Part 3

581 78 10
                                    


Dua hari kemudian, sebuah surat tiba di kediaman keluarga Dominic. Surat itu datang bersamaan dengan makanan manis dari Hazel.
Arabella menerimanya dengan senang hati. Ia meletakkan makanan itu di atas meja dan menatanya dengan cantik. Ia mengambil surat dan menghampiri Cliff yang sedang duduk di ruang keluarga.

"Suratnya sudah datang. Hanya sepucuk surat ini saja membutuhkan dua hari." Arabella membuka surat sembari menggerutu.

"Dia harus memikirkannya dengan baik,"sahut Cliff.

"Ya begitulah." Dalam hitungan detik, raut wajah Arabella berubah."Mobil, perhiasan, pakaian mewah, tas, sepatu." Arabella terbelalak setelah menerima catatan dari Hazel. Ia sampai membaca ulang tulisan tersebut karena tak percaya.

Cliff menoleh,"Kenapa, Bu?"

"Kenapa dia meminta sebanyak ini!" Arabella meremas kertas berisi daftar permintaan Hazel.

Cliff kembali fokus pada majalah yang sedang ia baca."Bukankah itu sedikit?"

"Sedikit apanya? Itu belum termasuk emas seribu gram yang dia minta. Apa dia sedang memeras kita?" Arabella tertawa sinis.

Cliff melirik ke arah Ibunya yang sedang mengomel. "Turuti saja, Bu."

"Tapi ini banyak, Cliff, totalnya bisa mencapai lima miliar." Arabella memijit pelipisnya. Tampaknya Hazel sedang memanfaatkan keadaan. Ia tahu betul bahwa Arabella sangat membutuhkan calon istri bagi Felix. Ia cukup menyesal karena sebelumnya bernegoisasi dengan Hazel.

Cliff menutup majalahnya dan meletakkan ke bawah meja. "Kita mampu membayarnya."

"Ini bukan soal mampu atau tidak. Aku merasa tidak rela memberikan uang sebanyak itu untuk istri Felix."

"Tapi, jika kita menolak, Hazel bisa membatalkan pernikahan. Lalu, Ibu harus mencari wanita lain. Felix bisa kabur lagi. Lagi pula, wanita itu hanya tahu bagaimana menggunakan uang. Uang itu akan segera habis dan dia tidak bisa apa-apa,"kata Cliff.

Carissa dan Hazel memiliki popularitas yang sama. Namun, ia tidak mengerti kenapa orang meletakkan mereka pada tempat yang setara. Hazel hanya memiliki kecantikan dan kekayaan. Sementara Carissa, dia wanita yang pintar, kaya, cantik, dan memiliki jabatan yang bagus di kantornya. Mungkin standar orang-orang telah berubah.

Arabella mengangguk-angguk."Hah, baiklah. Kau terima saja ini, wanita mata duitan. Aku akan membuat hidupmu seperti di neraka." Wanita paruh baya itu berdiri."Aku akan memberikannya pada Felix."

Arabella melangkah dengan dagu terangkat. Ia membuka ruang kerja Felix tanpa mengetuknya lebih dulu. Felix terkejut, kemudian ia bersikap biasa saja. Itu sudah biasa Arabella lakukan padanya, bersikap tidak sopan.

"Ini adalah permintaan calon istrimu. Minta Victor menyediakannya dan kau keluarkan uangnya."

Felix menerima surat yang sudah diremas Arabella. Kini ia harus membaca surat yang kusut. Permintaan Hazel cukup banyak, tetapi, ini adalah permintaan yang wajar. Pada umumnya pihak calon pengantin wanita akan meminta sejumlah barang dari calon suaminya sebagai bentuk keseriusan dan kasih sayang.

Arabella bersedekap sembari memperhatikan ekspresi Felix yang datar."Kau harus melakukannya sekarang. Jangan menundanya."

Felix mendongak. "Kapan pernikahan akan dilaksanakan?" Felix berharap semua masih bisa dibatalkan.

"Minggu depan."

"Apa?" Felix tersentak,"kapan itu diputuskan? Kenapa tidak bertanya lebih dulu padaku?"

"Orang tualah yang memutuskan. Kau ingin melarikan diri lagi dan membuat keluarga malu? Ingatlah, kita sudah sampai sejauh ini. Jangan sampai kau mempermalukan Ayahmu. Lakukan dengan baik." Arabella.memutar badannya dan meninggalkan ruangan tersebut.

Felix menghela napas berat, kemudian menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi. Andai saja ia tidak memiliki harapan bertemu Ibunya, mungkin ia memilih bunuh diri. Ia sangat tidak nyaman hidup dalam rumah ini.

Felix membuka laci mejanya. Ia mengambil foto Ibu kandung dan mengusapnya."Aku akan menikah. Tapi, aku tidak tahu apakah aku akan bahagia atau tidak. Andai aku tahu Ibu ada di mana, aku akan pergi menemui Ibu. Aku tidak akan kembali ke rumah ini lagi."

Felix memanggil Victor melalui telepon di mejanya. Tidak lama kemudian, Victor datang menghadap.

"Tolong siapkan sesuai catatan di sini.  Sesuai dengan merk, jenis, ukuran, dan warna yang diinginkan."

"Baik."

Felix mengeluarkan cek dan menulis angka."Ini uangnya. Tolong selesaikan secepatnya. Jika masih belum cukup, datanglah lagi."

Victor menerima cek tersebut dan menimangnya. "Apa Tuan Muda yakin ingin menikahi wanita itu?"

"Aku menikah hanya karena keinginan Ayah dan Ibu. Setidaknya dia wanita yang baik saat kami bertemu. Seandainya terjadi sesuatu padaku nanti, aku tidak tahu lagi, Victor. Mungkin inilah takdirku,"balas Felix pasrah.

Victor memandang Feliz dengan sedih. Bertahun-tahun ia menjadi asisten pribadi Felix. Pria itu masih saja memasang wajah datar dan memilih bersesih secara diam-diam. Ia bahkan lebih cocok dikatakan sebagai tahanan daripada pewaris di keluarga ini.

"Tidak usah sedih, Victor. Ini lah kehidupan, tidak selalu sesuai dengan keinginan kita,"kata Felix yang memahami ekspresi Victor.

Victor membetulkan kaca mata yang ia kenakan."Meskipun saya hanyalah asisten Anda, saya sangat berharap Anda segera menemukan kebahagiaan."

Felix mengangangguk."Terima kasih, Victor. Semoga kau juga bahagia."

"Kalau begitu saya permisi."

Felix bangkit dan berdiri di tepi jendela. Ia menyibak tirai dan melihat ke sudut kota. Ia sudah lupa bagaimana kehidupan di sana. Sudah terlalu lama ia berdiam diri di sini untuk bekerja. Ia bahkan tidak memiliki teman dekat.

Felix merasa tubuhnya sangat sehat hari ini. Ia meraih kunci mobilnya. Ia akan jalan-jalan sebentar berkeliling.

Setiap sudut kota sangat sibuk seakan-akan waktu berjalan begitu cepat. Felix melajukan kendaraannya dengan perlahan. Ia sangat menikmati waktu luangnya kali ini.

Ada sebuah cafe yang menarik perhatian Felix. Pria itu menghentikan kendaraannya di sana. Lalu masuk ke dalam gedung itu. Di sana sangat ramai, sehingga Feliz merasa tidak nyaman. Ia berbalik arah ingin pergi.

Felix tersentak saat ia hampir saja menabrak seseorang. Wanita itu tersenyum.

"Hazel?"

"Hai, calon suamiku. Sedang apa kau di sini?" Hazel memandang Felix dengan begitu dalam.

Felix membuang wajahnya yang terasa panas."Tidak ada. Kenapa kau di sini? Kau sedang mengawasiku, ya?"

Hazel mengendikkan bahu "Aku sedang bersantai setelah bekerja. Lalu aku melihatmu. Kau sudah menerima surat dariku?"

Felix mengangguk pelan."Permintaanmu yang banyak sekali itu sudah kukabulkan."

"Kau ketus sekali. Kau marah padaku?"

"Iya. Aku marah padamu karena menerima lamaranku." Felix berjalan meninggalkan Hazel.

"Astaga, dia lucu sekali." Hazel terkekeh. Ia memilih untuk tetap di sana daripada mengikuti Felix.

Felix masuk ke dalam mobil sambil memegang dadanya. Kondisinya selalu seperti ini ketika bertemu dengan wanita itu. Tetapi, ia sama sekali tidak boleh tertarik atau sampai jatuh cinta padanya. Ia tidak pernah tahu sejauh mana Hazel dan Arabella bekerja sama. Ia ingin bertemu dengan Ibunya, ia harus bertahan hidup.

💜💜💜

PEACHY BITCHYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang