08. Kang Seokchan : Past (2)

349 52 26
                                    

:::::::::::::::::::::

"Shhs... tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja."

Bibi Cha dengan penuh perhatian terus mengusap punggungmu yang bergetar. Hingga perlahan-lahan tangisanmu mulai mereda. Kamu menjauhkan tubuhmu dari pelukan wanita yang sudah kamu anggap seperti ibumu sendiri itu.

"M-maafkan aku, Bibi. Aku benar-benar cengeng," ucapmu dengan sesenggukan.

"Tidak apa-apa, menangis itu wajar. Bahkan dengan menangis itu bisa meringankan beban di dalam hati kita. Jadi, jika kau sudah tidak kuat dengan apa yang kau pendam, maka menangislah. Bibi ada di sini, bersamamu."

Kamu rasanya ingin menangis lebih kencang karena mendengar ucapannya. Selain karena kepedulian Bibi Cha yang begitu besar padamu, kalimat terakhirnya juga mengingatkanmu pada Seokchan.

Pria itu, yang dengan sabar menunggumu bangun.

Namun, kamu terlalu takut. Kamu tidak memiliki keberanian untuk menghadapinya. Kamu takut akan terlihat lemah dan tidak berdaya di depannya.

Maka dari itu, ketika kamu merasakan genggaman hangat di tanganmu serta usapan-usapan lembut di kepalamu, kamu tetap memejamkan mata walau sebenarnya kamu sudah sadar.

Kamu takut jika perasaan itu muncul kembali ketika kamu sudah bersusah payah untuk menguburnya.

Kamu menunduk, dengan perlahan mengusap perutmu yang berisi itu. Senyummu mengembang saat membayangkan sosok kecil yang beberapa bulan ke depan akan hadir di dunia ini dari perutmu. Kamu bersyukur, setidaknya calon bayimu itu tidak akan disakiti oleh ayahnya sendiri.

Lagipula, orang itu tidak pantas disebut ayah. Dia bahkan tidak pantas disebut sebagai manusia, mengingat bagaimana luka batin dan fisik yang kamu terima dari sosok yang sudah berubah menjadi bentuk aslinya itu ㅡmonster.

Mengingat itu membuat rasa traumamu muncul kembali. Kamu kesulitan bernapas karena terkena serangan panik.

"(Name)?"

Seokchan yang berniat untuk mengecek keadaanmu sebelum berangkat ekspedisi, seketika merasa cemas.

Ia bergegas menghampirimu dan memegang kedua pundakmu.

"Hei... (Name)... tenang, tidak apa-apa. Coba ikuti aku. Tarik napas... lalu hembuskan. Lakukan lagi. Tarik napas... lalu hembuskan. Iya... begitu, (Name)."

Dengan mengikuti instruksi dari Seokchan, napasmu secara perlahan-lahan mulai kembali normal.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Seokchan lembut.

Kamu menatap lamat kearah matanya yang memancarkan kekhawatiran itu. Masih sama seperti dulu. Ia tidak berubah. Tidak sama sekali.

Dan ketakutanmu benar-benar terjadi.

Rasa itu, rasa yang kamu coba hilangkan sejak ia memutuskan untuk mengakhiri hubungan kalian secara sepihak, kembali mencuar tanpa diminta.

Seharusnya kamu membencinya. Sebab ia adalah sosok lelaki pengecut yang lebih memilih untuk mengorbankan perasaanmu hanya karena dirinya tidak sanggup untuk membuatmu menunggu selama ia menjalani akademi militer.

Namun, itu semua hanya masa lalu. Itu semua hanyalah kenangan yang pernah terjadi di hidupmu. Kamu tidak mau berharap pada ekspektasimu, bahwa pria itu masih memiliki rasa yang sama sepertimu. Apalagi kamu sudah menikah dengan orang lain dan tengah mengandung.

Kamu bukan lagi seorang remaja yang memiliki kebebasan untuk mencintainya. Bagaimanapun, kamu masih berstatus sebagai istri orang ㅡwalaupun sekarang suamimu itu tidak bisa disebut sebagai orang, karena sudah berubah menjadi monster dan entah masih hidup atau tidak, kamu tidak peduli.

Sweet Home ImaginesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang