Chapter 2

10 5 0
                                        

Teman Pertamaku

Baru sebulan sejak kepindahanku dari sekolah lamaku yang berada di Jepang. Sebenarnya aku lahir dari keluarga blasteran. Ayahku berasal dari Indonesia, sedangkan Ibuku berasal dari Jepang. Aku dilahirkan di Kyoto, Jepang. Tapi, pada umur 12 tahun aku terpaksa ikut keluargaku untuk tinggal di Indonesia karena pekerjaan Ayahku.

Ibuku yang sedari awal merupakan tenaga pendidik; pengajar vokal di Kyoto terpaksa ikut berhenti dari karir yang dicintainya demi mengikuti kehendak suaminya. Sejak saat itu bisa dibilang awal mula dari kisah "horror"ku ini dimulai. Semenjak kejadian 4 tahun silam membuatku menjalani kehidupan menyeramkan yang kini selalu aku rasakan.

Karena suatu tragedi, pada umur 15 tahun Ibuku membawaku kembali pindah ke Jepang secara diam-diam. Namun, pada usiaku saat ini yang hanya dipenuhi oleh kenangan buruk yang merekat erat pada memoriku, aku kembali dipaksa pindah ke tempat ini- aku bahkan membenci baunya dalam setiap tarikan napasku.

***


Di sinilah aku berdiri sekarang, di salah satu sekolah swasta di Jakarta- Yap! bukan di SLB; Sekolah Luar Biasa-seperti yang orang sepertiku—harapkan. Kini manik mata kami bertemu. Sekilas ku lihat name tag miliknya-  Josephine Naradipta.
"Nama yang indah" lirihku.

Sejak sebulan kedatanganku di sekolah ini, belum pernah sekalipun aku berinteraksi dengan pria ini. Aku sering melihatnya dari kejauahan. Mengapa tidak, dirinya mempunyai perawakan yang cukup mencolok dari kebanyakan cowok di kelas ini- hidung mancung, kulit putih, wajah tirus,  mata menawan, dirinya tampak bak karakter webtoon di dunia nyata.

Tak heran cewek-cewek di sini suka menatap dan menebar pesona pada lelaki ini di setiap kesempatan. Namun sayang, usaha para gadis itu selalu sia-sia, karena lelaki ini tampak sangat jutek, dingin, dan tak peduli akan sekitar. Ia bahkan jarang berbicara dan berinteraksi dengan teman sekelasnya jika itu bukanlah hal penting. Benar-benar tipe cowok K-Drama yang namja cool city gitu loh..

Namun yang membuatku cukup takjub adalah.. pria ini dengan penuh kesadaran  di wajahnya, melayangkan tinjunya pada wajah si gempal bertubuh tinggi hingga membuatnya terhuyung ke belakang dan tersungkur menabrak meja di belakangnya. Seisi kelas tersontak kaget dan berteriak histeris- tanda tak percaya. Para gadis yang melihat kejadian ini malah semakin jatuh hati karena melihat kejantanan dan kemaskulinan Joseph memukul para pembully.

Tak terima, saat pria bertubuh kecil dan tinggi hendak menghajar Joseph, aksi mereka dihentikan hanya dengan tatapan tajam dari sudut mata Joseph yang tampak mematikan. Keduanya mundur perlahan- terlihat seperti anak kucing yang akan di siram oleh air. Sementara itu, seisi kelas tertawa terbahak-bahak melihat kecupuan dua orang tersebut.
Di sisi lain, si gempal beranjak dengan cepat dari tempatnya tersungkur dan bersiap melayangkan tinjunya pada wajah Joseph.

"BUGH"

Joseph yang tidak siap menerima sebuah pukulan hangat di wajahnya. Membuat sebagian cewek-cewek mencibir dan menyoraki lelaki bertubuh gempal.

"WOY JELEKKK JANGAN RUSAK WAJAH TAMPAN DIA! NTAR MALAH JADI ABSTRAK KEK ELO!" Teriak salah satu gadis hingga diikuti tawa dari seisi kelas.

Lelaki itu tampak begitu kesal saat mendengar ujaran gadis itu. Kini ia malah mengganti targetnya ke arah gadis yang menyorakinya dan bersiap untuk melayangkan kepalan tangannya.

"BERHENTI!!! ATAU BAPAK DISKORS KAMU!"

Namun, aksinya dicegat oleh kedatangan Pak guru-yang berteriak sekeras mungkin—demi menghentikan perkelahian yang sedang terjadi.

Seketika suasana kelas yang tadinya ricuh kini mendadak sunyi, menyisakan keheningan di seluruh penjuru ruangan. Di sisi lain, netra pria itu kembali menoleh ke arahku. Sebuah senyuman masih terpatri di wajah kecilnya. Ia lalu menarik pergelangan tanganku sembari mengantarkanku pada meja kepunyaanku.

Saat diriku hendak duduk, dirinya membisikkan sesuatu pada ujung telingaku.

Aku menoleh ke arahnya dengan mata yang membulat.
"Apa aku tidak salah dengar?"
Pria itu sadar jika diriku ingin mendengar kembali ucapan yang tadi ia lontarkan padaku.

"Aku bilang.. kamu mau jadi temanku gak?"

Perasaan bisa diungkapkan dengan kata-kata. Itu sebabnya dengan satu kata sederhana bisa memberikan banyak makna dalam hidup orang lain.

Di dunia yang dingin dan kejam ini, satu hal yang buat hidup agar terasa tetap layak dijalani bukan perkataan bijak atau ucapan basa-basi. Tetapi, satu ucapan hangat dari perasaan seseorang yang tulus dan apa adanya.

White SunflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang