BAB 1. MASUK KE BUKU?

113 10 1
                                    

Gaduh di sepanjang lorong gedung sekolah, gadis dengan rambut hitam legam sebahu itu berteriak nyaring melewati para siswa-siswi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gaduh di sepanjang lorong gedung sekolah, gadis dengan rambut hitam legam sebahu itu berteriak nyaring melewati para siswa-siswi. Tidak jauh dari posisinya, Renata mengejar gadis yang dikenal sebagai penulis remaja yang tengah naik daun.

"BERHENTI LO!" Renata berteriak keras di saat kakinya mendadak lelah untuk terus berlari mengejar sang sahabat.

Gadis berkulit sawo matang yang telah berada di anak tangga itu terlihat ngos-ngosan, kedua lubang hidungnya kembang-kempis. Memompa oksigen untuk tetap masuk ke paru-paru, sementara Renata tidak jauh berbeda.

"Ad-hah, aduh Ren! Gue nggak sengaja pakek nama lo. Suer terkewer-kewer dah! Gue minta maap," ujarnya masih mencoba untuk mengatur napas yang masih saja sesak.

Buku novel cetak dengan sampul berwana pink di tangan Renta diangkat tinggi ke atas, wajah Renata masam sekali. Bayangkan saja ia mendukung gadis remaja di depan sana menjadi seorang penulis populer, merintis dari menulis di web gratis hingga bisa naik cetak.

"Gue nggak mau tau, pokoknya. Gue mau nama gue di buku lo, kudu lo revisi. Kalo nggak, gue cabut bulu ketek lo ampek gersang kek padang pasir." Renta menggoyangkan buku novel dengan ekspresi sangar.

Gadis itu meringis kecil, masalahnya buku novel yang telah terbit cetak sudah open order. Ada beberapa yang sudah dijual, inilah kenapa Renata-sahabatnya itu bisa memiliki novel yang baru dirilis di aplikasi belanja online.

"Anu..., maap Ren! Sumpah, gue bakalan kasih lo royalti gede deh. Karena gue udah makek nama lo tanpa izin," sahutnya membujuk Renata untuk tidak marah.

Renata mengeleng tegas. "Ogah! Nggak mau gue duit lo, Njir. Nyokap sama Bokap gue masih bisa ngidupin gue. Pokonya gue nggak mau tau, lo kudu revisi nama gue di sini jadi nama siapa pun terserah lo. Asalkan bukan nama gue," tukas Renata tidak terima.

Erangan frustrasi keluar begitu saja dari bibirnya, Renata kembali bersiap-siap untuk menaiki anak tangga gedung sekolah. Kepala gadis di atas sana mengeleng, meminta agar Renata tidak lagi mengejarnya.

"Ren, udah Ren. Please, jangan kejar gue lagi. Yang ada gue mati sesak napas karena lo," pintanya memohon dengan ekspresi wajah memelas.

"Ya, udah. Hari ini lo mati aja di tangan gue," sahut Renata tidak mengindahkan permintaan sang sahabat.

Teriakan kembali mengalun, di saat Renata menaiki satu persatu anak tangga. Sementara sang sahabat tidak kalah cepatnya menaiki anak tangga, dua anak tangga lagi. Sepatu gadis berparas ayu itu tergelincir, hingga tubuh Renata terjengkang ke belakang.

BUK! KYAA!

Kerasnya bunyi suara kepala belakang Renata langsung menghantam lantai dasar gedung sekolah, bertepatan dengan suara teriakan para siswi yang kebetulan ada di lorong menyaksikan aksi kejar-kejaran keduanya. Renata meringis darah segar mulai menggenangi lantai, tampak kontras dengan warna marmer.

TRANSMIGRASI CEGILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang