Epilog

17 5 1
                                    

Kebakaran Sekolah Kehidupan dan Rumah Sakit Mulia menjadi berita nasional. Sepuluh mobil pemadam kebakaran harus dikerahkan untuk memadamkannya. Keesokan harinya, ketika polisi datang menyelidiki, kedua bangunan nyaris sepenuhnya luluh lantak. Sebagian besar penghuni sekolah tewas terkurung dalam kamar masing-masing. Murid-murid yang selamat segera diangkut dan dibawa ke rumah sakit terdekat. Para guru tidak ditemukan. Penyelidikan awal menemukan bukti-bukti bahwa mereka telah terlebih dahulu kabur membawa berkas-berkas penting sekolah sebelum api menjalar, meninggalkan anak didik mereka sendirian.

“Aneh sekali, Pak. Saya sudah berbicara dengan beberapa anak yang bisa diajak berkomunikasi, tetapi mereka tidak seperti anak-anak kebanyakan. Gaya bicara mereka aneh, dan mereka tidak mengerti alat-alat yang biasanya sering dipakai anak-anak sebaya mereka. Bahkan, waktu saya menunjukkan HP, mereka semua kebingungan dan ketakutan seolah saya baru menunjukkan sihir.” Bripka Josephine Adisurya berujar pada Iptu Andrean Yuwono, atasannya yang memimpin penyelidikan. “Sepertinya rumor bahwa Sekolah Kehidupan sengaja mengisolasi anak-anak yang mereka asuh agar mudah dimanfaatkan memang benar.”

“Bukan hanya itu saja. Saya pernah mendengar informasi bahwa sekolah ini terlibat dalam sindikat penjualan organ dan trafficking anak di bawah umur. Sebenarnya sudah lama saya hendak menyelidiki tempat ini, tetapi izin penyelidikan tidak kunjung diturunkan. Saya tidak heran. Kepala sekolah ini, Jatmiko Sudirohusodo, memang memiliki koneksi dengan banyak pejabat dan konglomerat yang menggunakan jasanya.” Iptu Andrean berjalan sambil memperhatikan para petugas forensik yang sedang memotret lokasi kebakaran. Sepatunya menimbulkan bunyi gemerisik saat menginjak tumpukan abu dan arang. Dari dalam puing bangunan rumah sakit, komandan pemadam kebakaran berlari menghampirinya.

“Lapor, Pak, kami sudah selesai menyisir lokasi kebakaran. Ada indikasi kuat bahwa kebakaran ini disebabkan oleh kebocoran gas di laboratorium mikrobiologi lantai satu. Kami tidak menemukan bekas-bekas kerusakan pada pipa gas, tetapi kami menemukan tanda bahwa seluruh keran gas dalam laboratorium telah dibuka lebar. Oleh karena itu, kami menduga bahwa kebakaran ini disengaja. Lagipula, salah satu anak buah saya menemukan ini,” tuturnya, lalu merogoh saku. Dengan tangan masih terbungkus sarung tangan tahan panas, ia mengulurkan sebuah pemantik api yang sudah meleleh hingga nyaris tak dapat dikenali.

Hati-hati Inspektur Andrean meletakkan benda itu dalam kantong plastik, lalu menyerahkannya pada para petugas forensik. Kemudian, ia berjongkok memperhatikan pecahan-pecahan kaca di tanah. Panasnya kebakaran telah memecahkan sebagian besar kaca bangunan. Namun, di sekitar jendela laboratorium, ia melihat sesuatu yang lain. Kaca-kaca di bagian tepi bingkai masih menempel dalam potongan-potongan besar tak beraturan, tetapi bagian tengahnya pecah menjadi kepingan-kepingan kecil, seolah dihantam oleh sesuatu yang terpusat. Sedangkan, di jendela-jendela lain yang belum seluruhnya pecah, tampak bahwa retakan-retakan kacanya bersumber dari area tepi, lalu menjalar sampai ke tengah.

“Apakah Bapak melihat hal ini?” tanya sang inspektur pada sang komandan pemadam kebakaran. “Betulkan saya kalau saya salah, tetapi sepertinya kaca jendela laboratorium ini sengaja dipecahkan dari dalam, kan?”

“Pengamatan yang bagus, Pak. Benar, kami juga menduga demikian.” Sang pemadam mengangguk.

Berarti, kemungkinan besar pembakaran ini dilakukan oleh seseorang dari dalam bangunan, yang kemudian kabur ke luar, batin Inspektur Andrean. Seseorang yang punya motif cukup kuat untuk menghancurkan tempat ini, hanyalah anak-anak yang seumur hidup dikurung dan dipermainkan di dalam.

“Pak Andrean!” Seruan Bripka Josephine membuyarkan renungan pria itu. Perempuan itu berlari-lari kecil dengan ekspresi penuh semangat, lalu menunjukkan sebuah gambar di ponselnya. “Tim IT berhasil memulihkan sebagian rekaman CCTV di ruang server. Sepertinya tidak banyak yang bisa diselamatkan dari sana, tetapi mereka bilang akan berusaha semaksimal mungkin. Lihat screenshot ini, Pak. Semalam, ada dua remaja yang tertangkap kamera sedang berlarian di gedung. Mungkinkah mereka pelaku pembakaran ini?”

Inspektur Andrean mengerutkan dahi. Logikanya mengatakan bahwa kedua orang inilah tersangka yang ia cari-cari. Namun, mengapa ia malah begitu iba? Daripada pelaku kejahatan, kedua remaja itu malah tampak mirip hewan-hewan buruan yang ketakutan dan tak berdaya.

Anak-anak yang seumur hidup dibesarkan tanpa melihat dunia luar, terjebak dalam kehidupan ala masa lampau, dan dianggap tidak lebih dari hewan ternak yang sewaktu-waktu dapat diambil untuk disembelih ….

“Benar, saya rasa mereka orangnya.” Lelaki itu mengangguk.

“Jadi, apa Bapak mau kami memulai pelacakan atas kedua remaja ini segera?” tanya si polisi wanita. “Agak sulit mengetahui identitas mereka karena mereka sama sekali tidak punya surat kependudukan resmi, tetapi seharusnya mereka belum pergi jauh. Seharusnya dua remaja yang sama sekali belum pernah melihat teknologi modern mudah ditemukan.”

“Tidak, biarkan saja mereka pergi.” Jawaban Inspektur Andrean membuat Bripka Josephine terbelalak.

“Tapi, Pak, mereka sudah membunuh banyak orang! Apalagi, mereka bisa jadi saksi penting untuk menjebloskan para pengurus Sekolah Kehidupan ke dalam penjara!” tukas Bripka Josephine tak setuju.

“Tidak, itu tidak perlu. Saya yakin bukti-bukti yang ada dan kesaksian murid-murid yang selamat akan lebih dari cukup.” Inspektur Andrean menggeleng. “Seumur hidup mereka sudah dihabiskan dalam neraka kebohongan. Saya bisa membayangkan betapa terluka hati mereka. Mau jadi apa mereka bila saya menyeret mereka dalam kesengsaraan lain? Dunia ini memang kejam, tetapi semoga saja kebebasan yang mereka miliki saat ini benar-benar membawa mereka pada hidup yang lebih baik.”

[Tamat]

MaliciousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang