11. Benang Merah [End]

41 6 55
                                    


Di ruang interogasi, Ninaya dan Giandra kini  bersama dengan Roy di hadapan mereka.

“Revita Wati dan Stefanny di tahun 1994, Claudia dan Thalita tahun 1995. Mutia dan Rara tahun 1996, Salma, Malika dan Nina tahun 1997. Yumna tahun 1998, lalu Ananda dan putri tahun 2034 . Apa anda mengakui telat membunuh dan memperkosa mereka?”

Pria itu hanya diam.

Ninaya kemudian mengeluarkan peta. “Semua TKP 30 tahun yang lalu, jaraknya 30 menit berjalan kaki dari rumahmu. Jika menarik garis l, kami seharusnya mudah menemukan anda.”

“Tapi, tidak ada yang mengira jika polisi yang menyelidiki kasus ini adalah pembunuhnya, dan memanfaatkan situasi, ahh tidak anda justru menikmatinya.” Tambah Ninaya.

Pak Roy terkekeh. “Itu menyenangkan.”

“Brengsek!” Umpat Jeihan dari luar.

“Melihat kalian mengejar orang yang salah.”

“Beritahu kami apa yang kau sembunyikan.” Kata Ninaya.

“Profil yang kalian terima, saya mengarangnya.” Kata pak Roy.

Mendesak para gadis yang menjadi korban, Roy dengan sengaja mendikte hingga memvalidasi jika ciri-ciri pelaku sangat mirip dengan Nugraha. Tinggi 180cm dan masih sangat muda, berusia 20 tahun saat itu.

“Saat diserang mereka sangat muda dibuat mengoceh dan mengatakan apa yang mereka rasa saat itu.”

“Tiga bulan setelah kasus Ananda Adrianna, putri anda lahir.” Kata Giandra.

“Dia tidak ada hubungannya dengan ini.”

“Ya tentu saja dia berhubungan.” Giandra memajukan tubuhnya. “Empat puluh sembilan hari setelah kematian putrimu, anda kembali membunuh lagi setelah 30 tahun. Kenapa anda melakukan hal itu?”

“Anda orang yang cukup hati-hati, anda tidak mungkin membunuh sembarang orang.” Kata Ninaya.

“Dia sangat mirip dengan ibuku.”

Putri, mempunyai wajah yang cukup mirip dengan mendiang ibunya. Itulah yang mendorong naluri pembunuhnya kembali.

“Ternyata itu alasan anda.”

“Bunuh diri keluarga aku menyebutnya.” Kata pak Roy. “Saat orang tua bunuh diri, anaknya pun ikut dibunuh. Aku hampir dibunuh ibuku, itulah aku membencinya.”

“Saat usia 13 tahun, aku diminta untuk minum cairan pestisida yang dia beri dan hampir mati.”

“Lalu anda mengincar orang yang mirip dengan ibumu?” tanya Ninaya.

Pak Roy diam menatap tajam Ninaya.
“Tapi sebenarnya… anda itu takut.”

“Jangan sok tau!”

“Anda takut setelah Ananda Adrianna selamat, ya?” Ninaya tersenyum tipis. “Ada yang melihatmu, jadi Anda takut tertangkap. Apa saya benar?”

“Beraninya kamu!”

“Ibu dan putrimu hanyalah alasan untuk menutup kejahatanmu.” Kata Ninaya. “Setelah putrimu meninggal, anda tidak bisa menahan untuk membunuh lagi dan menjadi seorang pengecut yang bersembunyi dibalik lencana pol—

“TIDAK! APA MAKSUDMU?!” Pak Roy menggebrak meja memotong ucapan Ninaya.

“Anda sangat merencanakan ini, bahkan menyelinap masuk ke markas penyelidikan. Hingga anda akhirnya tau persembunyian Ananda.” kata Ninaya yang bahkan tidak gentar karena gertakan pria itu.

“Nugraha, anda menjebaknya tapi gagal. Ninaya, anda hampir membunuhnya. Bahkan menjebak kolegamu sendiri, sampai membuat rekanmu terpukul hingga mengundurkan diri.” kata Giandra. “Bahkan rumah pak Adi, itu ternyata rumahmu sendiri.”

The Truth Untold 2 : Who Are You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang