1

241 18 2
                                    

Aku termenung, tatapanku fokus melihat orang-orang yang tengah sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Hari ini cuaca sangat bagus, beberapa orang memilih untuk menghabiskan waktu bersama keluarga, atau berkumpul dengan teman.

Disaat yang sama, aku melihatnya. Seorang gadis dengan ciri khasnya yang sangat mencolok diantara segelintir orang yang berlalu lalang. Segera aku menghampirinya. Tentu saja hanya sekedar ingin menyapa.

Aku menyamai langkahku dengannya. Dan mulai menyapanya, "Sakura?"

Dia menoleh kearahku yang kini tepat berada di sampingnya, "Kakashi-Sensei?"

"Ya ini aku. Apa kau hendak pergi ke suatu tempat?" Tanyaku.

Dia mengangguk, "Aku ingin mampir ke Toko bunga milik Ino. Apa kau mau ikut?"

"Tentu."

Kami berjalan beriringan. Tak ada hal yang dibicarakan, kami hanya fokus pada pikiran masing-masing. Sejak Naruto dan Sasuke pergi berkelana, gadis ini jadi sering menyendiri. Terkadang dia mampir ke Toko bunga milik Ino, meskipun untuk sekedar membeli bunga.

Terkadang ingin sekali aku mengajaknya untuk makan bersama. Sekedar mengobrol tentang kesibukkan masing-masing. Tapi entah apa dia mau atau tidak. Aku selalu urung melakukannya.

Aku hanya takut, jika aku mengajaknya makan bersama, sekedar mengobrol atau berjalan beriringan seperti yang kulakukan saat ini. Mungkin dia akan berfikir macam-macam.

Tapi kali ini aku menepis semua pemikiran itu. Karena aku tahu, dia hanya mencintai Sasuke.

"Sensei apa kau akan ikut masuk? Atau melanjutkan kegiatanmu?"

Tak terasa ternyata kami sudah sampai di depan Toko bunga milik Ino. Aku terlalu fokus pada pikiranku.

"Aku sedang tidak melakukan apapun saat ini. Aku akan menunggumu disini. Kau masuklah."

Dia lalu masuk. Setelahnya aku tidak tahu apa yang dia lakukan di dalam Toko ini.

Beberapa menit berlalu. Sakura keluar dengan membawa 2 tangkai bunga mawar putih. Lalu berbicara padaku.

"Sensei aku akan pergi ke makam orang tuaku. Kau mau menemaniku?" Dengan raut wajah ragu dia memberi tawaran untuk ikut dengannya.

"Bolehkah?" Tanyaku untuk meyakinkan dirinya. Lalu dia mengangguk, dan berlalu. Aku mengikutinya dari belakang.

Saat ini, kami sampai ditempat yang Sakura tuju. Dia segera menghampiri kedua makam orang tuanya. Memberi bunga dan berdoa. Aku hanya melihatnya dari posisiku saat ini yang agak jauh dari Sakura. Aku juga memberi salam pada mereka, meskipun kuucapkan dari dalam hati.

'Ayah Ibu, apa kalian baik-baik saja disana? Aku datang mengunjungi kalian, ini hari ulang tahunku. Dengan siapa lagi Aku merayakannya selain dengan kalian berdua? Tapi tidak apa-apa, kalian jangan mengkhawatirkan Aku. Aku dikelilingi teman-teman yang baik. Aku tidak akan merasa kesepian. Aku juga mengajak Kakashi-Sensei kesini, dia yang selalu membantuku saat aku merasa sulit. Aku mengajaknya karena kebetulan dia sedang senggang saat ini. Sebelum nantinya dia dilantik menjadi Hokage keenam. Sebenarnya aku ingin berlama-lama disini, menceritakan banyak hal pada kalian. Tapi aku merasa tidak enak pada Kakashi-Sensei. Kalau begitu aku pamit, Ayah Ibu. Di lain waktu aku pasti akan mengunjungi kalian lagi.'

Gadis itu bangkit dari posisinya. Lalu menghampiriku, dia tersenyum dan berkata, "Sensei, terima kasih sudah mau menemaniku."

Senyum itu berhasil membuatku sedikit kikuk. "Ah ya, tidak masalah. Kau sudah selesai?"

Dia mengangguk. "Setelah ini, kau mau kemana Sensei?"

"Itu, aku. Aku akan mampir ke kedai dango. Kau sendiri?" Tanyaku.

"Begitu ya."

Dia terdiam, aku tidak tahu apa yang dia pikirkan dan tidak ingin mengetahuinya. Aku memutuskan untuk segera pergi menuju kedai dango, tapi langkahku terhenti saat seseorang menahan lenganku.

"Tunggu. Bolehkah aku ikut denganmu?" Gadis itu segera melepas tangannya dariku. Dia menundukkan kepalanya.

"Kalau begitu ayo. Aku sudah lapar." Aku berjalan mendahuluinya, Dia mengikutiku dari belakang.

Mungkin saja dia sedang merasa kesepian saat ini. Tentu aku memahaminya jika dia merasakan hal itu. Aku juga pernah ada di posisi itu, beruntung ada Guy. Meskipun keberadaannya kadang sedikit menggangguku.

Sampai di kedai itu, aku segera duduk di kursi yang tersedia. Sakura duduk di hadapanku. Kami sama-sama memesan kue dango.

"Apa kau merindukan Naruto dan Sasuke?" Tanyaku, meskipun aku sedang tidak ingin membahasnya.

"Sedikit, aku hanya merasa di hari yang indah ini. Aku justru bingung, tidak ada kegiatan yang ingin kulakukan."

"Kalau begitu setelah ini. Mau latihan bersamaku?"

"Merebut lonceng darimu?" Tanyanya.

Aku mengangguk. Dia juga mengangguk dan tersenyum. Setelah selesai dengan kue dango. Kami segera pergi menuju lapangan, tempat yang dulu menjadi saksi betapa tidak kompaknya tim 7 waktu itu.

Tak disangka, tim yang dulu sempat ku pikir tidak akan berhasil. Ternyata mampu membuat sejarah, bahkan mampu menyelamatkan hidup banyak orang. Suatu kebanggaan tersendiri bagiku.

Terutama pada gadis ini, gadis yang dulu hanya bisa menangis. Berlindung di belakang Naruto dan Sasuke. Dia menjadi kuat dengan caranya sendiri. Aku merasa gagal saat tidak bisa membuatnya menjadi lebih kuat dan membiarkannya berlatih dengan Godaime. Tapi berkat latihan bersama Godaime, Sakura tumbuh menjadi kunoichi yang sangat hebat.

"Sensei," Mendengar panggilan itu, aku menghentikan langkahku. Aku membalikkan badan, dan melihat gadis itu.

"Terima kasih untuk semuanya. Kau selalu ada saat aku membutuhkan seseorang. Kalau bukan karena dirimu entah apa jadinya aku." Kalimatnya terdengar sendu. Di tambah raut wajah yang melukiskan kesedihan di matanya.

Aku tersenyum di balik masker yang menutupi setengah wajahku, aku menepuk lembut kepalanya seraya berkata, "Kau adalah muridku. Tidak perlu berterima kasih padaku, karena memang itu adalah kewajibanku. Semua yang ku lakukan, itu karena aku menyayangimu. Sakura."

***

'Kau adalah muridku. Tidak perlu berterima kasih padaku, karena memang itu adalah kewajibanku. Semua yang Ku lakukan, itu karena aku menyayangimu. Sakura.'

Mendengar pertanyaan itu, membuatku tersadar. Bahwa selama ini ada orang yang selalu ada untukku. Meskipun terkadang, aku merasa selalu merepotkannya. Bahkan saat aku sudah bukan lagi menjadi muridnya. Dia tetap ada untukku.

Mungkin suatu saat, aku bisa membalas semua kebaikan yang dia lakukan. Tidak banyak yang bisa kulakukan, di hari ulang tahunku hari ini. Aku baru menyadarinya.

***

Sakura terlihat melamun, entah apa yang ada di pikirannya kali ini. Aku mencoba untuk menyadarkannya. Melihat dia melamun sembari tersenyum kearahku. Membuatku sedikit merasa khawatir.

"Sakura, Kau baik-baik saja?" Aku menepuk pundaknya.

Dia sedikit terkejut. "Sensei! Maaf. Aku sedikit melamun. Aku benar-benar minta maaf." Ujarnya sedikit kikuk.

"Jika, kau sedang tidak baik-baik saja. Sebaiknya kau pulang dan beristirahat. Mungkin saja,"

"Tidak. Aku baik-baik saja Sensei."

Aku mendekatkan diri padanya. Ku ulurkan tanganku menyentuh dahinya. Tidak kurasakan hawa panas di dahinya. Tapi wajahnya mulai memerah. Lalu dia mundur perlahan, menjauhkan diri dariku.

"K-Kau sedang apa Sensei?"

"Aku mengkhawatirkanmu, wajahmu memerah. Kau tahu?"

"S-sungguh?"

Aku mengangguk. Seketika dia berlari secepat kilat.

"Hei, kita tidak jadi latihan?"

"Lain kali saja!" Dia berteriak sambil terus berlari.

Aku menggaruk kepalaku, "Apa yang terjadi padanya?"

    

、、、

KAKASAKU : NearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang