"Thanks ya.. Fikri!," seru Amalia yang langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari Fikri.
Fikri pun terdiam sesaat, rasanya kedua pipi dan dadanya memanas. Ini adalah ucapan terima kasih Amalia yang terasa paling tulus baginya. Ia pun menguntai senyuman bangga sambil bergumam, "U'r well, Dek..'
Tanpa dia sadari, ternyata Devano sudah berada di dekatnya. Anak berkacamata itu pun mengejutkan Fikri dengan berkata, "EA!! BroSist berangkat bareng nih!!"
Fikri terkejut sebentar, lalu melirik Devano sambil berkata, "Iya, terus?"
Devano pun merangkulnya dan mengajaknya melangkah bersama menuju kelas sambil berkata, "Ya.. bukannya gimana, Fik.. gue bersyukur aja Lo akhirnya berangkat sekolah bareng Lea, kan orang-orang jadi tau kalo Lea adek Lo.."
"Emang sebelumya pada kagak tau?," tanya Fikri dengan tampang bodohnya.
Tampang Fikri itu membuat Devano tergelak, lalu dia berkata, "ada, Fik.. tapi gak banyak.. makanya banyak lalet yang deketin Lea.."
"Lah iya? Anj*r! Adek gue dilaletin? Perasaan dia wangi, kok malah dilaletin?," seru Fikri kesal. Devano tertawa, lalu Fikri lanjut berkata, "Tapi emang lalet bakal tau kalo Lea adek gue?"
Devano tak bisa berhenti tertawa, "Fik, bener-bener Lo! Anak SD aja kagak sepolos elo!," ungkap Devano yang masih tertawa geli.
Disaat Fikri masih nampak berpikir keras tentang lalat, dan Devano tergelak karena kebodohan Fikri. Sabella dan Randa pun datang bersamaan. Setelah menyapa dua lelaki itu mereka berjalan seiringan dan Randa yang heran pada tingkah Devano yang terus tertawa pun bertanya, "Ngapa Lo Van? Ketawa Ampe muka Lo merah begitu?"
Devano yang masih tak dapat berhenti tertawa pun menceritakan pembicaraan mereka barusan. Mendengar cerita itu, Sabella pun berkata, "Lah? S*bleng? Terus selama ini Lo nganggep si Saka apaan?"
"Idih! Jangan sebut-sebut nama tuh orang! Dia si paling SKSD ama Lea!," jawab Fikri dengan cepat dan yakin.
"Fikri.. berarti dia lalet," ungkap Randa sambil menahan tawa.
Devano semakin tak sanggup menghentikan tawanya, lalu Sabella hanya bisa tepuk jidat sambil merutuki nasib sahabatnya yang Lola. Akhirnya untuk mengalihkan topik, Sabella mulai membuka topik baru, "Eh, Fik! Terus gimana keadaan Lea sekarang?"
Seketika Devano dan Randa pun diam dan fokus menunggu jawaban Fikri. Fikri nampak berpikir sejenak, lalu berkata, "Ya gitu.. kecapean kata nyokap kemaren.."
"Kecapean? Emang sakit apa dia?, " tanya Sabella.
Randa pun menimpali, "lah? Lea sakit, Fik?"
"Kagak tau gue, nyokap juga kagak ngasih tau kemaren," jawab Fikri yang memang sudah berusaha bertanya kepada Mamanya, namun sama sekali tidak dijawab.
"Oh! Makanya Lo berangkat bareng Lea? Gegara dia sakit?," tanya Devano.
"Kagak Van.. dia sakitnya kemaren.. tapi mulai hari ini gue yang harus anter jemput dia," jawab Fikri apa adanya.
Tanpa mereka sadari, ternyata langkah mereka telah tiba di depan kelas XI-B. Itu kelas Randa yang nyatanya tidak sekelas dengan tiga temannya yang lain. Langkah Randa terhenti dan dia mulai mengorek-ngorek tasnya, sampai dia mendapati selembar kertas yang terlipat.
"Fikri!," panggil Randa yang langsung di sahuti oleh Fikri.
Fikri melangkah menghampiri Randa, Sabella dan Devano pun ikut mengiringi langkahnya. "Kenapa Ran?," tanya Fikri santai.
Randa memberikan kertas itu sambil bertanya, "Lo kenal Ingrid gak?"
"Hah?," tanya Fikri heran sambil menerima kertas itu.
Sabella yang merasa tahu nama itu pun berkata, "Oh! Ingrid Frantz ya? Seangkatan sama Lea, kan?"
"Iya,"jawab Randa singkat.
"Hah? Ingrid Far.. Fras? Apa?," tanya Fikri tidak mengerti.
"Itu loh Fik, si anak Jerman yang seangkatan sama Lea!," ungkap Devano sambil menepuk pundak Fikri.
"Udah gais! Fikri jangan ditanya kenal apa enggak! Dia cuma kenal kita, Alwi, sama Lea.. udah!," kata Sabella yang sangat paham keadaan Fikri. "Guru wali kelas aja dia lupa..," sambung Sabella dengan suara yang pelan.
Randa pun menjelaskan, kalau Ingrid yang memberikan kertas itu. Katanya itu milik Fikri, dia menemukannya di depan ruang komputer. "Sebenernya udah lama Nemu kertasnya, tapi baru mau balikin kemaren," kata Randa.
"Punya gue?," tanya Fikri sambil membuka lipatan kertas itu.
Dan saat kertas itu telah terbuka lebar, Devano dan Sabella kompak tertawa terbahak-bahak. Isi kertas itu adalah gambar pohon yang Fikri gambar hanya menggunakan pensil beberapa bulan lalu.
"Fik, apaan yang Lo gambar? Wkwkwkwk!," tanya Devano.
"Ini pohon, j*r!," seru Fikri kesal.
"Tuh pohon apa gumpelan rambut rontok?! Wkwkwk!!," tanya Sabella sambil tergelak bersama Devano.
Randa yang masih menahan ekspresinya lalu berkata, "btw, Fik! Kata si Ingrid, filosofinya bagus.. dia sampe kesemsem,"
Kali ini bukan hanya Fikri yang terkejut, Sabella dan Devano pun ikut terkejut. "Filosofi?," tanya Fikri heran.
Lalu Randa menunjukkan kalau di belakang kertas itu ada tulisan yang sudah terhapus. "Gue juga gak sadar awalnya.. terus si Ingrid bilang pas liat bagian belakangnya ternyata ada filosofinya.. dia jadi ngefans sama elo.."
Fikri pun membalik kertasnya, memang di sana ada bekas tulisan yang sudah terhapus. Tapi sangat tidak terbaca, apa lagi tulisan Fikri pada dasarnya memang sulit dibaca. Kalau kata Sabella, "G*le, tulisan Lo dah kayak aksara Jawa aje!"
"Keknya mata beningnya si Ingrid emang punya kekuatan buat baca tulisan si Fikri.. wkwkwk!," cetus Devano membuat Sabella ikut tertawa puas.
Hingga bel masuk pun berbunyi dan mereka segera bergegas memasuki kelas mereka masing-masing.
...

KAMU SEDANG MEMBACA
KAKAK ♡
Teen FictionKakak P*k*n Adek b*c*t Temen l*kn*t ♡ Everybody.. Cerita ini asli karangan, bukan bermaksud memprovokasi ataupun menyinggung pihak manapun. Semoga yang baca suka ya.. ~Fikri