Bel pulang sekolah berbunyi, semua siswa-siswi kelas berhamburan keluar kelas dengan lesu karena lelah mengerjakan tugas matematika yang sulit, termasuk juga Darel.
"Akhirnya balik juga, ayo Rel bareng ke parkiran," ujar Erik.
Darel mengangguk, lalu bangun berdiri dan berjalan keluar kelas untuk segera pulang. Darel kesal memikirkan Rania yang mungkin sekarang ini sedang berduaan dengan Darian, kakaknya yang brengsek.
Darel dan Erik menuju parkiran, lalu pulang ke rumah masing-masing.
Dalam perjalanan pulang, Darel melihat mobil Darian dan melihat dengan jelas apa yang dilakukan kakaknya karena kaca mobil transparan. Darel tak bisa menahan emosinya, jika biasanya ia akan masa bodoh, kali ini Darel menghentikan motornya tepat disamping mobil Darian yang terparkir disebrang jalan.
Prannggg.
Darel baru saja menonjok kaca mobil dengan beberapa kali pukulan hingga kaca itu pecah.
"Kyaaaa."
"Bangst, ga tau malu lo Darian anjing sex di jalan umum," sentak Darel.
Jalanan ini memang agak sepi, tapi pasti ada beberapa kendaraan yang lewat dan melihat perbuatan menjijikan kakaknya itu.
"Gue mohon jangan kasih tau Ran—"
Sebelum menyelesaikan perkataannya Darel terlebih dahulu melajukan motornya kencang.
"Bangst," umpat Darian.
"Udahlah Darian, mungkin ini saatnya kamu putusin Rania," kata perempuan dengan pakaian berantakan itu.
Darian menatap perempuan itu, lalu menghela napas. "Aku ga mau nyakitin Rania...."
Disisi lain Darel sudah sampai rumahnya, saat membuka pintu rumah ia dikejutkan dengan Rania yang berdiri dibalik pintu rumah.
Darel menatap Rania dengan perasaan bersalah, bersalah karena tidak memberitahu Rania kelakuan Darian dibelakangnya. Sedangkan Rania menatap Darel datar, sepertinya Rania sudah membencinya.
Pandangan Rania turun ke tangan Darel yang berdarah parah, cairan kental berwarna merah itu menetes banyak di lantai. Rania melebarkan matanya, lalu mendekat pada Darel dan memegang tangan Darel yang terluka.
"Kamu abis ngapain Darel!"
Darel menarik tangannya, namun Rania segera memegangnya lagi.
"Bukan luka serius, aku bisa obatin lukanya sendiri."
"Bukan luka serius gimana Darel? bahkan masih ada pecahan kaca ditangan kamu! Kamu abis ngapain sih Darel? mukul kaca?" teriak Rania marah.
Bukannya menjelaskan apa yang terjadi, Darel hanya menampilkan senyumnya yang merekah.
"Kamu gila malah senyum disaat kaya gini," ujar Rania lalu menarik Darel ke sofa.
"Diem disini, kakak mau ambil kotak obatnya dulu," perintah Rania pada Darel.
"Kamu bukan kakak aku Ran," ujar Darel sambil menyandarkan kepalanya pada sofa.
Rania pergi mengambil kotak obat sebentar, lalu kembali dengan kotak obat dan air hangat dalam wadah.
Rania duduk disamping, lalu memegang tangan Darel dan melihat lukanya. Rania mengambil sebuah alat untuk mengambil pecahan kaca kecil yang menancap jari Darel. "Kenapa bisa gini?" tanya Darel.
"Kenapa ya..."
"Aku ga punya alesan yang logis biar kamu percaya."
"Bilang aja sejujurnya, jangan alesan Darel! Mama sama Papa nitip kamu ke kakak."