Kepala rasanya berdenyut, otaknya merekam semua masa lalu hingga terhanyut. Hatinya juga terasa ada suatu hal yang menyayatnya, air mata sudah tidak bisa lagi keluar. Sebab, dirinya sudah berminggu-minggu menangisi kepergian sang kekasih. Beomgyu sudah jatuh lebih dalam, jatuh cinta kepada murid kesayangannya. Ingatan mengerikan masih terekam jelas, jiwanya tergeser setelah kejadian peledakan yang terlalu gegabah itu.
"Lalu, apa lagi?"
Dokter Han, seorang psikiater yang diutus oleh polisi untuk menangani kasus peledakan perusahaan yang bersangkutan dengan Beomgyu, terus bertanya soal bagaimana peledakan itu terjadi.
"Aku telah membunuhnya, membunuh cintaku, separuh dari hatiku," jawab Beomgyu.
"Bagaimana cara kau meledakkannya?" tanya Han yang sudah siap dengan pulpen dan juga kertas.
"Cintaku yang manis, telah pergi," jawab Beomgyu sambil menunduk dan tersenyum-senyum. "Tetapi, sungguh. Dia memiliki wajah yang manis dan menggemaskan. Salahku meletakkan peledak itu di lemari dokumen di ruangan Ayahnya."
Dokter Han mulai menulis poin-poin penting yang diucapkan Beomgyu, walau hanya sedikit. "Sudah kau siapkan rencana selama tiga hari sebelumnya? Atau kau sengaja menyelinap pada malam itu?"
"Maafkan aku, sayang. Maaf."
Dokter Han terus mempertanyakan hal yang sama mengenai kecelakaan, namun Beomgyu hanya sibuk menjelaskan tentang kekasihnya. Tidak lama kemudian Beomgyu tertawa saat memorinya mengingat hal-hal manis bersama Taehyun. Namun saat dirinya sedang mengingat kematian Taehyun, Beomgyu kembali menangis dan menatap tangannya yang terasa ternoda. Dokter Han menghela napasnya dan mulai menutup bukunya guna menutupi sesi wawancara. Ia keluar dari kamar Beomgyu dan mendapati seorang lelaki berpostur tinggi sedang berdiri tegap di samping pintu.
"Bagaimana, Dokter?" tanya Yejun setelah melihat Han yang keluar dari kamar Beomgyu.
"Ini hasil rekaman dan kesimpulan yang aku dapat. Mungkin ini bukti yang bisa kau serahkan di kantor polisi. Aku sudah berusaha mengajaknya berbicara tetapi dia seperti sibuk dengan pikirannya dan butuh penanganan yang serius." Yejun mengangguk-anggukkan kepalanya dan menerima kertas yang diberikan oleh Dokter Han. Ia mendekati kamar tersebut dan berdiri di ambang pintu.
Yejun dapat melihat keadaan Beomgyu yang sangat buruk di dalam kamar rumah sakit jiwa ini. Tatapan matanya kosong, tubuhnya yang mulai kurus dan juga beberapa luka sayatan yang dibuatnya sendiri. Terkadang Yejun memanggil namanya, tetapi Beomgyu jarang mau merespon panggilan tersebut.
"Sampai kapan Anda akan seperti ini, Tuan?" ucap Yejun yang masih di ambang pintu.
Beomgyu diam dan memeluk bingkai fotonya yang terdapat wajah Taehyun di sana. Beomgyu melirik Yejun dengan tajam. "Bisakah kau tidak mengganggu saat aku sedang berduaan dengan kekasihku? Pergi bajingan!"
Yejun terdiam sejenak dan memutuskan untuk menutup pintu kamarnya. Sudah sering Yejun diusir atau bahkan dimaki-maki oleh Beomgyu. Dengan terpaksa, Yejun melangkahkan kakinya pergi menjauh dari kamar Tuannya dan dapat terdengar suara tawa sekaligus suara tangis milik Beomgyu. Hari-hari berikutnya tidak lebih baik. Tuannya semakin tenggelam dalam kegilaan dan rasa bersalahnya. Setiap kali Yejun datang berkunjung, ia menemukan Beomgyu semakin jauh dari kenyataan.
Terkadang Beomgyu melakukan hal diluar duga, dari menggunting jarinya sendiri, menggunting rambutnya sendiri hingga ke kulit kepala dan yang paling mengerikannya saat Beomgyu mulai menggigiti jari kukunya hingga terluka. Seringkali juga Beomgyu ditangani oleh lima perawat dan suntikan berkali-kali agar Beomgyu bisa tenang. Yejun saat mengetahui Tuannya seperti itu, semakin rajin ia menjenguk Beomgyu untuk melihat kondisinya.
"Taehyun, maafkan aku," gumam Beomgyu berulang-ulang, seakan itu adalah mantra yang bisa membebaskannya dari rasa sakit yang ia rasakan. Dan hanya kalimat itu yang dikeluarkannya, setelah semua luka yang ia perbuat sendiri.
°❀❀❀°
Malam itu, Yejun kembali ke rumah sakit jiwa dengan membawa hasil investigasi terbaru. Dirinya sedang berpihak di keluarga Taehyun, dengan janji akan mengusut kasus Taehyun dan pastinya dengan permohonan agar Beomgyu dapat keringanan penjara. Yejun juga sudah tega menumbalkan beberapa anak buah Tuannya untuk menjadi kambing hitam. Dia berdiri di depan pintu kamar Beomgyu, ragu untuk masuk. Mendengar suara tangis dari dalam, Yejun menguatkan hati dan membuka pintu.
"Tuan Michiro, aku punya kabar baru," kata Yejun, mencoba menarik perhatiannya. Namun, Beomgyu hanya menatap kosong ke arah dinding, memeluk foto Taehyun erat-erat.
"Dia masih ada di sini, Yejun," kata Beomgyu dengan suara serak. "Aku bisa merasakannya."
Yejun mengulum bibirnya dan berucap dengan hati-hati, "Tuan, Taehyun ingin anda bahagia. Dia tidak ingin melihatmu seperti ini."
"Bahagia?" Beomgyu tertawa getir. "Bahagia adalah kata yang tak lagi punya makna bagiku."
Yejun terdiam, merasa tak berdaya. Dia tahu bahwa tak ada kata-kata yang bisa menghapus rasa sakit Beomgyu. Ia terus memeluk foto Taehyun, merasakan air mata mengalir di pipinya. Yejun dapat mendengar kalimat baru yang ducapkannya berkali-kali.
"Aku akan menemuimu, Taehyun. Segera," bisiknya pelan.
Waktu berlalu, namun rasa kehilangan Beomgyu tidak pernah berkurang. Suatu hari, seorang perawat masuk ke kamar Beomgyu dan tidak menemukan pria itu terbaring di tempat tidurnya, hanya ada foto Taehyun dan selembar kertas yang sudah lusuh di kasurnya.
"Beomgyu?" panggil perawat itu dengan cemas, namun tidak ada jawaban. Ketika dia melihat jendela kamar yang pecah dan terdapat banyak noda darah. Perawat itu segera menghampiri jendela tersebut dan mendapati Beomgyu sudah terjatuh di bawah sana.
Yejun yang mendengar berita tersebut langsung menyelidiki kematian Beomgyu dan beruntungnya rumah sakit jiwa yang ditempatinya memiliki kamera pengawas aktif. Dan Yejun dapat melihat rekaman Beomgyu yang telah memecahkan kaca jendela kamar dengan kepalanya, lalu pecahan kaca itu ia tusuk berkali-kali di sekitar nadinya, hingga bajunya ikut ternoda darah. Kemudian ia lompat keluar jendela dengan bebas, yang kondisi kamarnya berada di lantai delapan. Setelah melihat rekaman tersebut ia hanya bisa menghela napasnya dan tak lupa ia menuntut rumah sakit tersebut karena penjagaannya yang kurang.
Yejun sempat melihat jasad Tuannya sebelum dimakamkan dan juga diberikan selembar kertas yang katanya terdapat di kasur Beomgyu bersama foto Taehyun. Yejun terdiam setelah membaca surat tersebut. Seketika ia merasa iba dan merasakan rasa sedih yang dialami Tuannya itu. Di pemakaman, Yejun berdiri di samping makam Beomgyu. Yejun berlutut sambil meletakkan selembar surat dan foto Taehyun disamping foto bingkai milik Beomgyu.
"Semoga kau menemukan kedamaian di sisi Taehyun," bisik Yejun dengan suara bergetar. "Selamat jalan, Tuan Daichi Michiro."
°❀-❀°
Sudah berbulan-bulan lamanya aku menunggumu. Kenapa kau tak kunjung datang? Sesibuk itukah dirimu? Aku sangat tidak sabar ingin menumpahkan rasa rinduku ini. Saat ini aku sedang berada di Jepang, Tokyo. Ayah mengajakku kesini untuk mempelajari perusahaannya. Awalnya aku malas mengikuti kemauan Ayahku, tetapi mengingat Sensei ada di Tokyo, aku mengubah keputusanku. Tapi sayangnya aku tak dapat menemukanmu di keramaian kota. Temui aku, Beomgyu. Aku ingin melihat bunga sakura bermekaran bersamamu, aku ingin kita bersama-sama lagi.
Dan aku akan tetap menunggu sampai kita bertemu.
- Taehyun
°❀-❀°
°❀ Tamat ❀°
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakura Serenade
FanfictionTaehyun yang berbunga-bunga dengan guru les privatnya. Berawal dari orangtua angkat yang memiliki keturunan Jepang dan tergolong kaya. Mereka menginginkan anaknya bisa berbahasa Jepang meskipun sudah lama tinggal di Korea. Sampai dimana, Choi Beomgy...