Four

364 16 0
                                    

4. Start

"Kelemahan mu, ya?" Seorang pria dengan menggunakan setelan jas rapi. Berdiri dengan angkuh didepan jendela besar. Mata elangnya ia bawa untuk memperhatikan gedung-gedung pencakar langit, sesekali melirik kebawah untuk melihat kendaraan-kendaraan yang nampak kecil dari atas gedung.

Ketukan dari sepatu pantofel terdengar. Semakin mendekat. Membungkukkan badannya dan berkata "Ini laporan yang anda minta Tuan."

Pria yang dipanggil 'Tuan' itu tidak menoleh sedikitpun. Ia justru merogoh sesuatu dibalik jas hitam mahal miliknya. Dor! Satu tembakkan ia layangkan kearah betis sang bawahan. "Siapa yang menyuruhmu masuk ke ruangan ku tanpa izin?"

"Maaf, Tuan.." Pria itu terjatuh. Menikmati rasa sakit yang baru saja ia dapatkan dari sang atasan. Tak lama dari itu, dua orang bertubuh kekar dengan pakaian sama mulai berdatangan di ruangan tersebut. Tanpa ada perintah, mereka dengan segera membopong tubuh yang sudah tergeletak.

Senyuman tipis terbit dari bibir tebal itu. Ia meniup ujung pistol yang mengeluarkan asap, seakan bangga dengan tindakannya.

James Lantsow. Seorang iblis yang menyamar sebagai manusia. Semua yang ia inginkan akan menjadi miliknya dalam satu jentikan jari. Badan kekar, iris segelap malam, dan pahatan indah yang tertutup oleh ekspresi datar.

Kekasih tercinta sudah lebih dulu meninggalkannya. James hanya memiliki satu keturunan. Satu anak laki-laki yang kelak akan menggantikannya. Menggantikan posisi sebagai iblis.

James berjalan kearah meja kerja yang dipenuhi dengan perkumpulan buku-buku tebal. Ia mengambil map yang berisikan tentang biodata seseorang, membacanya dengan seksama, dan tersenyum.

"Beautiful name. I want to try your blood."

•••

Kini terlihat seorang anak kecil duduk bersandar. Menikmati setiap gigitan kukis yang manis, mulutnya bergerak kesana-kemari, pipi yang terlihat chubby dengan hiasan remahan kukis yang menempel itu terlihat menggemaskan. Sempurna!

Matanya fokus untuk melihat pemandangan didepan sana. Langit sore disertai satu cahaya yang sangat bersinar. Nyaman untuk dinikmati. Elio iri terhadap sunset, mengapa demikian? Karena sunset hanya singgah diwaktu yang singkat, namun kehadirannya mampu membuat orang berbinar. Memujanya layaknya sebagai Tuhan. Namun tidak, Elio tidak ingin dipuja seperti Tuhan, ia hanya ingin kehadirannya membawa kehangatan. Oh Elio, apa kau masih belum sadar?

Elio memejamkan matanya, menikmati hembusan angin dingin yang menerpa wajah Elio. Merasa akan kedatangan seseorang, Elio segera membalikkan tubuhnya. Mata cokelat itu bertubrukan dengan mata cokelat lainnya yang terlihat sayu nan lemah.

Bibir tipis dengan warna sedikit merah itu terangkat, Elio berlari pada sosok itu dan memeluknya erat. Buliran bening mulai berlomba-lomba untuk siapa yang lebih dulu jatuh dan membasahi pipinya.

"Isha kemana aja? Lili kangen sama Isha, jangan pergi lagi, Isha." Tutur Elio pelan. Ini terlalu tiba-tiba bagi Elio, ia tak menyangka, ia tak percaya.

Sebuah tangan lentik terangkat untuk mengusap punggung Elio, gerakannya sangat lemah. "Sst, sudah, ya? Jangan menangis." Suara lembut dan sopan itu mengalun indah di pendengaran Elio. Terdengar nyaman, dan menjadi suara favorit Elio.

Golden Cage [slow up]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang