Kantor tempat Kala bekerja menyediakan makan pagi, siang dan malam untuk karyawannya. Jika dipikir Kala bisa sangat berhemat di sektor makanan setiap harinya. Jarak kos dan kantornya pun dekat hingga tak boros bensin dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Saat ini biaya kosnya ditanggung oleh Ayra hingga ia bisa lebih banyak menabung lagi setiap bulannya.
Kala punya satu cita-cita saat ini, ia ingin bisa bebas finansial di umur tiga puluhan. Ia bukan orang yang sangat hemat, tapi ia tahu skala prioritasnya. Ia menabung dengan baik dan membeli sesuai kebutuhan.
Kala lupa kapan terakhir kali pacaran, jadi beberapa tahun terakhir ia memang hanya fokus pada dirinya sendiri. Ia sama sekali tidak kesepian selain karena pekerjaannya sangat menguras waktu, ia juga punya teman-teman kos yang bisa diandalkan.
Meski bisa mendapat sarapan gratis di kantor, Kala lebih sering sarapan di rumah demi ketenangan. Entah mengapa jika bosnya tahu ia sudah sampai di kantor, ada saja hal yang mengharuskan ia buru-buru menyelesaikan kegiatannya. Ayra memang sepertinya tidak suka jika ia menikmati waktu untuk dirinya sendiri.
Kala membuat telur dadar untuk sarapan. Meski di kantornya ia bisa mendapatkan menu lengkap buatan chef profesional, baginya telur dadar lebih nikmat karena ia bisa mengunyah dengan santai dan mencernanya dengan baik.
Setelah menyendok nasi dan menaruh telur dadar di piringnya, ia mendekati meja di dekat jendela dan membuka jendela agar udara pagi masuk. Ia menikmati sarapan sederhana dengan tenang.
"Kak Ines belum bangun, ya? Tumben." kata Musa saat ia masuk ke dapur. Di antara semua penghuni, Ines adalah yang paling rajin. Dia biasanya bangun pagi dan membuat sesuatu untuk sarapan penghuni lantai dua. Ines adalah seorang artisan painter. Jika sedang ada pekerjaan, ia bisa tidak keluar kamar selama beberapa hari.
"Ada kerjaan paling." jawab Kala saat Musa duduk di sebelahnya. Ia melihat temannya mengenyit melihat isi piringnya.
"Kayak anak TK lo, sarapan nasi sama telor." ujar Musa, "tinggal dibedakin aja muka lo."
"Sialan." Kala berdecak. Ia menyuap lagi. "mau cobain?" Kala mengulurkan sendok penuh nasi dan telur.
Musa bergidik ngeri. Ia tidak suka nasi. Ia tidak makan nasi sejak kecil hingga saat ini. Melihat orang makan nasi dengan lauk apapun tidak akan menggugah seleranya.
"Lo berhasil bujuk Mas Rade nggak?" Kala bertanya pada Musa.
"Nggak. Mas Rade malah berantem sama Nyokap gue." jawab Musa.
"Kok bisa?"
"Iya kan terakhir kita pulang ke rumah, Nyokap sempat nanyain Mas Rade kan, udah punya pacar atau belum. Nah kemarin gue bilang lah sama Nyokap kalau bos lo lagi mau nyari yang serius, gue pikir Nyokap bakal bisa bujuk Mas Rade, ternyata mereka malah berantem." Musa nyengir. Kala ikut merasa bersalah. Kalau Mas Rade sampai ngusir dia dari kosan gara-gara ini, bisa panjang urusannya. Ia akhirnya meminta Musa tak melakukannya lagi.
***
Ayra punya satu hobi yang bagi Kala hanya membuang-buang uang. Dia menyukai lego. Dia suka duduk berjam-jam demi merakit lego. Dia membeli berbagai macam lego sampai pada harga yang bagi Kala sangat tidak masuk akal hanya demi sesuatu yang hanya akan menjadi pajangan.
"Mbak Ayra masih punya waktu ngerakit lego?" Resepsionis bertanya sambil menyerahkan paket yang dititipkan di mejanya pada Kala.
"Mbak pikir kalau berhari-hari nggak selesai siapa yang ngelanjutin? Gue lah." Jika dipikir-pikir, Kala tidak punya jobdesk yang mengikat karena ia bisa mengerjakan semuanya.
"Eh, ada donor darah, ya, hari ini?" Kala melihat beberapa petugas membawa peralatan melewatinya.
"Iya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahara
RomanceDemi melancarkan jalan saudara kembarnya untuk menikah, Ayra terpaksa meminta asisten pribadinya untuk menjadi pacar pura-pura. Kala membenci pekerjaannya, tapi ia mencintai bayarannya. Uang menjadi satu-satunya alasan ia bertahan di pekerjaannya ya...