Bagian 3. Perubahan sikap

36 10 2
                                    

Suara langkah kaki terdengar menaiki tangga menuju lantai dua. Dengan membawa semangkuk sup ayam, ia akhirnya tiba di depan pintu dan langsung mengetuk pintu itu.

Namun, bukannya orang yang ia harapkan, tampaklah seorang lelaki yang seperti sedang memojokkannya hanya dengan bertatapan dengannya.

"Hei, aku bicara jujur. Aku tak berbohong," sahut Jannie menahan kaos Ren yang sudah membuka pintu ingin menuju lantai satu.

"Kak Jannie..."

Jannie lantas terkejut ketika melihat gadis kecil yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri itu, tengah berdiri di hadapan Ren. Hancur sudah niatnya yang ingin menyembunyikan pemuda asing itu.

Jannie langsung tersenyum menyapa gadis kecil itu. "Eh, Yara di sini yah," sapanya sembari menyenggol Ren masuk.

"Kak, ini aku bawakan semangkuk sup ayam untuk kakak," jawab Yara, gadis kecil berusia 8 tahun tersebut.

"Ahaha, baik sekali Yara. Aku ambil yah."

Baru saja Jannie ingin mengambil mangkuk yang cukup besar itu, Yara lebih dulu berjalan memasuki rumahnya tanpa permisi.

"Kakak 'kan punya tamu, biarkan aku yang menghidangkan ini," tukas Yara dengan antusias mengambil dua piring dan membagikan sup ayamnya untuk Ren dan Jannie.

Ren yang sedang kelaparan pun akhirnya duduk rapi menunggu sup itu tiba di hadapannya. Sementara itu, Jannie pun menutup pintunya, dan hanya bisa mengusap wajahnya kasar. Tak tahu lagi harus berbuat apa.

"Aduh Yara, kau tak perlu melakukan ini," racaunya.

Setelah semuanya siap, mereka pun duduk bertiga di lantai yang sudah beralaskan tikar tersebut. Tanpa basa-basi, Ren mencicipi sup ayam rumahan tersebut menggunakan tangan kirinya.

"Kak Jannie juga cobalah, ibuku membuat banyak di rumah. Kalau mau tambah, aku bisa ambilkan semangkuk lagi," tawar Yara berbaik hati setelah melihat Ren cukup lahap menikmati masakan ibunya.

Jannie pun ikut meraih sendoknya lalu mencicipinya. "Emm, enak enak."

Yara langsung tersenyum senang mendengar pujian itu, lalu mendekat ke arah Jannie. "Jadi, kakak ini siapa?" Tanya anak itu membuat Ren refleks menatap mereka berdua, seperti meminta penjelasan.

"Benar juga. Perkenalkan, ini Yara. Anak dari keluarga yang tinggal di lantai satu. Seperti yang kau lihat, rumah ini besar dan terdiri dari dua lantai. Tapi, rumah yang ada di lantai satu, berbeda dengan lantai dua. Dan, rumahku hanya di lantai dua. Jadi, yah seperti beginilah keadaan rumahku yang kau bilang kosong itu," jelasnya panjang lebar.

Dengan datangnya Yara, mungkin bisa membuat Ren percaya ucapannya, dan tak membuat keributan lagi.

"Oh," sahut Ren tiba-tiba terkekeh kecil.

"Kau ternyata semiskin yang kuduga," remehnya membuat Jannie tersinggung.

"Apa maksudmu? Aku baru setengah tahun tinggal di sini, apalagi aku sendirian. Wajarlah barang-barang ku masih sedikit," ungkapnya membela diri.

"Tinggallah di rumah lain kalau tak mau di sini," tegas Jannie.

Yara yang kini terabaikan langsung tertegun mendengar perkataan tetangga kesukaannya itu.

Ren menghentikan tawa remehnya lalu mengangguk paham. "Aku hanya bercanda. Lagipula, aku sendiri diusir dari rumah," ungkapnya tahu diri.

"Kakak ini mau tinggal di rumah kak Jannie? Ha? Apa kalian pacaran?" Tanya Yara antusias membuat Jannie, apalagi Ren, lebih terkejut.

"Wah, tentu saja tidak. Jangan salah paham begitu Yara, dia ini..." Jannie berhenti sejenak tak tahu bagaimana harus ia jelaskan.

"Oh berarti kalian sudah menikah?" Kenapa kakak tidak mengundang Yara," sosor Yara membuat Jannie semakin panik.

Lima Jiwa dalam RagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang