Pulang?
Satu kata yang hanya bisa kupahami untuk memaknainya yaitu rumah.
Rumah tempat kita bisa merasa dilindungi, dicintai, dirangkul, dimengerti, diajarkan, dirindukan. Ya begitulah seharusnya rumah tempat kita pulang.
Tapi tak semua rumah bisa jadi tempat untukmu "pulang".
Tak semua rumah membuatmu ingin bertahan selamanya di sana.
Ada kalanya rumah bukanlah tempat tepat untuk pulang.
Terlahir sebagai putri pertama dirumah tak memberikanku cukup kesempatan untuk mengekpresikan diri.
"Anak perempuan kok suka menjat?"
"Anak perempuan kok hobi kelayapan? Anak perempuan itu harusnya betah di rumah."
"Anak perempuan kok ketawanya besar sekali?"
"Kamu kakak tapi kelakuanmu kayak bocah."
"Itu adik kami mimisan gara-gara kamu."
"Kalau ngomong sama kamu suka nggak nyambung ya. Makanya jangan suka korea-koreaan aja jadi nggak tau apa-apa kan."
"Kamu ngapain sih ikut kegiatan itu, kamu tuh belajar biar pintar."
"Liat tuh adik kamu, bisa dapat masuk sekolah favorit."
"Halah rangking satumu itu juga cuma gara-gara kamu dekat sama guru."
"Kamu mau jadi apa nanti kalau cuma nari aja kerjaan kamu. Mau kerja apa?"
Mungkin hanya sebagian yang teringat olehku tentang seberapa menyakitkannya ungkapan lisan dari mereka yang harusnya mendukungku.
Marah? Ya. Aku sangat ingin marah. Berubah membangkang dan tak terkendali. Itu yang terjadi setelahnya.
Apa yang salah dari diri yang tak sempurna ini? Semua ekspektasi harus terwujud. Semua tetap kuusahakan. Semua. Tapi tak jarang terasa sia-sia setiap kali lisan yang berucap dari tempat yang seharusnya kuanggap rumah menghancurkan semua semangatku.
Aku. Jiwa yang rapuh dan terombang-ambing dalam kebutaan tentang dunia. Tapi tak mendapat perahu yang sempurna untuk menunjukkan arah.
Aku yang tak pandai berkata, tak pernah diajak bicara dari hati. Rumah seolah tempat hanya untuk tidur dan menerima sedikit pelukan sembari menerima banyak ucapan kecewa karena kelemahanku, membuatku kehilangan arti Rumah diusia terlalu muda.
Awal mula dimana tak kutemukan arti kata Pulang yang mungkin orang-orang diluar sana rasakan.
Terpenjarakan oleh ekspektasi. Dikerdilkan oleh penyepelean. Dikesampingkan oleh kelemahan. Ya. Begitulah yang membuatku merasa kosong bahkan menghadirkan tanya.
"Siapa aku sebenarnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang
Non-FictionTentang diri yang tak pernah mampu menemukan jalan pulang. Diri yang kehilangan arah, yang berharap menemukan tempat untuk pulang. Bumi yang luas untuk sebatang diri yang kecil, seharusnya ada tempat yang dapat dituju untuk sekedar mengisi ruang yan...