tidak pantas menjadi sasaranmu untuk dimarahi atau mendapat perlakuan dingin darimu kapanpun kamu mau. Selama ini aku menahannya, tapi itu tidak akan terjadi lagi. Kamu minta maaf lalu kamu melakukannya lagi, aku sudah selesai dengan apa pun ini." Jennie terengah-engah. Dia bisa mendengar denyut nadi di lehernya, dia bisa merasakan jantung berdebar di dadanya.

Lisa berdiri di sana dengan mulut ternganga tak mampu berkata-kata.

Dia ingin minta maaf. Tapi dia mendengarnya sendiri, dia minta maaf lalu melakukannya lagi. Dia sadar kalau itu benar, apa yang di katakan Jennie memang benar.

Dia mengakui bahwa dia menolak Jennie berkali-kali, dia berusaha untuk mendorongnya menjauh dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia lebih baik tinggal sendirian. Namun bukan berarti dia tidak mencobanya.. dia mencoba, dia berusaha keras untuk menjadi lebih baik, dia pikir dia menjadi lebih baik. Faktanya adalah, tidak. Kebiasaan lama sulit di hilangkan, kata mereka.

HOME (JENLISA) IDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang