Enam

28 1 0
                                    


Happy reading:3

*******

Ketika hari-hari berlalu, Hana merasa semakin terisolasi. Tanpa dukungan emosional dari orang lain, kondisinya semakin memburuk. Setiap malam ia terjaga, menangis dalam kesunyian, merasakan beban kesepian yang semakin berat. Pikiran-pikiran negatif mulai mendominasi, dan Hana merasa bahwa dirinya tidak lagi pantas untuk hidup di dunia ini.

Di tengah malam yang sepi, Hana sering kali berbicara pada dirinya sendiri, menyesali semua yang telah terjadi. "Kenapa semuanya harus terjadi padaku? Apa yang salah dengan diriku? Aku tidak bisa memberikan anak, sekarang aku lumpuh, dan aku kehilangan Erik. Mungkin memang lebih baik kalau aku tidak ada."

Hari-hari berlalu dengan Hana tenggelam dalam kesedihan dan kegelapan. Ia mulai mengabaikan kebutuhannya sendiri, tidak peduli dengan makan atau tidur. Kondisi mentalnya semakin memburuk, dan ia merasa tidak ada harapan lagi.

Namun, pada suatu hari, ketika Hana berada di titik terendah dalam hidupnya, sebuah kejadian tak terduga terjadi. Maria, yang tidak pernah menyerah untuk membantu Hana, datang kembali dengan tekad yang lebih kuat. Maria mengetuk pintu rumah Hana, dan ketika Hana membukanya, ia melihat wajah penuh kekhawatiran dan cinta dari sahabatnya.

"Hana, aku tidak bisa melihatmu menderita seperti ini. Tolong, biarkan aku membantumu. Kamu tidak sendirian," kata Maria dengan suara penuh empati.

Hana terdiam, air mata mengalir di pipinya. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasakan secercah harapan. "Aku... aku tidak tahu, Maria. Aku merasa begitu hancur."

"Kamu tidak harus menghadapi ini sendirian. Aku ada di sini untukmu, Hana. Mari kita hadapi semuanya bersama-sama," jawab Maria, memeluk Hana dengan penuh kasih sayang.

Dukungan dari Maria menjadi titik balik bagi Hana. Dengan bantuan sahabatnya, Hana mulai perlahan-lahan bangkit dari keterpurukan. Maria membantu Hana mendapatkan terapi untuk mengatasi trauma dan kesedihan yang mendalam. Mereka juga mulai menjalani rutinitas harian yang sehat, termasuk aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi Hana.

Meskipun prosesnya lambat dan penuh tantangan, Hana mulai menemukan kembali arti hidupnya. Ia mulai menulis lagi, kali ini dengan tujuan untuk berbagi cerita dan pengalaman hidupnya, berharap bisa membantu orang lain yang mengalami kesulitan serupa.

Dengan dukungan Maria dan terapi yang tepat, Hana mulai menerima dirinya sendiri dan menyadari bahwa hidupnya masih berharga, meskipun penuh dengan luka dan kesedihan. Ia belajar bahwa menerima bantuan dari orang lain bukanlah tanda kelemahan, melainkan kekuatan.

Hana menghabiskan waktu bersama Maria, merasakan cinta dan dukungan yang tulus dari sahabatnya. Meskipun masa lalunya penuh dengan kesedihan, Hana mulai melihat masa depannya dengan penuh harapan dan kekuatan baru.

Dan di tengah perjalanan yang panjang dan sulit ini, Hana menemukan bahwa ia masih memiliki kekuatan untuk mencintai, berharap, dan hidup.

Ketika Maria tiba-tiba menghilang tanpa jejak, Hana merasa dunia yang baru saja ia bangun kembali runtuh. Ia mencari Maria ke mana-mana, bertanya kepada teman-teman dan tetangga, namun tidak ada yang tahu keberadaan sahabatnya itu. Kehilangan Maria membuat perasaan Hana kembali memburuk. Ia merasa terisolasi dan kehilangan satu-satunya orang yang selalu mendukungnya tanpa syarat.

Malam-malam yang panjang kembali diisi dengan tangisan dan kesedihan. Hana merasa dikhianati oleh nasib. "Mengapa semua orang yang aku cintai selalu meninggalkanku?" pikirnya, merasakan sakit yang mendalam.

Namun, di tengah kepedihan itu, Hana teringat akan janji Maria. "Kamu tidak harus menghadapi ini sendirian. Aku ada di sini untukmu, Hana." Kata-kata itu terus terngiang di telinganya, memberikan Hana kekuatan kecil untuk bertahan.

Hana mulai memikirkan cara untuk tetap kuat tanpa bergantung sepenuhnya pada orang lain. Ia mulai menulis lebih intensif, mencurahkan semua perasaannya ke dalam tulisan. Setiap kata menjadi pelipur lara baginya, membantu mengatasi kesedihan yang terus menghantui.

Suatu hari, saat Hana sedang menulis di sebuah kafe, seorang wanita tua datang menghampirinya. "Kamu Hana, bukan?" tanyanya dengan lembut. Hana mengangguk, merasa bingung. Wanita tua itu memperkenalkan dirinya sebagai tetangga lama Maria.

"Aku tahu Maria menghilang secara tiba-tiba. Dia menitipkan ini padaku sebelum pergi," kata wanita itu sambil menyerahkan sebuah surat kepada Hana. Dengan tangan gemetar, Hana membuka surat tersebut dan mulai membaca.

"Hana sayang,
Maafkan aku harus pergi tanpa pemberitahuan. Ada sesuatu yang sangat penting yang harus aku lakukan, sesuatu yang tidak bisa aku jelaskan sekarang. Percayalah, aku akan kembali secepat mungkin. Sementara itu, tetaplah kuat dan jangan menyerah. Kamu adalah orang yang luar biasa, dan aku percaya kamu bisa mengatasi semua ini. Aku akan selalu bersamamu dalam hati.
Cinta,
Maria."

Air mata Hana mengalir saat membaca surat itu. Meskipun Maria tidak ada secara fisik, kata-katanya memberikan kekuatan baru bagi Hana. Ia merasa bahwa Maria tetap bersamanya, memberikan dukungan dari jauh.

Dengan tekad yang baru, Hana memutuskan untuk terus maju. Ia menghubungi terapis lagi, bergabung dengan kelompok dukungan, dan terus menulis sebagai cara untuk menyembuhkan dirinya sendiri.

Hari demi hari, Hana menemukan kekuatan yang tidak pernah ia sadari ada dalam dirinya. Meskipun Maria masih belum kembali, Hana belajar untuk berdiri di atas kakinya sendiri, menerima dirinya apa adanya, dan menemukan makna hidupnya kembali.

Perjalanan ini tidak mudah, tetapi Hana tahu bahwa ia tidak benar-benar sendirian. Dukungan dan cinta dari Maria tetap hidup dalam hatinya, menjadi bintang penuntun di tengah kegelapan.

                                                                               -TAMAT-

*******

Walau singkat tapi bermakna ya:)

Pesan moral dari cerita ini apa temen temen???

Cinta yang terkikis [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang