8. Romeo: Polar

70 5 0
                                    

ROMEO
"Polar"

○●○

DI HADAPAN KOMPUTER, aku meneguk sampanye sambil menuntaskan semua rencana finansial klienku yang lainnya di Milan. Bagian yang selalu membosankan. Aku harus menuliskan semua rencana rencana mereka sebelum kami dapat berdiskusi bersama.

Keuntungan terbesar yang aku dapatkan dari kebanyakan klienku di sini adalah aku tidak perlu menatap mereka secara langsung karena konsultasi dapat dilakukan di depan layar komputerku. Bukan dilakukan karena aku tidak mengapresiasi Milan dan ingin menghabiskan waktu melihat pemandangan kota, tapi karena aku tahu bahwa ada orang yang memperhatikanku di manapun aku berada. 

Aku bukan orang yang paranoid. Tapi aku jelas-jelas yakin bahwa orang-orang yang menguntitku tidak berniat untuk membuatku bernapas lebih lama di dunia. Salah satu konsekuensi punya darah dari pemimpin organisasi kriminal di Italia.

Notifikasi pesan tersembunyi dari layar komputer membuatku mengangkat satu alis. Pekerjaanku yang tinggal setengah kini tidak lagi menarik untuk aku tuntaskan. Mataku membidik layar dengan penuh antisipasi. Sudah lama aku tidak mendapatkan pesan seperti ini.

Saat aku membuka pesan tersebut, kedua mataku langsung menyipit dengan cepat. Remot televisi yang ada di dalam laci ruang kerjaku aku keluarkan sebelum menyalakan televisi yang menyatu dengan rak dindingku.

"Genjatan senjata baru saja terdengar di pusat distrik Milan, tepatnya pada Jalan San Jose, berdampingan dengan Gedung Malrose yang sedang digunakan sebagai acara peluncuran Selena's Beauty. Masih belum tahu pasti apa akibat dari kerusuhan ini—"

Aku menurunkan volume televisi hingga mencapai angka nol. Mataku kembali menyapu layar komputer, rentetan pesan terjadi di hadapanku secara langsung sebelum koneksi ke panggilan telepon menyala.

"Aku asumsikan kau tahu penyebabnya." Aku meletakkan dagu di atas bolpoin yang aku gunakan untuk mencatat data finansial mentah. 

"Kami berhasil membawa beberapa tersangka ke dalam gudang. Aku yakin aku dapat menanyakan beberapa pertanyaan kepada mereka." Suara panggilan di sisi lain ponselku menjawab.

"Apa yang terjadi?" Aku bertanya.

"Target penculikkan adalah Camilla Voclain. Kami berhasil membawanya ke tempat aman. Sekarang dia sudah kembali ke rumah dengan lebih banyak penjaga yang mengelilingi rumah." Suara tersebut menjelaskan dengan runtut apa yang terjadi.

Bibirku terbuka kecil untuk mengeluarkan napas. "Apa dia baik-baik saja?"

"Masih syok. Ada luka goresan di tubuh dan memar di pinggang. Dia berkata jika dia menjatuhkan tubuhnya ke lantai dengan menyamping."

Rahangku mengeras. Gelas sampanye yang berada di tangan aku genggam sungguh-sungguh. Apa yang mereka inginkan dengan Camilla? Wanitaku?

"Aku ingin semua data mereka sebelum tengah malam," geramku sambil menatap komputer dengan amarah yang menyumbu.

"Baiklah, Senor."

Saat panggilan berubah menjadi statis, aku langsung mengacak-acak rambut frustasi. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa ini terjadi karena aku? Apa ini benar-benar masalah Camilla yang tidak aku ketahui?

Berdiri dari meja kantor, aku meletakkan botol minumanku pada meja dengan kasar hingga goncangannya membuat seisi meja bergetar. 

Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi apapun yang terjadi kepada Camilla, aku ingin menguliti siapa saja yang bertanggung jawab menculiknya.

Deal Breaker (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang