4. Romeo: Proximity

163 10 0
                                    

ROMEO
"Proximity"

○●○

DI HADAPAN MEJA KANTORNYA, aku membiarkan Camilla kembali meninjau ulang semua data finansialnya sebelum pertengahan April. Untuk sekarang, rencana finansial klienku tersebut sudah tuntas untuk tahun ini.

Mata wanita tersebut terselip fokus. Ini pertama kalinya tahun ini aku melihatnya dapat fokus dengan dokumen yang ada di hadapan kami tanpa harus meneguk anggur merah di rak emas khusus alkoholnya.

"Aku harap semua pajaknya dihitung dengan tepat agar aku tidak lagi mengurus surat dokumen pengembaliannya." Camilla menggumam.

Aku hanya mengangkat satu alis. Ini bukan pertama kalinya Internal Revenue Service (IRS) salah mengkalkulasi pendapatan tahunan Camilla meski tim finansial perusahaannya mengirimkan data hasil pemasukan yang sesuai. 

Dan setiap tahun, aku yang selalu membereskan masalah keteledoran mereka dan Camilla.

Dengan satu tarikan napas, aku berdiri dari kursi untuk hendak keluar dari ruang kantor Camilla. Tidak ada hal yang perlu aku lakukan di sini. Lagipula dalam beberapa hari, aku harus terbang ke Washington DC untuk mengurus klienku lainnya di sana. 

"Are you free after this?" Camilla bertanya.

Aku mengamati wajah Camilla, ingin mencari tahu apa yang sedang ia rencanakan di dalam kepalanya tersebut. 

"Tergantung apa yang akan kau katakan kepadaku." Aku menjawab datar, bermain dengan smartwatch milikku yang bergetar beberapa kali.

"Well ...." Camilla berdiri dari kursi, gaun tidur lavender sepaha miliknya mengkomplemen kulit tan-nya. Jari Camilla bermain dengan renda gaunnya, ia menggigit bibirnya kecil sebelum berkata, "Aku ingin makan siang denganmu."

Aku menahan wajah untuk tidak menyedot ingus. 

"Kau bisa pergi dengan asistenmu." Aku mengusulkan.

"Ardella ada di Los Angeles sekarang untuk menyiapkan peluncuran upgrade CaptureMe terbaru kami." Ia berkata dengan percaya diri. Aku tahu aku dapat mempercayainya, tapi aku juga dapat merasakan sebuah realita kebohongan yang ada di bibir merah bekas anggurnya tersebut. "Aku mohon ...."

Menghela napas, aku mengecek arlojiku kembali. Sekarang memang sudah jam makan siang, dan melihat tubuh Camilla yang lebih kurus dari tahun-tahun sebelumnya, aku yakin tidak ada salahnya untuk membantunya untuk makan. 

"Kita akan berangkat dalam tiga puluh menit. Aku harus ke DC malam ini." Aku keluar dari ruang kantor wanita tersebut.

Memperhatikan Camilla yang berjalan menjauh dariku hingga ia mencapai kamarnya, lamunanku berubah berantakan akibat suara ombak di halaman belakang rumah wanita tersebut.

Dengan santai aku berjalan santai ke arah balkoni ruang tamu, membiarkan angin berbau samudera menusuk indra penciumanku bagaikan serangan bertubi.

Rumah yang sangat megah. Hanya segelintir orang yang dapat menjajahkan uangnya untuk hal semewah ini. Keluarga Voclain memang merupakan keluarga yang dihormati kalangan atas, dimimpikan kalangan bawah, dan dikritisi banyak kalangan menengah. 

Sebuah kekayaan yang hanya bisa diraih dari lantikkan darah biru generasi sebelum mereka. Tidak ada orang di dunia yang tidak ingin berada di posisi mereka. Sebuah kekuatan merajalela yang hanya diturunkan kepada empat nama Voclain terakhir di dunia.

Ponselku yang kembali bergetar membuatku dengan sebal membukanya dengan kasar. Deretan pesan tak terbaca memenuhi layar dalam beberapa menit terakhir.

UNKNOWN :
Tik ... tok .... Ayolah, Salvatore. Aku melihatmu.

Deal Breaker (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang