Zee duduk sendirian di kamarnya, terdiam di tengah kegelapan yang hanya diterangi oleh layar ponselnya yang samar. Pesan anonim yang baru saja ia terima membuat hatinya berdebar kencang. Isinya membuka luka masa lalunya dengan mantan kekasihnya, membangkitkan kenangan yang ia coba keras untuk lupakan.
Sambil menatap layar ponsel, Zee merenung dalam-dalam. Dia merasa hampir tak ada tempat untuk melarikan diri dari bayang-bayang masa lalu yang datang kembali menghantuinya. Tanpa disadari, tangannya gemetar saat mencoba menahan emosinya yang bergolak.
Tiba-tiba, teringat akan Marsha, teman baiknya yang selalu ada di sampingnya. Mungkin Marsha bisa memberikan nasihat atau sekadar mendengarkan keluh kesahnya. Dengan hati-hati, Zee mengetik pesan singkat untuk Marsha, meminta untuk bertemu di tempat yang sepi agar bisa bercerita.
Beberapa menit kemudian, Marsha sudah menunggu di sudut taman sekolah yang sepi. Wajahnya yang hangat dan ramah segera menenangkan Zee yang gelisah. Mereka duduk berdampingan di bangku taman, udara malam mulai mendingin namun kehangatan persahabatan mereka tetap terasa.
"Ada yang membuatmu gelisah, Zee?" tanya Marsha dengan suara lembut.
Zee mengangguk perlahan, menatap kosong ke langit malam. "Aku... aku dapet pesan dari seseorang yang membuatku teringat akan masa laluku dengan mantan."
Marsha mengangguk paham. "Masa lalu memang seringkali datang menghantui kita, ya. Tapi, mungkin ada sesuatu yang bisa kita pelajari darinya."
Zee tersenyum kecil, merasa lega bisa membuka hatinya kepada Marsha. "Kadang aku merasa seperti tak ada tempat untuk melarikan diri dari masa lalu. Rasanya... sulit."
Marsha meletakkan tangannya di atas bahu Zee dengan lembut. "Kamu tidak sendiri, Zee. Aku di sini untukmu, kamu tahu itu kan?"
Zee mengangguk, merasa terharu dengan dukungan Marsha. "Terima kasih, Marsha. Kamu selalu ada di sampingku."
Mereka berdua duduk dalam keheningan yang nyaman, di bawah cahaya remang-remang lampu taman. Zee merasa lega bisa membagikan beban yang selama ini ia pendam sendiri.
Sementara itu, di hari ujian pertama, suasana di sekolah begitu sibuk dan tegang. Zee duduk di meja ujian dengan pikirannya yang terbagi antara soal-soal yang sulit dan masalah pribadinya yang belum terselesaikan. Rasanya sulit untuk fokus, tetapi Zee berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikan setiap soal dengan teliti.
Setelah ujian selesai, Zee pulang dengan hati yang berat. Di rumah, suasana yang biasanya penuh dengan kehangatan keluarga, kini dipenuhi dengan ketegangan. Orang tuanya terlibat dalam pertengkaran hebat yang membuat Zee merasa hancur.
Hati Zee remuk saat mendengar kata-kata keras yang saling mereka lemparkan. Tanpa berpikir panjang, Zee memilih untuk meninggalkan rumah. Ia membutuhkan tempat untuk melarikan diri dari semua kekacauan yang sedang terjadi.
Zee mengingat rumah sepupunya, Gita, yang selalu menawarkan kediamannya sebagai tempat berlindung. Dengan langkah gontai, Zee menuju rumah Gita, berharap bisa menemukan ketenangan dan dukungan di sana.
Sampai di rumah Gita, Zee disambut hangat oleh sepupunya. Mereka duduk bersama di ruang tamu, di mana Zee akhirnya menceritakan semua yang telah terjadi. Mulai dari pesan anonim yang mengganggunya, masalah keluarganya, hingga perasaannya pada Marsha.
Gita mendengarkan dengan penuh perhatian, kadang-kadang memberi komentar atau nasihat yang bijak. "Kamu harus menghadapi masalah ini, Zee. Tidak bisa selalu lari dari semua hal yang sulit."
Zee mengangguk, merasa bersyukur bisa memiliki seseorang seperti Gita yang selalu ada di saat-saat sulit seperti ini. "Aku tahu, Gita. Tapi terkadang... terkadang rasanya begitu sulit untuk menghadapinya."
Gita tersenyum hangat. "Kamu punya teman-teman yang selalu mendukungmu, Zee. Termasuk Marsha. Mungkin saat yang tepat untuk mengungkapkan perasaanmu kepadanya sudah dekat."
Zee mengangguk, merasa semangatnya kembali membara. "Ya, mungkin kamu benar."
Malam itu, di tengah keheningan rumah Gita yang nyaman, Zee merasa lebih lega setelah bisa membagikan semua beban yang selama ini dipendamnya. Dukungan dari Gita memberinya kekuatan baru untuk menghadapi tantangan yang akan datang.
Tbc
Jangan lupa vote
KAMU SEDANG MEMBACA
Labirin (zeesha)
RomansaMarsha, dengan rambut hitam gelap terikat rapi, tiba di sekolah baru dengan perasaan campur aduk. Di bawah pohon rindang, Zee duduk dengan santainya, terkenal karena bakat musiknya yang luar biasa dan gaya band-nya yang khas. Pandangan mereka bertem...