Belial kembali ke tempat latihannya dengan amarah yang masih membara. Dia fokus mengumpulkan tenaga sebelum akhirnya melepaskan serangan yang menghancurkan batu besar di dekatnya. Sisa-sisa kemarahan masih terlihat dari bahasa tubuhnya.
Tak lama setelah itu, Ultraman King muncul dan mendekati Belial. Jubahnya berkibar dengan megah, mengikuti irama setiap langkahnya.
"Ada apa, Belial? Kau tampak kesal," ucap King, suaranya tenang dan penuh wibawa.
"Tidak... Tidak ada apa-apa," jawab Belial pelan, menolak menatap King.
"Jika kau ada masalah, cobalah untuk mengungkapkannya. Kau bisa mempercayaiku," King mencoba meyakinkan Belial dengan nada lembut.
"Aku bilang aku tidak apa-apa!" Belial membentak dengan keras, kemudian tampak terkejut oleh dirinya sendiri. "M-maafkan aku. Aku... Aku tidak bermaksud begitu."
"Memendam masalahmu sendiri hanya akan membebani perasaanmu. Perasaan itu bisa menjadi bom waktu yang meledak kapan saja saat semuanya sudah tak tertahankan lagi," King memberikan nasihat bijaknya. "Kau mengerti itu, kan, Belial?"
"Bom waktu?" Belial merenungkan kata-kata itu, pikirannya kembali ke masa lalu saat ia selalu memendam perasaan iri dan dengkinya pada Ken. Dan memang, perasaan itu akhirnya meledak, membuatnya kehilangan kendali dan melakukan hal-hal yang kemudian ia sesali.
Belial pun menatap ke arah King. "Aku...," kata-katanya tercekat di tenggorokannya saat dia mencoba mengungkapkan perasaannya.
"Ketahuilah, Belial. Mengungkapkan perasaanmu tidak akan membuatmu terlihat lemah. Semua orang punya masalahnya sendiri," King kembali memberikan nasihatnya, seolah memahami pergumulan batin Belial.
Belial tersentak mendengarnya, lalu menghela napas panjang. "Aku hanya... Tidak suka dengan fakta bahwa aku merasa tertinggal dari seseorang," ungkapnya dengan keraguan.
"Dari temanmu, Ultraman Ken, bukan begitu?" King menebak dengan tepat.
Belial tampak terkejut saat King menebak dengan benar. "Y-ya... Meski aku tidak yakin bisa menyebut Ken sebagai teman. Dan sejujurnya, lebih dari itu, aku merasa... Ken telah merebut segalanya dariku."
King terus diam dan mendengarkan dengan penuh perhatian tanpa mencoba menyela atau menghakimi Belial.
"Aku tahu... Aku tahu itu bukan Ken yang bermaksud seperti itu. Tapi tetap saja, aku merasa begitu. Dan itu membuatku kesal padanya," Belial mengepalkan tangannya dengan erat, amarah kembali membara.
"Belial, ingatlah kenapa kau ada di sini bersamaku. Kau tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini, bukan?" King mengingatkan Belial tentang alasannya berada di sana.
Belial tampak tersentak lagi mendengarnya. "Benar juga... Aku harus berubah... Aku sudah berubah!" Belial berteriak di dalam batinnya untuk meyakinkan dirinya sendiri. "King, menurutmu... apa yang harus aku lakukan dengan perasaan ini?" tanyanya dengan tatapan penuh keteguhan saat dia menatap King. "Maksudku, aku tahu apa yang harus kulakukan, aku hanya tidak yakin bisa melakukannya..."
"Jika kau belum siap untuk berbicara padanya, itu tidak masalah. Tapi jangan biarkan perasaan itu menenggelamkanmu ke dalam kegelapan karena terlalu lama kau pendam," King memperingatkan Belial.
"Aku mengerti. Tolong hentikan aku jika nanti aku mungkin kehilangan diriku sendiri...," ucap Belial pada King. "...Sekali lagi" lanjutnya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ultraman Belial : second life
Fanfictionmati di tangan anaknya sendiri tak pernah terpikirkan oleh Belial. Anak yang seharusnya dapat dia manfaatkan untuk bisa mendapatkan "little star" malah mencoba membunuhnya. Ultraman Geed mengeluarkan kousen sambil mengucapkan selamat tinggal pada ay...