CHAPTER 26

757 77 0
                                        

"Kamu salah paham, Lisa. Biarkan dia menjelaskannya," dia menepuk-nepuk lengannya.

"Dia akan berkencan dengan pria itu malam ini." Lisa mengatupkan rahangnya.

“Dia mungkin hanya rekan kerja, unnie.”

"Aku tidak akan membahasnya lagi," Lisa menggelengkan kepalanya.

"Lisa-ah, ini tidak adil," desah Jisoo. Sekali Lisa memutuskan sesuatu, akan sulit untuk mengubahnya.

"Apakah kamu lupa apa yang terjadi terakhir kali pacarku memperkenalkanku dengan rekan kerjanya?! Aku ditipu!" Dia meratap. "Aku tidak akan mengulanginya lagi!"

"Unnie, jangan berteriak," Sana meletakkan jari telunjuknya di dekat bibir, memberi isyarat agar dia berbicara seperti orang normal.

"Jennie bukan Yeri, Lisa. Dia berbeda."

"Dia bisa jadi sama seperti dia! Aku sudah melalui neraka mencoba untuk tetap hidup dengan hidup seperti mayat! Aku tidak akan melakukan itu lagi, aku tidak- aku tidak bisa..." bisiknya letih.

"Kita sudah selesai, unnie. Ayo, kamu perlu istirahat. Besok kamu akan merasa lebih baik. Aku akan membawa NSAID ke kamarmu." Sana melepas sendok tangannya dan membuang semua barang yang sudah di pakai.

Dia dengan lembut membantu Lisa berdiri. Dia mendorong unnie-nya keluar kamar sambil mengangguk sedikit ke arah Jisoo.

Jisoo menghela napas dalam-dalam sambil membuka kunci ponselnya dan menghubungi nomor Jennie. Hari sudah larut tapi dia yakin Jennie tidak akan bisa tidur. Pengacara secara eksplisit menyuruhnya menelepon tidak peduli jam berapa sekarang.

Dia mengangkat setengah ring.

"Jisoo?" Suaranya terdengar lelah namun penuh pengharapan.

"Dia ada di rumah sakit, jangan khawatir dia baik-baik saja, dia akan aman bersama kami di sini." Jisoo sengaja tidak menyinggung luka di tangan Lisa. Jennie sudah punya banyak hal yang harus dikerjakannya.

"Aku pergi ke sana." Jisoo mendengar suara berisik itu.

"Tunggu, Jennie. Jangan."

"Mengapa?!"

"Aku khawatir dia uh-" tidak ingin bertemu denganmu? Tidak, aku tidak bisa mengatakan itu. Itu terlalu kasar. "Dia perlu istirahat, kamu juga perlu istirahat. Tidurlah Jennie."

"Dia akan beristirahat, bersamaku, di rumah kami! Aku akan menjemputnya."

"Itu bukan ide yang bagus" Jisoo mengusap pelipisnya. "kumohon, Jennie? Aku akan bicara lebih banyak padanya besok. Jangan datang ke sini sekarang."

"Jisoo," suaranya parau. "Aku perlu menemuinya sekarang, aku perlu memastikannya. Dia perlu mengetahui kebenarannya," Jisoo mendengar isak tangisnya.

"Dia keras kepala, Jennie-ah. Biarkan dia tenang dulu baru kamu bisa bicara dengannya. Tapi jangan sekarang, dia akan mengatakan sesuatu yang akan dia sesali. Tolong di rumah saja, dia akan baik-baik saja, aku berjanji itu padamu."

Jennie tidak menjawab.

"Tidurlah, Jennie. Aku akan menelponmu jika ada apa-apa." Sambungan terputus.

Sana mengetuk pintu ruang panggilan dan menyelinap melewatinya perlahan. Lisa belum tidur. Obat dan air mineralnya ia letakkan di atas nakas. Dia mendengar Lisa mengucapkan terima kasih, dia mengangguk dalam kegelapan.

Dia membuka pintu untuk keluar.

"Lisa unnie?"

"Hmm?"

HOME (JENLISA) IDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang