Happy reading:3**********
Kondisi mental Hana semakin memburuk seiring berjalannya waktu. Dia semakin sering menyalahkan dirinya sendiri dan merasa kehilangan identitasnya. Setiap hari adalah perjuangan berat untuknya, dan tekanan yang dirasakannya semakin menghancurkan semangat hidupnya.
Erik, yang kini benar-benar berubah, senantiasa berada di sisinya. Dia menjaga Hana dengan penuh kasih sayang dan perhatian. Setiap hari dia mencoba menunjukkan betapa berharganya Hana bagi dirinya. Namun, rasa sakit dan kesedihan Hana tampaknya semakin dalam, dan Erik merasa tak berdaya melihat wanita yang dicintainya semakin terpuruk.
"Hana, kau tahu betapa aku mencintaimu. Tolong, jangan menyerah," kata Erik suatu malam saat mereka duduk di samping tempat tidur.
Hana hanya menatap ke arah jendela, matanya kosong. "Aku bukan siapa-siapa, Erik. Aku tidak bisa berjalan, aku tidak bisa memberikanmu anak. Aku hanya beban."
Erik merasa hatinya hancur mendengar kata-kata itu. "Hana, kau bukan beban. Kau adalah orang yang paling berarti dalam hidupku. Aku mencintaimu apa adanya."
Namun, Hana tidak tergerak. Dia merasa dirinya tidak berharga dan kehilangan arah. Hari-hari berlalu dengan Hana yang terus-menerus menyalahkan dirinya sendiri, dan Erik yang tidak pernah lelah mencoba menghibur dan mendukungnya.
Suatu malam, Erik menemukan Hana duduk di kursi roda lagi, ia menangis dengan suara yang tak tertahankan. Dia segera menghampirinya dan memeluknya dengan lembut.
"Hana, aku di sini. Tolong, katakan padaku apa yang kau rasakan," kata Erik dengan suara lembut.
Hana tersedu-sedu di pelukannya. "Aku tidak tahu siapa diriku lagi, Erik. Aku merasa seperti kehilangan semuanya. Aku tidak bisa menerima kenyataan ini."
Erik mengelus rambut Hana dengan lembut. "Kau adalah wanita yang kuat, Hana. Meski kau merasa kehilangan, aku di sini untuk membantumu menemukan dirimu kembali. Kita akan melewati ini bersama."
Hana menggeleng lemah. "Aku tidak bisa, Erik. Terlalu sulit."
Erik merasa putus asa, namun dia tahu bahwa dia tidak bisa menyerah. "Hana, aku tahu ini berat. Tapi kau tidak sendiri. Aku mencintaimu, dan aku akan selalu berada di sini untukmu. Mari kita hadapi ini bersama."
Erik akhirnya memutuskan untuk merawat Hana di rumah dengan lebih intensif. Dia merencanakan aktivitas-aktivitas sederhana yang bisa mereka lakukan bersama, untuk mengalihkan pikiran Hana dari kesedihannya dan menunjukkan bahwa hidup masih bisa indah.
Setiap pagi, Erik membantu Hana keluar dari tempat tidur dan membawanya ke taman kecil di halaman rumah. Mereka duduk di sana, menikmati udara segar dan sinar matahari. Erik mulai membacakan buku-buku yang disukai Hana, mendengarkan musik bersama, dan bahkan mencoba memasak resep-resep baru untuk membuat Hana tersenyum.
Namun, kondisi mental Hana tetap tidak stabil. Dia masih sering menyalahkan dirinya sendiri dan merasa tidak berguna.
Bahkan disuatu malam saat ia berusaha kembali menenangkan Hana, Hana masih menangis tersedu sedu, saat Erik berhasil menidurkan nya, Erik berpikir, ia sangat menginginkan anak, sangat sangat, ia berbisik pelan pada dirinya sndiri sambil memeluk istrinya yang sudah tak bisa memiliki anak selamanya, dia terus seolah olah mengemis tanpa henti menginginkan anak, dia tahu bahwa Hana tertidur lelap
*********
Malam itu, Erik duduk di samping tempat tidur Hana, melihat wajahnya yang tenang saat tertidur setelah tangisan yang panjang. Hatinya penuh dengan rasa bersalah dan penyesalan. Dia tahu betapa dalamnya keinginan Hana untuk memberinya kebahagiaan, namun sekarang semuanya terasa begitu rumit.
Erik memeluk Hana yang tertidur dengan lembut, berbisik pada dirinya sendiri. "Aku sangat menginginkan anak, sangat sangat. Tapi aku mencintaimu, Hana. Aku mencintaimu lebih dari apa pun di dunia ini. Aku yang bodoh, aku yang salah." Air mata mengalir di pipinya, namun dia tidak ingin membangunkan Hana.
Dia berbisik lebih pelan, seolah-olah mengemis pada dirinya sendiri, "Aku hanya ingin kau bahagia, Hana. Aku tak peduli lagi tentang anak. Aku hanya ingin kita bersama, selamanya."
Hari-hari berlalu dengan penuh tantangan. Hana masih bergulat dengan rasa rendah diri dan keputusasaan. Setiap kali Erik mencoba menghiburnya, dia merasakan beban kesalahan masa lalunya semakin berat.
Suatu malam, saat Erik berusaha menenangkan Hana yang kembali menangis, dia berbicara dengan penuh kasih. "Hana, aku tahu kau merasa tak berguna. Tapi kau harus tahu, kau adalah segalanya bagiku. Aku mencintaimu bukan karena kau bisa memberiku anak, tapi karena kau adalah dirimu."
Hana terisak di pelukan Erik. "Tapi, Erik, aku merasa tak ada harapan. Aku lumpuh, aku tak bisa memberikanmu anak. Aku merasa seperti beban."
Erik memeluk Hana lebih erat, mencoba memberikan rasa aman dan hangat. "Hana, kau bukan beban. Kau adalah wanita yang luar biasa. Kau telah mengajarkanku begitu banyak tentang cinta dan pengorbanan. Aku bodoh karena tidak menyadarinya lebih awal. Tapi sekarang, aku di sini, dan aku akan selalu berada di sini untukmu."
Hana terdiam sejenak, lalu berbicara dengan suara lirih, "Erik, aku takut. Aku takut kamu akan meninggalkanku lagi."
Erik merasakan sakit di hatinya mendengar ketakutan Hana. "Tidak, Hana. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi. Aku akan membuktikan setiap hari bahwa aku mencintaimu dan bahwa kau adalah segalanya bagiku."
Malam itu, setelah berbulan-bulan penuh tekanan dan keputusasaan, Erik akhirnya kehilangan kesabarannya. Dalam keletihan dan frustrasi, dia berteriak pada Hana.
"Hana, kenapa kamu tidak bisa melihat bahwa aku mencoba? Kenapa kamu tidak bisa menghentikan kesedihan ini?!" suara Erik menggema di ruangan, memecah keheningan malam.
Hana terdiam, air matanya terhenti. Wajahnya berubah, ekspresinya kosong. Erik segera menyadari kesalahannya. "Maafkan aku, Hana. Aku tidak bermaksud..."
Namun, sesuatu telah berubah. Hana tidak lagi menangis atau merespons. Dia hanya duduk di sana, pandangannya kosong, seolah-olah jiwanya telah pergi meninggalkan tubuhnya. Erik merasa ketakutan menyadari bahwa dia telah kehilangan kehangatan dan semangat Hana.
"Hana, maafkan aku," katanya lagi, kali ini suaranya penuh dengan penyesalan dan ketakutan. "Dimana wanita yang selalu mencintaiku? Dimana wanita yang selalu menghangatkanku? Tolong, Hana, jangan pergi."
Tapi Hana tetap diam. Dia hanya menatap lurus ke depan, tidak bereaksi terhadap kata-kata Erik. Suasana yang dulu penuh dengan keluhan dan tangisan Hana kini berubah menjadi keheningan yang menakutkan.
Erik merasa putus asa. Dia menggenggam tangan Hana, berusaha mencari jejak kehangatan yang pernah ada. "Hana, aku membutuhkanmu. Tolong, jangan pergi. Aku akan melakukan apa saja untuk membuatmu bahagia. Aku berjanji."
Namun, Hana tetap tidak merespons. Erik duduk di sampingnya, merasa hatinya hancur. Dia menyadari bahwa kemarahannya yang singkat telah menyebabkan kerusakan yang tak terbayangkan.
Hari-hari berikutnya, Erik mencoba segala cara untuk membawa Hana kembali. Dia membacakan buku favorit Hana, memutarkan musik yang mereka cintai, dan berbicara dengan penuh kasih sayang setiap hari. Namun, Hana tetap dalam kondisi yang sama, seperti wadah kosong tanpa semangat.
Erik merasa hancur setiap kali melihat Hana. Dia merindukan tawa dan senyum yang dulu selalu menghangatkan hatinya. Setiap malam, dia duduk di samping tempat tidur Hana, berbicara tentang kenangan indah mereka dan harapan untuk masa depan, meski tidak ada tanggapan dari Hana.
"Dimana wanita yang selalu mencintaiku?" Erik berbisik, air mata mengalir di pipinya. "Dimana wanita yang selalu menghangatkanku?"
Erik akhirnya menyadari bahwa dia harus menemukan cara untuk membawa Hana kembali dari kehampaan ini. Dia bertekad untuk tidak menyerah, meski jalan yang harus mereka tempuh terasa begitu panjang dan penuh dengan rintangan. Dengan cinta dan penyesalan yang mendalam, Erik tahu bahwa dia harus berjuang lebih keras dari sebelumnya untuk mengembalikan semangat dan kebahagiaan Hana.
Namun, dalam hatinya, Erik tahu bahwa ini bukanlah perjalanan yang bisa dia lalui sendiri. Dia perlu mencari dukungan dari orang-orang yang bisa membantunya memahami dan mengatasi kondisi Hana. Dengan tekad baru, Erik berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan berhenti berjuang demi wanita yang dia cintai, apapun yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang terkikis [TAMAT]
Adventure"Aku ingin kita cerai..." katanya dengan nada dingin "A-apa? Tapi kenapa mas?" "Kau tak berguna karena tak bisa membuatkan ku keturunan" Wanita itu begitu shock hingga dia terduduk lemas.