❝Ableisme❞
"Perbedaan ada bukan untuk ditertawakan"
Aku menguap sembari menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 6.45 pagi. Tatapanku terpaku, mendadak sekujur tubuhku mengeluarkan keringat dingin, jarum panjang jam terasa berputar dengan cepat.
"sial! 15 menit lagi!"Dengan tergesa-gesa aku segera melangkahkan kaki ke arah kamar mandi yang terletak tak jauh dari ranjangku berada. Namun, saat beranjak dan melangkah, kaki kananku menginjak ujung selimut yang menjuntai di lantai-terjatuh dengan tidak anggunly-jidatku mendarat tepat di atas bola kaki kesayanganku.
"Subarashii diriku!! Kini ketampananku sempurna dengan jejak bola kaki sebagai coraknya!!"
"Kuso! Ite- tch! Aku gapunya waktu untuk ini!"Intermezzo dikit.
(Pesan author: Mungkin dari sini kalian sedikit banyak akan jijiks, ilfeel, meriang, dan juga gagal ginjal ketika membaca line Wibrutal mixing ini.. tapi mohon bersabar ini ujian hidup pertama buat readers. Nanti di bawah akan di spill kenapa bokem 1 ini suka nyampurin bahasanya Indo-Jepang—malah kek jamet Saskeh—belum baligh.)Setelah mendapatkan kesialan yang tiada henti- bahkan saat matahari masih tersenyum cerah, sekali lagi hati kecilku meluapkan beberapa pertanyaan tak berdasar.
Apakah Tuhan itu merupakan pencipta yang Maha Adil?? Kenapa diri-Nya selalu memberikan kenikmatan pada hamba-Nya yang lain namun tidak pada orang sepertiku? Apakah aku tidak pantas dilahirkan? Apakah hamba sepertiku merupakan wabah penyakit bagi hamba-Nya yang lain? Apa sebaiknya orang-orang seperti diriku dibasmi dari dunia ini bak hama yang menjangkitkan virusnya pada manusia tak bersalah? Pertanyaan demi pertanyaan terus berputar di otakku. Namun dengan cepat ku sadarkan lamunanku dengan menepuk kedua pipiku bergantian.
Dengan ringisan kecil aku kembali bangkit menuju tujuan awalku; kamar mandi.
10 menit berlalu dengan cepat. Setelah mengenakan seragam sekolah, tak lupa merapikan dasiku yang tampak tak beraturan. Ku raih alat bantu dengar; hearing aids dari kotak yang terletak di atas nakas di samping tempat tidurku.Kini diriku tengah memasang alat itu pada kedua saluran telingaku. Tatapan sendu dan mata yang sembab tergambar dengan jelas pada cermin panjang yang berada di hadapanku. Kini, kedua ujung bibirku terangkat dengan paksa- sebuah senyuman hambar tanpa emosi di dalamnya. Ku tepuk kedua pipiku sedikit keras.
"You can do it Haru!"***
Ku tatap jam tanganku yang kini telah menunjukkan tepat pukul 6.59 pagi. Itu artinya tersisa 1 menit lagi sebelum kelas pertama dimulai. Aku berlari dengan segenap tenaga yang tersisa- napasku memburu tak beraturan. Pandanganku mengarah tegak lurus pada papan ruang kelas yang bertuliskan XII-II. Kini aku berhenti tepat di depan pintu berwarna coklat muda yang dihiasi sedikit noda coretan cinta-cintaan.Aku mengatur napasku perlahan sembari membuka pintu di hadapanku. Mataku kini berperndar ke segala sisi ruangan. Aku menghela napas lega.
"Yokatta- na.. Pak guru belum masuk."
Namun, kini yang bisa kulihat hanya berbagai tatapan tajam penuh kebencian yang melihat ke arahku. Dengan tatapan nelangsa aku menundukkan wajahku- berusaha untuk menjauhi tatapan yang terus menatapku seakan menusuk hingga ke tulang belulang.Seorang laki-laki berbadan gempal yang jauh lebih tinggi dariku tampak berdiri dan berusaha untuk menghalangi langkahku menuju kursi tempat aku duduk. Laki-laki itu kini tengah berteriak dengan keras di dekat gendang telingaku.
"OII SI BISUU MADE IN JAPAN SUDAH DATANG MANTEMAN!! APAKAH HARI INI AKAN ADA HAL MENARIK LAINNYA?"Di sisi lain, temannya yang bertubuh kurus tampak mengolok-olok dengan menirukan suara seorang tunawicara- namun bedanya ia menirukannya dengan begitu jelek. Ia memainkan kedua jemarinya-matanya terlihat seperti orang autisme—sembari menjulurkan lidahnya.
"A-u a-a-laaa i-ihu.. a-u e-lek, an e-an e-u-a-ga pff- HAHAHAHAHA" (translate: Aku adalah si bisu. Aku jelek dan aku adalah beban keluraga.)Kemudian laki-laki bertubuh pendek yang sedari tadi hanya duduk tertawa kini beranjak dari duduknya dan mendorong tubuhku dengan keras hingga membuatku sedikit terhuyung dan hampir terjatuh.
"Mending lu tetap tinggal di Jepang aja biasr sekalian jadi limbah Jepang! Gausa jadi limbah di negeri gua lu ye!! Orang kek lu tu di sini udah banyak! Udah jadi virus dan bisanya cuma nyusahin manusia lain, SADAR GAK LU BISU!!" Teriak lelaki itu sembari tetap mendorong tubuhku agar terjatuh.
Kini terdengar suara tawa yang menggema memenuhi seisi ruangan berwarna putih gading ini. Aku menahan rasa sakit di dada sembari memicingkan mataku. Sebagian dari dirinku kembali hancur tanpa bisa diperbaiki. Ku sembunyikan kedua buku tanganku yang kini mengepal erat- membuat sebuah tinju—yang siap untuk dilayangkan dalam hitungan detik.
"Tarik napas.. hembuskan.. tarik- hembuskan.."Saat ini, ku beranikan diri untuk membuka mata. Kedua buku jariku yang sedari tadi mengepal penuh amarah kini sudah hilang.
Aku tersenyum.
Tersenyum menatap para pembully di hadapanku hingga kedua mataku membentuk lengkungan seperti ikut tersenyum.
Seisi kelas kini tampak hening. Sebagian dari mereka menatap nyalang ke arahku. Tatapan kebencian dan rasa jijik itu masih saja tetap kurasakan di sekujur tubuhku.
Kini, lelaki tinggi bertubuh gempal tampak marah sembari menatap nyalang ke arahku. Ia dengan cepat melepas paksa alat bantu dengar yang tengah berada di telingaku- membuat telingaku sedikit berdarah. Aku meringis kesakitan sembari memegangi kedua telingaku yang kini begitu sakit. Lelaki itu beserta ketiga temannya tampak sedang tertawa dengan tatapan berkuasa. Terlihat kepuasan yang memuncak di wajah mereka.
Disaat lelaki itu hendak membuang alat bantu dengarku, seorang lelaki berkulit putih, bermata agak sipit dengan tinggi sekitar 177 cm dengan sigap segera menahan pergelangan tangan dari pembully itu. Ia tampak tidak gentar untuk melemparkan tatapan penuh intimidasi pada lelaki bertubuh gempal itu walaupun lelaki itu jauh lebih tinggi dan besar darinya.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, ia segera merebut alat bantu dengar yang sedari tadi berada di genggaman si pembully tersebut. Kemudian ia menyerahkannya padaku sembari melontarkan sebuah senyuman hangat yang begitu manis. Aku tidak menyangka sebuah senyuman itu akan aku dapatkan dari seseorang yang tampak cuek dan tidak peduli akan sekitarnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/369234323-288-k417643.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
White Sunflower
FantastikApa jadinya jika orang biasa mendapatkan kekuatan magis dalam semalam seperti di kisah-kisah fantasy Wizarding World? Pasti sulit untuk dikendalikan bukan? Kisah ini menceritakan tentang seorang pemuda yang selalu dirundung oleh nasib sial dalam sep...