ɪ. ᴘ ᴏ ᴛ ʀ ᴇ ᴛ s ᴇ ᴍ ᴜ [○]

83 15 16
                                    

╹𝐬𝐞𝐦𝐢-𝐫𝐨𝐦𝐚𝐧𝐜𝐞, 𝐟𝐚𝐧-𝐟𝐢𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧, 𝐟𝐚𝐧𝐭𝐚𝐬𝐢, 𝐟𝐫𝐢𝐞𝐧𝐬𝐡𝐢𝐩╻










┅┅┅┅┅┅┅┅
𝐟𝐭. 𝐊𝐢𝐦 𝐆𝐲𝐮𝐯𝐢𝐧 𝐙𝐁𝟏
& 𝐇𝐚𝐧 𝐉𝐢𝐡𝐚𝐧 𝐖𝐞𝐞𝐞𝐤𝐥𝐲
┅┅┅┅┅┅┅┅









𝐜𝐡𝐚𝐩𝐭𝐮𝐫𝐞 𝐨𝐧𝐞 - 𝐬𝐞𝐦𝐮 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐢𝐫𝐮

              𝗝𝗮𝗿𝘂𝗺 𝗶𝗺𝗮𝗷𝗶𝗻𝗲𝗿, konsisten berotasi senadi pula hiruk-pikuk berangsur redam tak terdeteksi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𝗝𝗮𝗿𝘂𝗺 𝗶𝗺𝗮𝗷𝗶𝗻𝗲𝗿, konsisten berotasi senadi pula hiruk-pikuk berangsur redam tak terdeteksi. Detik menjelajah setiap gugus angka dalam putaran penuh hingga sampai pada titik nabastala kehilangan semua gradasi warna.

Demikian, bagaimana hitam pekat menyapa, berbaur bersama selindung cahaya kontras purnama yang baru saja naik singasana takhta. Surat terbuka persilahkan para musisi nokturnal lakonkan orkestra, seiring penghuni bumi berlabuh dalam alam bawah sadar mereka.

Tepat ketika dersik angin kencang berhasil dobrak paksa pertahanan jendela hingga terbuka, suara berisik usik ketenangan 𝗛𝗮𝗻 𝗝𝗶𝗵𝗮𝗻 dari nyenyak tidur bersama dada berdebar-debar merta netra terbelalak lebar.

Embus dingin anila tetiba menerpa raga, buat Jihan telan ludah seketika bersama peluh menetes dari pelipis. Cipta sugesti maya, cerca perasaan tak biasa berlarian abstrak pada atma.

Mendadak, Jihan disergap gelisah berlebih. Ada sekelumit anomali yang tak mampu ia jabar melalui surah diksi.

Siklus lumrah kala tak sengaja terbangun tengah malam, barangkali. 𝘖𝘷𝘦𝘳𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯𝘨-memikirkan begitu banyak hal rancu yang bahkan belum pernah terjadi.

Dan hanya dengan begitu, Jihan merasa tak akan bisa tidur kembali. Sebab, kini kedua mata terjaga sempurna. Kantuk pelik menjemput, peluk diri yang kini diterkam habis-habisan gelenyar aneh.

Seperti, baru saja alami mimpi buruk, kendati memori tak menayangkan seberkas rekaman apapun. Kosong melompong, bagai terhapus otomatis ketika terbangun.

Ubah posisi menjadi setengah duduk. Jihan menatap keluar jendela.

Malam ini, bulan bersinar agak ganjil, ada semberawut asap sewarna biru aneh menyelimuti permukaannya.

Persimpangan pada kening nyaris bertaut. "Padahal di televisi tidak mengatakan akan terjadi fenomena 𝘣𝘭𝘶𝘦 𝘮𝘰𝘰𝘯 malam ini." Entah bergumam kepada siapa, barangkali kepada jangkrik dan burung hantu yang diam-diam mengintai dalam gelap persembunyian dengan retina menyala terang.

Bulu-bulu halus pada tengkuk mendadak menegang, tatkala tak sengaja beradu pandang dengan seulas senyum misterius dalam potret klasik sosok pangeran.

Yang katanya, adalah putra Athena. Terlukis apik selaras penggambaran hiperbola tentang paras para dewa, dalam novel atau cerita remaja yang acapkali di analogi sebagai sesuatu sempurna tanpa cela.

Berlatar istana Yunani kuno, yang konon porak-poranda tertimbun peradaban ribuan tahun silam-sang pangeran terjangkar monokrom.

Benda itu pemberian mendiang Kakek tiga minggu lalu, masih tak bergerak dari posisi sebelumnya. Dibiarkan teronggok di sudut temaram kamar.

Belum pula sempat Jihan pajang dengan layak sebagai bentuk penghargaan sekaligus apresiasi atas apa yang Kakek buat dengan penuh dedikasi.

Berpindah, pada eksistensi pohon bungur yang berada tepat di depan kamar. Seakan ada magnet yang mengunci, Jihan habiskan sekon sekadar mengamati bagaimana rapuh tangkai dedaunan terombang-ambing kesana-kemari.

Arkian, entah ilusi optik semata-- karena teknisnya Jihan baru bangun tidur sedang kesadaran masih tersisa setengah diawang-awang, atau memang benar adanya mata menangkap siluet hitam berlari tergesa, masuk ke dalam pohon.

Sangat cepat. Sampai, Jihan merasa jika ia memang benaran tengah melantur. Mustahil ada manusia berkeliaran selarut ini.

Pikiran Jihan, seketika berkelana.

Kendati, semakin Jihan berasumsi jika itu hanya sekadar rekaan delusi, otak kian memberi penegasan jika apa yang dilihat memang sungguhan asli.

Dia masuk ke dalam lubang pohon, kemudian menghilang. Menyisakan perasaan janggal, mengganjal.

Sebab logika berhasil dikuasai penasaran, Jihan menanggalkan selimut, berjalan keluar melalui jendela. Langkah pelan, Jihan mendekati pohon itu dengan perasaan ambivalensi-antara ragu, tetapi juga ingin tahu.

Bersyukur, bulan memancar cahaya seterang lampu, memudahkan Jihan mengeksplorasi lebih jauh lagi.

Cukup terkejut, tak menyangka di balik batang kokoh bungur berusia lebih tua darinya itu terdapat sebuah rongga menganga.

Layak ditarik energi gaib guna enyahkan rasa takut dan waspada, Jihan masuk tepat kala lorong perlahan menutup.

Hanya dalam kisaran tak sampai seperempat detik, Jihan jatuh terjerembab ke dalam sebuah palung sewarna biru kaca.

Sangat indah.

Sibuk mengagumi, Jihan telat menyadari jika ia nyaris tenggelam. Ia tidak bisa berenang. Palung ini sangat dalam.

"Tol-𝘣𝘭𝘶𝘬𝘣𝘶𝘬𝘣𝘶𝘬𝘬!!"

Ceroboh!

Jihan melupakan bagian krusial-bahwasanya saat tengah berada dalam kungkungan air, berteriak meminta tolong sama saja mengantar ajal dengan senang hati. Sebab, air memiliki celah untuk mengakuisisi paru-paru.

Hanya karena satu kebodohan, Jihan karam bersama bayangan temaram, mengantar bisik aneh menyapa rungu pula gelenyar tabu tatkala benda kenyal menyapa bibir pula sentuhan hangat yang entah berasal dari mana menarik tubuh perlahan dari dasar.

Samar-samar, Jihan melihat sesosok manusia memeluk raga untuk kemudian membawanya ke permukaan sebelum ia hilang kesadaran.

Potret itu?






Sabtu, 22 Juni 2024






Tes ombak dulu, untuk latar malam sama sedikit misterius nya kira-kira dapet, enggak? Jujur, agak kurang percaya diri, mengingat aku udah lama hiatus dan baru garap cerita lagi di book sebelah setelah bertapa sekian lama.

Funfact, kalau sebenarnya cerita ini semula adalah one-shot atau sekali tamat, tapi aku revisi besar-besaran dan ku jadikan cerita ber episode :))

Buat cast, sengaja ambil Gyuvin sama Jihan, entah, tapi aku suka sama mereka meskipun mereka belum pernah ada interaksi apapun. Kaya gemes aja gitu, mana sama-sama line 04.

Sekian, cuap cuap enggak penting ini. Di akhiri dengan salam hangat dan salam kenal dari saya, selaku manusia yang ngaku-ngaku penulis, tapi mager buat nulis hhhheee ....

[i] potret semu, kim gyuvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang