Jika ada satu hal yang Seungcheol harapkan di dunia ini adalah selamanya, ia ingin waktu selamanya, untuk tetap ada di sisi Jeonghan. Dalam suka maupun duka, ia hanya ingin terus menemani indahnya.
"Saat itu, apa yang kau bayangkan, saat melihatku lagi?"
"Aku berharap, kau sebaiknya mati saja. Tepat sebelum aku kembali, aku berharap kau tidak pernah pulang, Jeonghan."
Dingin bulan November seperti menusuk siapapun yang berada di luar rumah setelah matahari tenggelam. Banyak kedai-kedai arak yang mulai menutup jendelanya, memastikan hangat tetap terjaga di dalam ruangan. Selain itu, kios-kios yang biasanya menjual kue bulan dan ikan pun tidak lagi membuka kiosnya setelah sinar matahari sepenuhnya hilang dari permukaan bumi.
Provinsi Hwa terlihat begitu sepi. Berada di daerah dekat pegunungan membuat dingin jauh lebih terasa daripada di lima provinsi lainnya. Istana Hwa pun tidak melaksanakan latihan malam untuk anak-anak, cukup hanya untuk mereka yang sudah beranjak dewasa atau para remaja yang memaksa ingin menambah ilmu bela diri dan menantang ketahanan tubuhnya.
Tentunya, hal ini sangat berbeda jika mengingat bagaimana hangatnya Pusat Kota Hwa saat musim panas. Nyatanya, tidak ada yang menyukai musim dingin, tidak satupun.
Malam itu, di tanggal 15 November, pemandangan yang beda terjadi di gerbang paling luar Pusat Kota Hwa. Sekelompok prajurit yang dipimpin oleh seorang pria gagah dengan kuda coklatnya berjalan memasuki jalanan setapak Pusat Kota Hwa. Hal ini, tentu saja, menarik perhatian semua orang yang masih beraktivitas menjelang malam. Semua mata tertuju pada bendera yang dibawa oleh empat orang prajurit, sudah lama mereka tidak melihat simbol itu. Bisik-bisik mulai berubah menjadi teriakan, gemuruh tepuk tangan dan kerumunan mulai memenuhi di sekitar rombongan tersebut.
"JENDERAL CHOI TELAH KEMBALI! JENDERAL CHOI DAN PASUKAN UTARA TELAH KEMBALI KE KOTA HWA!"
Beberapa prajurit mulai tersenyum saat mendengar teriakan dan tepuk tangan sambutan dari rakyat Hwa. Sudah lama sekali mereka tidak pulang, tidak kembali ke keluarga dan rumahnya di Kota Hwa. Jika saat ini bulan November, maka sudah hampir dua tahun empat bulan mereka meninggalkan Kota Hwa untuk menjaga perbatasan utara.
Berbeda dengan para pasukan yang terlihat begitu bahagia karena telah menginjakan kaki di tanah Kota Hwa setelah empat hari perjalanan, sosok yang berada di atas kuda coklat dengan jubah berwarna biru kelam itu terlihat tidak peduli. Tak satupun lambaian tangan yang dibalasnya, tidak ada senyuman, pun matanya menataap tajam pada jalan di depan.
"Lihat! Itu adalah Jenderal Utara, Jenderal Choi Seungcheol! Beliau telah tumbuh menjadi sangat dewasa!"
"Astaga, ternyata dua tahun bukan waktu yang singkat, aku bahkan tidak mengenalinya tadi. Jenderal Choi terlihat begitu gagah...."
"Tahukah kalian? Dulu, Jenderal Choi sangat senang datang ke kiosku dan membeli kue ikan. Lalu, setiap musim panas tiba, Jenderal Choi semasa muda juga sering menghampiriku untuk membuatkannya Es Bunga Melati!"
Ragam ujaran memenuhi jalanan Kota Hwa saat itu. Obrolan dari mulut ke mulut, rumah ke rumah, hingga lingkar penegak arak, semuanya membicarakan kedatangan Pasukan Utara setelah sekian lama tidak menjejakan kaki di Pusat Kota Hwa.
"Jenderal Choi, apakah kita langsung kembali ke kerajaan?" Seseorang yang menunggangi kuda hitam di belakang Jenderal Choi mengajukan pertanyaan.
Jenderal Choi menoleh ke belakang, menganggukan kepalanya singkat. "Ya, pertama kita kembali ke kerajaan untuk menemui Yang Mulia Hwang. Setelahnya, kalian dapat kembali ke rumah masing-masing."
"Baik, Jenderal Choi!"
Perintah telah diberikan, semua pasukan kini menuju langsung ke Kerajaan Hwa untuk menemui pemimpin mereka, Yang Mulia Hwang.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Frozen Flower (A JeongCheol Fanfiction)
Fanfiction"Di antara semua orang di dunia ini, Jenderal Choi adalah satu-satunya yang berhak membunuh Yoon Jeonghan." Sebuah kisah tentang pengabdian, janji, dan perjuangan untuk setitik keadilan. Apakah semuanya telah ditakdirkan oleh Para Dewata? Apakah ini...