Happy reading:3**********
Hana duduk di tepi ranjang, pandangannya kosong menatap koper yang terbuka di hadapannya. Barang-barangnya tergeletak berserakan, mencerminkan kekacauan yang terjadi dalam hatinya. Erik, suaminya yang berpengaruh di kota kecil mereka, baru saja mengucapkan kata-kata yang menghancurkan seluruh dunianya.
"Aku ingin kita cerai... Kau tak berguna karena tak bisa membuatkan ku keturunan," katanya dengan nada dingin.
Kata-kata itu terngiang terus di telinga Hana, seolah-olah berbisik berulang kali tanpa henti. Dengan tangan gemetar, ia mencoba memasukkan pakaian ke dalam koper, air mata jatuh tanpa henti membasahi pipinya. Di luar jendela apartemen, malam semakin larut, tetapi hatinya terasa semakin gelap dan dingin.
Saat Erik mengucapkan kalimat terakhir sebelum meninggalkannya, Hana hanya mampu terdiam. Rasa syok menyelimuti pikirannya, membuatnya seolah lumpuh. Dia merasa dunia yang dia kenal hancur dalam sekejap mata.
Kabar perceraian Hana dan Erik menyebar cepat di kota kecil mereka. Warga berbisik-bisik di belakangnya, tak sedikit yang tanpa malu melemparkan hinaan langsung ke arahnya.
"Apa gunanya menikah kalau tidak bisa punya anak?" salah satu tetangga berkata dengan nada mengejek saat Hana lewat.
"Dia benar-benar mandul. Makanya suaminya menceraikannya," bisik seorang ibu kepada anaknya saat mereka melintas di depan apartemen Hana.
Setiap kata seperti duri yang menusuk hati Hana, semakin memperparah luka yang belum sempat sembuh. Rasa malu dan rendah diri menenggelamkannya lebih dalam ke dalam kesedihan. Hana merasa seperti orang asing di kotanya sendiri, tempat yang dulunya penuh dengan kenangan indah kini berubah menjadi medan yang penuh dengan penghakiman dan cemoohan.
Di apartemen barunya, Hana mencoba membangun kembali kehidupannya. Setiap sudut ruangan kecil itu menjadi saksi bisu perjuangannya melawan rasa sakit dan hinaan yang terus menghantuinya. Malam-malamnya diwarnai dengan mimpi buruk tentang masa lalu, dan siang harinya diisi dengan usaha untuk menemukan kembali kekuatan dalam dirinya.
Namun, setiap kali ia melangkah keluar, suara-suara sumbang itu kembali menyusup ke dalam pikirannya. "Dia pasti punya dosa besar, makanya nasibnya seperti ini," kata seorang wanita tua di pasar. Hana hanya bisa menunduk, berusaha menahan air mata yang ingin pecah.
Waktu berlalu, dan meski luka di hati Hana belum sepenuhnya sembuh, dia mulai menemukan cara untuk berdamai dengan dirinya sendiri. Melalui terapi dan dukungan dari beberapa teman yang benar-benar peduli, Hana perlahan-lahan belajar untuk menerima kenyataan dan membangun kembali harga dirinya yang hancur.
Namun, bekas luka itu tetap ada. Setiap kali dia melihat pasangan bahagia dengan anak-anak mereka, hatinya masih terasa perih. Tapi Hana tahu bahwa hidup harus terus berjalan. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak membiarkan hinaan dan kata-kata kejam orang lain menentukan nilainya.
Dengan waktu dan usaha, Hana mulai menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil. Sebuah hobi baru, teman-teman yang setia, dan keyakinan bahwa dirinya layak untuk dicintai, meskipun tidak sempurna.
Hina dari Erik dan warga sekitar mungkin telah menggores dalam, tetapi Hana bertekad untuk bangkit dan menemukan kekuatan dalam dirinya. Dia adalah Hana yang baru, lebih kuat dari sebelumnya, dan siap menghadapi.
Kemudian Hana memutuskan untuk kerja disebuah perusahaan, dan saat ia diterima disana, di hari pertama ia kerja dia masih ga tau siapa Overseer nya dia, dan membangun hubungan baik dengan beberapa temannya, teman temannya ini ga tau apa apa soal perceraiannya dia, mereka hanya tau dia cerai tanpa alasan, dan mereka gatau kalau Hana ternyata mandul.
akan tetapi suatu saat tim mereka akhirnya didatangi oleh Overseer dari pusat dan saat orang itu datang, Hana terkejut, itu adalah Erik. Akan tetapi Erik hanya biasa saja dengan Hana, gamau ambil pusing, sedangkan Hana sendiri memutuskan untuk bungkam
*********
Hana melangkah dengan hati-hati menuju gedung perkantoran yang megah. Ini adalah hari pertama dia bekerja di sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang teknologi. Setelah berbagai cobaan yang dialaminya, Hana memutuskan untuk fokus pada kariernya dan mencoba mengubur masa lalunya yang menyakitkan. Dengan senyuman penuh harap, ia berharap pekerjaan ini bisa menjadi awal yang baru.
Di ruang kerja yang terang dan modern, Hana disambut hangat oleh rekan-rekan kerjanya. Ada Mira, seorang wanita ceria yang selalu tersenyum, dan Andi, pria ramah yang selalu siap membantu. Mereka menyambut Hana dengan antusias dan memperkenalkannya kepada tim.
"Hai Hana, selamat datang di tim kami! Kami senang sekali punya anggota baru," kata Mira dengan semangat.
"Terima kasih, aku juga senang bisa bergabung," jawab Hana sambil tersenyum.
Selama beberapa minggu, Hana mulai merasa nyaman dan akrab dengan lingkungan kerjanya. Rekan-rekannya tidak tahu banyak tentang masa lalunya, hanya bahwa dia bercerai tanpa alasan yang jelas. Hana merasa lega karena mereka tidak menghakiminya, dan dia pun tidak merasa perlu untuk menceritakan lebih banyak.
Suatu hari, ada kabar bahwa Overseer dari kantor pusat akan datang untuk meninjau tim mereka. Semua orang sibuk mempersiapkan kedatangan sang Overseer, memastikan segala sesuatunya berjalan lancar. Hana merasa sedikit gugup, namun lebih karena ingin memberikan kesan yang baik.
Ketika hari yang dinanti tiba, tim mereka berkumpul di ruang rapat. Pintu terbuka, dan masuklah seorang pria dengan langkah percaya diri. Hana terkejut, merasa jantungnya berdebar kencang. Itu adalah Erik, mantan suaminya. Dunia seakan berhenti berputar sesaat bagi Hana.
Erik tampak tenang, profesional, dan tidak menunjukkan tanda-tanda mengenali Hana lebih dari sekadar mantan istri. Dia memperkenalkan diri dan mulai berbicara tentang rencana kerja dan target perusahaan.
"Selamat pagi, semuanya. Saya Erik, Overseer dari kantor pusat. Saya di sini untuk memastikan kita semua berada di jalur yang benar menuju kesuksesan," katanya dengan nada formal.
Hana merasa seluruh tubuhnya menegang. Dia memilih untuk bungkam, tidak ingin mengungkapkan hubungan masa lalu mereka kepada rekan-rekan kerjanya. Erik juga tampak tidak berminat untuk membawa masa lalu mereka ke dalam urusan profesional.
Setelah pertemuan, Erik berjalan di sekitar kantor, berbicara dengan setiap anggota tim. Saat tiba di meja Hana, dia hanya memberikan anggukan singkat.
"Hana," sapanya singkat tanpa ekspresi berlebihan.
"Erik," balas Hana dengan tenang, berusaha keras menjaga emosinya tetap terkendali.
Rekan-rekan kerja Hana tidak menyadari ketegangan yang ada. Bagi mereka, ini adalah interaksi biasa antara bos dan karyawan. Hana pun berusaha sebisa mungkin tetap fokus pada pekerjaannya.
Namun, di dalam hatinya, ada gelombang emosi yang berkecamuk. Keberadaan Erik membangkitkan kembali kenangan pahit yang selama ini coba dia lupakan. Meski begitu, Hana memutuskan untuk tetap bungkam dan profesional, menjaga jarak dan tidak membiarkan masa lalu mengganggu pekerjaannya.
Hari-hari berlalu, dan Hana terus bekerja keras. Dia membangun hubungan baik dengan rekan-rekannya, dan perlahan-lahan mulai menunjukkan kemampuannya di tempat kerja. Erik, meskipun hadir di kantor, tetap menjaga sikap profesional dan tidak menunjukkan tanda-tanda ingin membicarakan masa lalu mereka.
Hana belajar untuk menerima kenyataan bahwa Erik adalah bagian dari hidupnya yang sekarang tidak bisa dihindari. Meski begitu, dia tetap bertekad untuk tidak membiarkan masa lalu mendikte masa depannya. Dengan tekad yang kuat, Hana melanjutkan langkahnya, menatap masa depan dengan harapan baru, sambil belajar untuk berdamai dengan bayang-bayang dari masa lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang terkikis [TAMAT]
Adventure"Aku ingin kita cerai..." katanya dengan nada dingin "A-apa? Tapi kenapa mas?" "Kau tak berguna karena tak bisa membuatkan ku keturunan" Wanita itu begitu shock hingga dia terduduk lemas.