Malam tiba, suasana di rumah mulai tenang. Bram memutuskan untuk melakukan video call dengan Nisa setelah selesai menonton tv dengan denis tadi. Ia menuju kamar dengan membawa ponsel, perasaan rindu semakin menggebu-gebu di dadanya.
Bram duduk di tepi ranjang, bersandar dan mencoba mencari posisi yang nyaman. Ia menekan tombol panggil di aplikasi video call, dan tidak butuh waktu lama sebelum wajah Nisa muncul di layar. Senyumnya manis dan penuh rindu.
Bram: "Hai, Sayang. Apa kabar?"
Nisa: "Hai, Sayang. Aku baik. Gimana kabar kamu?"
Bram: "Aku baik juga, aku kangen banget sama kamu."
Nisa tersenyum lebih lebar dan matanya berbinar penuh kehangatan.
Nisa: "Aku juga kangen banget sama kamu, Mas."
Percakapan mereka berlanjut, membicarakan keseharian masing-masing. Bram menceritakan kesibukan di kantor dan bagaimana dia merindukan kehadiran Nisa yang selalu menjadi penyeimbang hidupnya. Di sisi lain, Nisa menceritakan suasana dinas luar kotanya yang cukup melelahkan, namun tetap menyenangkan karena banyak hal baru yang ia pelajari.
Semakin lama mereka berbincang, semakin besar rasa rindu yang menghangatkan percakapan mereka. Ketika Bram melihat Nisa tertawa atas cerita lucunya, ia merasakan suatu percikan yang familiar. Rasa rindu itu perlahan berkembang menjadi sesuatu yang lebih intens.
Bram: "Nisa, Mas kangen tubuh mu. Kemarin kamu pergi buru-buru banget sampai jatah Mas ga dikasih."
Nisa memandang layar dengan tatapan penuh cinta, dan bibirnya mengukir senyum yang lebih dalam.
Nisa: "Aku juga, Mas. Kadang rasanya malam-malam tanpa kamu itu terlalu dingin."
Bibir Bram mulai terasa kering, dan ia menelan ludah. Suara Nisa yang lembut dan penuh kasih membuatnya semakin rindu. Dia memandang istrinya dengan tatapan yang semakin mengintensif.
Bram: "Aku ingin memelukmu sekarang. Mengusap rambutmu, mencium keningmu, dan..."
Nisa tersipu, tetapi dia juga merasakan hal yang sama. Dia merapatkan ponsel ke wajahnya seolah-olah bisa mendekatkan dirinya kepada Bram.
Nisa: "Aku juga ingin disentuh olehmu, Mas. Aku kangen tubuh sexy kamu sayang."
Suasana berubah menjadi lebih intim. Mereka saling menatap matanya melalui layar, dan rindu yang terasa berada di puncaknya. Bram menghela napas dan perlahan mulai meraba tubuhnya sendiri yang masih mengenakan piyama. Ia dapat merasakan suhu tubuhnya meningkat seiring perasaannya yang mendesak.
Bram: "Aku... aku ingin kamu sekarang, Sayang."
Nisa menggigit bibir bawahnya, memandang Bram dengan tatapan yang lebih berani dan menggoda. Ia juga mulai meraba bagian intimnya, tubuhnya mulai merespons.
Nisa: "Aku juga, Mas. Sentuh aku... walau hanya dari jarak jauh."
Mereka melanjutkan video call dengan saling menyentuh diri mereka sendiri. Suara napas berat dari Bram dan Nisa terdengar melalui speaker, membuat perasaan rindu menjadi semakin membara.
Bram perlahan melepas satu persatu kancing bajunya dan begitu juga Nisa yang mulai meremas kedua dadanya dan menunjukkannya kamera, Bram semakin terangsang dengan gerakan erotis yang Nisa lakukan.
Nisa: "Mas, ayo buka semua baju dan celananya. lalu ikutin aku remas dadamu sayang. Bayangkan kamu lagi remes dada ku."
Bram: "Ahhh...Iya sayang Mas turutin kemauan kamu."
Bram lalu mengikuti apa yang dilakukan Nisa pada dadanya.
Mereka menikmati momen intim ini dengan rasa cinta yang mendalam, meskipun jauh di mata, tetapi hati mereka saling berbicara dan merasakan satu sama lain.
Bram: "Nisa, Mas fuck... mencintaimu. Aku sangat merindukanmu.... Arghhh....mau...keluar"
Nisa: "Aku juga mencintaimu, Mas. Sangat..."
Percakapan itu berlanjut hingga keduanya mencapai momen puncak dalam rasa rindu yang tak tertahankan. Setelah momen intim tersebut, mereka kembali berbincang dengan perasaan lebih tenang, mengungkapkan cinta dan kerinduan yang tak terbatas.
Bram: "Aku akan menunggumu pulang, Sayang. Terima kasih untuk malam ini."
Nisa: "Aku juga tidak sabar untuk pulang, Mas. Semoga perjalanan dinasku segera selesai. Aku ingin cepat kembali ke pelukanmu."
Mereka saling mengucap selamat malam sebelum menutup panggilan. Dalam keheningan kamar, Bram merenungkan betapa besar cintanya kepada Nisa. Ia tidak sabar untuk bertemu lagi dengannya.
Di lain sisi, Denis yang tidak sengaja mendengar beberapa suara dari kamar Bram saat dia ingin ke dapur untuk minum, merasa hatinya semakin hancur. Denis akhirnya terduduk hening di sudut kamarnya, dengan tekad yang membulat Denis meyakinkan dirinya bahwa Bram harus jatuh padanya.
Denis: "Tunggu aja Mas, kamu akan jatuh ke pelukan ku."
TBC
Gimana menurut kalian? guys kalo ada saran buat cerita boleh banget nanti aku tampung semua sarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Love [Ipar]
Teen Fiction⚠️ THIS STORY CONTAIN LGBT & NSFW CONTENT ⚠️ Denis diam diam mencintai Kakak iparnya, Mas Bram. bagaimana kisah cinta Denis? Apakah dia akan mendapatkan cinta atau harus merelakan cintanya. Apakah Denis bisa mendapatkan tubuh kekar Bram?