𝐜𝐡𝐚𝐩𝐭𝐮𝐫𝐞 𝐟𝐢𝐯𝐞 — 𝐬𝐞𝐬𝐢𝐧𝐠𝐤𝐚𝐭 𝐩𝐞𝐫𝐣𝐚𝐥𝐚𝐧𝐚𝐧
Hari pertama;
Usai diperkenankan beristirahat di asrama tempat Yujio dan yang lain tinggal, Jihan pergi menemui Taezio bersama Gyu—ralat, Pangeran Gyuvinyys atas kemurahan hati Yang Mulia Zeus.
Ya, dia adalah keturunan bangsawan asli Yunani. Jadi, wajar jika waktu itu semua tak berkutik setiap kali Gyuvinyys bicara. Dia anak penguasa di zamannya.
Sempat terlintas, Jihan akan dimintai penjelasan lengkap prihal sekian banyak pernyataan sampai tak bisa tidur dengan tenang. Terlalu paranoid mempersiapkan kata-kata yang sekiranya pantas di utara dan tidak menyinggung.
Terngiang peringatan (yang lebih mirip seperti ancaman dari Yujio) salah langkah, maka segera ucapkan selamat tinggal kepada leher yang akan kehilangan kepala.
Bagaimana Jihan tidak uring-uringan setengah mati, dibuatnya coba? Baru membayangkan saja, sudah membikin kebas sebadan-badan. Memang, Yujio dan mulut ringan tuturnya yang menyebalkan.
Namun, ternyata tak seperti sukarnya ekspektasi, realita berkata sebaliknya. Yang Mulia Zeus bahkan tak menatap barang sedikit, dia berdiri membelakangi menghadap singasana mewah bertatah permata dengan jubah menjuntai sampai ke lantai.
Konon, Yang Mulia Zeus bisa mencium niat jahat seseorang dari jarak berkilo-kilo meter jauhnya, dan akan langsung menjadi wujud mengerikan untuk memberi hukuman.
Agak sedikit lega, secara harfiah, Jihan tidak seburuk apa yang sering adiknya katakan. Meski, manusia tidak bisa mengukur kadar kebaikan dan kejahatan pada diri sendiri.
Berlanjut, pada Taezio yang mulai menyelidiki asal-mula dan kolerasi pararel yang menghubungkan antara era modern dan masa lalu.
Merta, bagaimana lingkaran sistematis yang mampu menyebabkan perpindahan sebuah molekul berbeda karakteristik hingga bisa sampai berbaur ke dalam dunia berbeda— sebagai analogi kedatangan Jihan dari masa depan yang bahkan belum terjamah sampai tahun itu, warsa dua ribu dua empat. Sedang, dalam penghitungan kalender masa ini, baru memasuki abad ke lima.
Lalu, Taezio menyimpulkan, pasti terdapat portal penghubung lain, selain danau Amor yang menjadi tempat tinggal Siren. Atau, ada sesuatu yang bahkan jauh lebih rumit.
Kendati, yang menjadi titik gasal tak terpecahkan adalah; tiada setangkai pohon pun tumbuh di wilayah itu, seperti apa yang Jihan ceritakan secara konsisten; bahwa dia masuk ke dunia ini melalui akses lorong pohon bungur dan langsung tenggelam ke dalam palung.
Semakin mempersulit penerawangan Taezio. Dia masih belum bisa menemukan jawaban pasti, mengapa, dan kenapa Jihan bisa sampai bertransmigrasi.
Karena, ini adalah kasus pertama dan mungkin tidak pernah lagi terjadi.
Apalagi, menilik silsilah leluhur terdahulu, sudah dapat di pastikan Jihan asli Asia—yang kala itu masih berupa daratan hijau membentang dan sabana-sabana minim penghuni.
Kabar baiknya, Taezio masih gigih meneliti. Guna bantu Jihan supaya bisa kembali.
“Terima kasih atas kerja kerasnya, Taezio.” Jihan meletakan sepiring buah persik kupas pemberian Guniko di meja kerja Taezio yang hanya terlihat pucuk kepalanya saja, terhalangi tumpukkan buku penelitian bersampul tebal yang sejak dua hari lalu tak pernah Taezio tinggalkan.
Semula, Jihan merasa tidak enak hati, melihat bagaimana Taezio begitu serius mencari cara agar ia bisa kembali. Taezio bahkan terus melewatkan jam makan. Jihan menjadi khawatir, takut lelaki itu kelelahan karena terlalu memforsir diri.
Kendati, usai mendengar ucapan Guniko tadi pagi; mengatakan justru itulah keahlian utama Taezio yang bagai terseret ke dalam terowongan tanpa ujung ketika bekerja merta tidak akan ada seorangpun yang mampu menariknya kembali sekalipun itu adalah yang Mulia, tidak akan pula beranjak barang sedikit sebelum menemukan sesuatu yang dicari, dan akan menjejal makanan apapun yang ada di sekitarnya, Jihan merasa sedikit lega. Dia bisa mengambilkan Taezio makanan yang ada lalu menyimpannya di meja.
“Andai, aku membawa cat dan kuas, aku akan melukis tempat ini sebagai pertanda bahwa aku tidak sedang bermimpi.” Jihan bergumam, menipiskan bibir seraya menaut kedua tangan di belakang tubuh. Berjalan keluar dari perpustakaan-- yang langsung disuguhi pemandangan kota 𝘏𝘢𝘭𝘭𝘦𝘴 yang nampak seperti peradaban modern persis seperti yang digambarkan dalam buku-buku sejarah, ada banyak gedung-gedung tinggi menjulang dengan arsitektur megah.
Dilangkah kesekian, Jihan berhenti. “Pange—” Jihan langsung mengulum bibir ke dalam begitu Gyuvinyyz memberi gestur untuknya diam—menyimpan telunjuk depan bibir. Melihat dari jubah lusuh yang dikenakan, sepertinya pangeran kembali menyamar menjadi rakyat jelata tanpa sepengetahuan Yujio.
Kepalang tertangkap basah, Gyuvinyyz menghampiri Jihan yang masih tertahan di tempat dengan posisi yang tak berubah. “Ikut aku.”
Semua terjadi begitu cepat, tahu-tahu jemari Jihan sudah tergenggam pada telapak kebesaran Gyuvinyyz. Pemuda jangkung itu, entah akan membawa Jihan kemana, yang pasti, Gyuvinyyz adalah ahli mencari 𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘬𝘶𝘴.
Tahu-tahu, sudah keluar dari benteng istana tanpa ketahuan pengawal dan berbaur bersama warga biasa dengan segala hiruk-pikuknya tanpa meninggalkan bekas kecurigaan.
“Kemarin, pasar tidak seramai ini.” Jihan bersuara di balik punggung Gyuvinyyz yang memapah langkah di depan, seolah Jihan adalah anak kecil yang harus menurut dan akan kehilangan arah apabila genggaman dilepaskan. Kepalanya secara tak sadar tertoleh ke arah jarum jam sembilan, tepat pada bukit di sebelah kanan pasar yang hanya terlihat ujung runcing bangunan kuil Phartenon saja.
“Empat hari lagi, akan digelar acara Olimpiade.”
Seketika, kaki Jihan berhenti melangkah, begitu juga Gyuvinyyz. Dia menatap puan yang nampak begitu mungil ketika berada di sampingnya itu heran.
“Kenapa?”
“Wow, di zaman ini pun sudah ada yang namanya Olimpiade? Daebak!” Rupanya, yang berhasil menarik atensi Jihan sepenuhnya adalah plakat dari kulit hewan yang membentang di tugu utama pasar, Jihan tidak tahu tulisan apa yang dimuat di sana, yang pasti dia merasa takjub sekarang. Apalagi, pada lukisan berwarna yang tergambar diatasnya (berbagai cabang olahraga dan pentas seni) dengan ornamen perpaduan teknik abstrak, Jihan semakin dibuat tak bisa berkata-kata.
“Mau berjalan-jalan?”
Jihan berbalik dengan kedua mata berbinar. “Mau!”
Yang diam-diam, menarik garis tipis pada wajah Gyuvinyyz ketika melihat betapa antusiasnya si gadis.
· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·
𝗠𝗶𝗻𝗴𝗴𝘂, 𝟬𝟴 𝗦𝗲𝗽𝘁𝗲𝗺𝗯𝗲𝗿 𝟮𝟬𝟮𝟰
𝟭𝟵.𝟮𝟲 𝘄𝗶𝗯
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] potret semu, kim gyuvin
FanfictionMempersembahkan bagian satu dari proyek 𝗹𝗲𝗸𝗮𝘁 𝗱𝗶 𝗮𝗻𝘁𝗮𝗿𝗮 𝘀𝗶𝗻𝗴𝗸𝗮𝘁: ❝ Semu; tak selalu berupa abu senadi kelabu, sebab Han Jihan baru saja menemukan s...