2. Sebuah Tumpangan

37 3 0
                                    

Sebuah mobil BMW 320i berwarna Hitam berhenti tepat didepan Fernando. Dan orang tersebut menurunkan jendela mobil tersebut.

"Ayo, naik ke mobil saya." Ucap orang tersebut, dengan tegas dan dingin sambil menatap Fernando.

"E.. eh Nona Ribka, maaf nona tapi saya masih menunggu Bus disini." Ucap Fernando, dengan senyum dan tidak enak karena telah menolak perempuan tersebut yang tak lain dan tak bukan adalah Ribka.

"Saya tidak menerima penolakan anda, lagi pula, anda yakin akan ada bus yang akan lewat?, seharusnya anda berpikir, ini sudah malam dan sebentar lagi akan hujan." Ucap Ribka mendengar penolakan dari Fernando. Sebuah momen langka jika perempuan tersebut menawarkan seseorang tumpangan, karena biasanya dia tidak pernah peduli terhadap orang-orang sekitar, karena menurutnya, itu membuang-buang waktu.

"Ta.. tapi nona sa-"

"Saya sudah bilang, saya tidak menerima penolakan, ayo naik, sebentar lagi hujan." Ucapan Fernando terpotong oleh Ribka.

Pada akhirnya Fernando pun menuruti perkataan Ribka. Di dalam perjalanan mereka, suasana terasa canggung karena tidak ada yang memulai pembicaraan, dan bahkan Fernando yang terkenal periang dan banyak bicara itu menjadi ciut.

"Ekhem, kenapa anda memilih bekerja di tempat yang jauh dari rumah anda?" Sejujurnya Ribka memang tidak bisa mencari topik, sehingga terkadang Ribka memilih untuk diam, tetapi bukankah aneh bagi seorang yang terkenal dengan serius dan dingin, menjadi pembuka topik?

"Saya memang bekerja di cafe tersebut bukan tanpa alasan, gaji di cafe tersebut cukup untuk menghidupi kehidupan saya dan ayah saya. Lalu bagaimana dengan nona Ribka, saya dengar anda baru kembali dari Singapura?" Ucap Fernando lesu setelah menyebut 'ayah' dan langsung bertanya kepada Ribka agar tidak berlarut dalam kesedihan.

"Ya memang, ayah yang menyuruh saya kesana, untuk mengurus perusahaan, dan jangan terlalu formal dengan memanggil dengan sebutan nona." Ucap Ribka sambil menatap Fernando sekilas, ya memang ucapan tersebut terlalu formal, tetapi bukankah suatu hal yang wajar jika baru pertama kali bertemu, bahkan belum 24 jam mereka bertemu.

"Ah... ba.. baik nona, eh maksud saya Ribka." Ucap Fernando sambil menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal.

"Eum.. yang mana rumah Anda?" Ucap Ribka, masih dengan kata-kata formalnya padahal dirinya sendiri yang menyuruh Fernando agar tidak terlalu formal.

"Ah.. tidak apa, No- Ribka, biarkan saya turun disini saja." Ucap Fernando, meminta agar diturunkan di halte bus, karena memang rumahnya sudah dekat dan menurutnya dia bisa jalan kaki, ke rumahnya.

"Jangan, biarkan saya mengantarkan sampai rumah, diluar hujan, anda bisa terkena sakit jika terkena hujan, apalagi ini sudah malam, dan dingin." Ucap Ribka dengan nada yang sedikit khawatir, dan memaksa.

"Ba.. baiklah, eum rumah saya di sebelah sana, yang memiliki pagar berwarna biru." Ucap Fernando sambil menunjukan rumahnya, yang sudah terlihat dari dalam mobil.

Sesampainya mereka di rumah Fernando, terlihat dari depan rumah Fernando tidak terang, padahal lampunya seharusnya hidup, itu yang dipikirkan Fernando.

"Terima kasih, atas tumpangannya no- maksud saya Ribka, sekali lagi terima kasih, maafkan saya jika hari ini saya sudah merepotkan anda." Ucap Fernando sambil menunjukan senyum manisnya kepada Ribka, dan saat Fernando akan membuka pintu mobil

I'm Yours? - What Is Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang