Kala bangun dengan rasa kram yang menjalari sepanjang tungkainya. Ia bangun dari posisi dan memijat kakinya. Ia tahu kalau menerima ajakan Mas Rade tadi malam untuk futsal adalah pilihan yang buruk. Semua penghuni kos tahu bahwa bermain futsal bersama laki-laki itu akan berakhir seperti latihan militer.
Tapi, demi dikson dua ratus ribu untuk pembayaran kos bulan depan, ia dan teman-temannya akhirnya menerima ajakan itu. Akhirnya selalu bisa ditebak, mereka akan kembali ke kos dengan napas sesak, kram yang menjalari kedua kaki, dan mungkin akan terasa hingga beberapa hari ke depan.
Jika sudah begini, diskon dua ratus ribu sama sekali tidak menguntungkan.
Kala berdiri lalu menunduk untuk mencengkeram lututnya saat merasakan kakinya gemetaran. Ia bersumpah ini yang terakhir kali ia menerima ajakan Mas Rade untuk main futsal.
Tapi kalau diskonnya satu juta, dia bisa pikir-pikir dulu.
Dengan langkah gontai, ia pergi ke kamar mandi dan keluar lima belas menit kemudian.
Setelah berpakaian, Kala duduk di kursi dan membuka tabletnya. Ia membaca jadwal bosnya hari ini. Seperti biasa, ini akan menjadi hari sibuk. Membayangkannya saja sudah membuatnya lelah.
Setelah mengecek ranselnya, Kala keluar dari kamarnya. Lorong lantai dua masih sepi. Tapi ia mendengar suara dari dapur, jadi ia melangkah ke ujung lorong.
Kala menyandar di tembok dan melongok untuk melihat Ines, salah satu teman kosnya yang sedang menyeduh teh.
"Bisa jalan lo, Ka?" Ines bertanya dan menatap Kala dengan tatapan prihatin.
Kala mendesah. Ia mendekati kursi yang ada di dekat jendela dan duduk di sana lalu mengambil satu buah tahu goreng yang masih hangat dan menggigitnya. Ia mengucapkan terima kasih saat Ines duduk di sebelahnya dan menaruh secangkir teh di depannya.
"Kasihan banget nanti yang jadi istrinya Mas Rade." kata Kala, "pasti nikah tiga bulan badannya langsung berotot." tambahnya.
Ines tertawa. Nyaris menyemburkan isi mulutnya.
"Jangan gitu. Salah kalian sendiri kenapa mau."
Keduanya langsung terdiam saat mendengar suara di lorong. Mereka menoleh dan melihat orang yang mereka bicarakan masuk ke dapur dan langsung mendekati lemari yang menyimpan piring dan cangkir.
"Gimana, Ka?" Mas Rade bertanya.
"Alhamdulillah, Mas. Badan terasa sehat banget." Kala menahan makian di ujung lidahnya. Ines mengulum senyum.
"Anak muda memang harus banyak olahraga. Jangan kebanyakan rebahan." kata Mas Rade yang sedang menyeduh kopi.
Kala mencibir. Dibanding teman-teman kosnya yang lain, ia jelas yang paling rajin. Dia yang selalu berangkat kerja lebih pagi, dan pulang paling malam.
"Kamu kalau mau daftar member gym bisa lho, Ka, saya kasih diskon." Mas Rade menoleh sambil mengaduk isi cangkirnya.
Kala menggeleng dengan cepat, "Nggak dulu, Mas. Makasih. Nggak bakal sempat. Saya kalau nggak mimisan sampai muntah-muntah di depan bos, kayaknya nggak akan dikasih waktu senggang."
Sebagai pemilik sport center di Jakarta Selatan, Radeya memang sering memberikan diskon untuk penghuni kosnya. Semua orang tahu bagaimana lelaki itu terobsesi dengan olahraga. Dia juga seorang dosen yang jika tidak ada jadwal mengajar, dia pasti ada di gym. Semua akan menjadi masalah jika mereka bertemu Mas Rade di tempat gym. Lelaki itu akan langsung berubah jadi personal trainer gratis untuk memberikan pelatihan yang kalau muridnya belum muntah darah, belum berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahara
RomanceDemi melancarkan jalan saudara kembarnya untuk menikah, Ayra terpaksa meminta asisten pribadinya untuk menjadi pacar pura-pura. Kala membenci pekerjaannya, tapi ia mencintai bayarannya. Uang menjadi satu-satunya alasan ia bertahan di pekerjaannya ya...