"Haha, terima kasih untuk kunjunganmu hari ini Dokter Weix."
Lelaki itu berterima kasih sambil menjabat tangan orang yang di panggilnya Dokter Weix. Istri dari lelaki itu tersenyum dan ikut berterima kasih, ia meletakkan tangan kanannya di dada sementara tangan kirinya diletakkan di pundak anaknya.
Dan taraa, jadilah sepasang suami istri baik hati yang berterima kasih atas kebaikan seorang dokter, karena telah menyembuhkan anak mereka. Sementara anak itu sendiri sedang menatap sang dokter.
Palsu. dokter itu, ayah, ibu, dan orang -orang yang memegang kamera itu semuanya palsu. Aku sendiri juga tahu bahwa orang yang dipanggil dokter itu cuma seorang psikologis biasa.
Pikiran anak itu penuh dengan pertanyaan dan luapan kekesalan. Matanya tertuju kepada jam dinding berwarna keemasan, jarum pendek dan panjang bergerak dengan begitu anggun hanya untuk menunjukkan pukul 23:15.
Sinar yang terpancar dari lampu membuat matanya sakit, suara yang seolah bersahutan satu sama lain membuat telinganya sakit. Tangannya yang terpasang infus meremas pelan seprai putih yang lembut. Ia membenci betapa lemah dirinya.
Ia hanya ingin melarikan diri dari kilatan cahaya kamera, orang-orang yang haus akan popularitas, orang-orang yang tak kenal waktu, dan juga topeng-topeng palsu yang membuatnya muak.
Ia memandang refleksi dirinya di jendela, memperhatikan bangunan bangunan yang menjulang tinggi. Ia selalu membayangkan dirinya berjalan dengan anggun, melompat dari satu puncak bangunan ke puncak bangunan lain ibarat melompati anak tangga, berharap sebuah keindahan yang menantinya di atas sana.
Pasangan suami istri itu sibuk mengurus foto maupun video mereka, tak jauh dibelakang tampak Dokter Weix yang memperhatikan mereka dengan geli. Tapi itu tidak berlangsung lama karena perhatiannya teralihkan kepada anak mereka yang sibuk memperhatikan dunia luar.
Dokter Weix mendekati anak itu dan memulai percakapan dengan basa-basi, yang mungkin terlalu basi. Anak itu tak merespons ia hanya menatap Dokter Weix sebentar dan memalingkan wajahnya, kembali mengagumi pemandangan dibalik jendela.
Warna putih, merah, biru, bulan yang tertutup awan, jalan raya yang tak pernah sepi, bangunan-bangunan tinggi, memang hanya itu pemandangan yang ada. Garis yang membatasi antara Kota Yang "Tak Pernah" Mati dengan Kota Yang "Tak Pernah" Hidup, sepertinya sedang mengambil cuti kerja.
Kini perhatian anak itu menjadi lebih spesifik, sebuah ambulans yang melaju dengan cepat menarik perhatiannya dan juga perhatian Dokter Weix. Melihat mobil polisi yang mengawal mobil ambulans, juga mobil-mobil lain yang memberikan jalan untuk sang ambulans, membuat jantung anak itu berdegup kencang.
Tangan kanannya menyentuh kaca jendela yang dingin, sementara tangan kirinya meremas seprai putih, terlukiskan sebuah senyuman yang indah diwajahnya.
Dokter Weix mendekati anak itu, sementara matanya tertuju dengan pemadangan dibalik kaca, ia bertanya,
"kau tahu apa itu?"
Anak itu terkejut sekaligus keheranan dengan keberadaan Dokter Weix di sampingnya.
"Maksudmu?" anak itu memastikan maksud dari pertanyaan Dokter Weix.
"Ambulans- tidak, maksudku yang di dalamnya, apa kau tahu apa yang ada di dalam ambulans?" tanya Dokter Weix sambil membenarkan letak kacamatanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
4-th Lord's
FantasyMengambil latar dunia modern, 100 tahun setelah keajaiban mengerikan. Panggung dan semua boneka tanpa dalang tidak diikat dengan aturan ketat, semua boneka memiliki kehidupan mereka masing-masing. Bagaimana sorot cahaya menyorot semua pertunjukan y...