03 - Semakin Memburuk
── ⋆⋅☆⋅⋆ ──
Sabrina mencintai pekerjaannya, semua orang tahu tentang hal mutlak itu, berulang kali ia mengatakan hal tersebut. Karier Sabrina sedang bagus-bagusnya, jika ia rajin dan bisa menyelesaikan seluruh pekerjaannya dengan baik, maka perusahaan tidak segan-segan untuk memberikan promosi agar ia naik jabatan lebih tinggi lagi.
Siapa yang tidak akan tergiur?
Namun semua itu musnah hanya dalam satu malam.
Rasanya perusahaan tempatnya bekerja menjadi tempat paling menakutkan yang sanggup membangunkan kembali trauma sialan yang sudah susah payah Sabrina kubur dalam-dalam. Bagaimana ia berjuang bersama Ansel ke sana-kemari bertemu pesikiater hingga nyaris menjadi pasien dokter spesialis kejiwaan. Sabrina sudah baik-baik saja berkat usaha dan segala upaya yang dilakukan oleh Ansel tanpa lelah.
Sialan!
Sabrina membenci semua ini, termasuk dirinya sendiri. Tolong katakan jika bukan hanya dirinya yang menghadapi nasib tragis dan naas ini. Tolong katakan jika semua orang mengalami hal gila ini agar ia tidak gila sendirian.
Ia tidak ingin berangkat bekerja, Sabrina takut setengah mati.
Ansel membuka pintu kamarnya ketika Sabrina tak kunjung keluar, padahal seharusnya perempuan itu sudah membangunkan Revin dan memandikan anak mereka. Tidak biasanya Sabrina seperti ini, langkah Ansel terhenti ketika ia mendapati Sabrina melamun di depan meja riasnya, menggigit kuku jarinya dengan gerakan monoton.
Ansel menghela nafas lantas kembali melangkah, tangannya terulur melewati pinggang Sabrina untuk bertumpu di atas meja, menelengkan kepalanya sambil mengernyit ketika Sabrina tak merespon kehadirannya dan tetap melamun dengan pandangan kosong ke arah cermin.
"Sabrina." Tak ada jawaban, membuat Ansel semakin mengernyit.
Satu tangannya yang lain bergerak mengusap kepala perempuan itu, "Sabrina!" sedikit ia menaikan volume suaranya dan barulah Sabrina tersentak.
Perempuan itu mengerjap panik dan menoleh kaget ke arahnya.
"Kamu sakit?" tanya Ansel yang segera dibalas gelengan—dengan terlalu cepat—oleh Sabrina.
"Enggak kok!"
"Kamu mikirin apa?" tanya Ansel lagi, Sabrina mengerjap sebelum menelan ludahnya dan kembali menggeleng.
"Mungkin aku kecapekan ..." jawabnya lirih sambil memandang kembali ke arah cermin, sejenak Sabrina terdiam sebelum terbelalak lalu menatap ke arah jam dinding. "REVIN!"
"Sudah aku bangunin dan sudah aku mandiin." Ansel menegakkan kembali tubuhnya.
"Maaf ..."
"Kamu gak perlu minta maaf, Sabrina. Kamu beneran gak papa?" tanya Ansel yang lagi-lagi dijawab gelengan oleh perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Captivated Me 2: Belenggu
Любовные романы[update setiap Rabu dan Sabtu] Setelah menerima takdirnya menjadi istri dari Ansel Andaresta, Sabrina pikir hidupnya akan baik-baik saja. Bukankah Ansel sangat sempurna? Ia akan bahagia. Nyatanya Sabrina salah, pernikahan yang seharusnya 'indah' men...