Before 5

48 7 0
                                    

"Aku memang sempat tertinggal satu langkah, tapi hal itu tak akan membuatku terlambat. Aku... masih bisa mengusahakanmu."

•••
~Before MLHS~
•••


"Lu tadi nembak (Y/n) kan?"

Jaemin hanya diam ketika Haechan yang baru saja tiba di rumah Jeno ini melontarkan pertanyaan padanya dengan nada sedikit sinis. Saat ini, Jaemin berada di rumah Jeno, tepatnya di kamar milik Jeno, sedang berkumpul dengan yang lain seperti yang biasa mereka lakukan sepulang sekolah jika tak ada kegiatan lain. Bersama Jeno, tentunya, serta Renjun. Lalu Haechan datang bersama Eric dan Yangyang.

Jeno yang mendengar pertanyaan Haechan tentu terkejut. Siapa yang tidak terkejut jika Jaemin bergerak secepat itu? Jeno bahkan tak pernah menyangka jika sahabatnya itu sungguh akan mengungkapkan perasaannya.

Renjun hanya menghela napas, lalu berkata, "Jangan ribut dulu, Chan, duduk. Di bawah ada Mamanya Jeno, ngga sopan."

Haechan mendengus, lalu menghempaskan bokongnya pada sofa yang kosong, diikuti oleh dua yang lain.

"(Y/n) ngga ngomong apapun, dia ngga mau cerita. Tapi gua tau dia pasti abis denger pengakuan lu itu." Ucap Haechan lagi.

Jaemin menghela napas sejenak, lalu menjawab, "Kalau iya, terus kenapa? Ada urusan apa lu sampai tanya-tanya kaya gitu? Lu bukan abangnya."

Haechan mengeraskan rahang, merasa kesal dengan jawaban Jaemin, "Sialan ya lu, muka dia murung terus tadi sehabis ngobrol sama lu di halaman belakang! Lu pikir kalau dia ketahuan murung di rumahnya, yang bakal disamperin duluan sama abangnya siapa? Gua!"

Yangyang dan Eric berusaha untuk menenangkannya, bisa gawat kalau mereka ribut di sini. Ini kediaman Zafran, sangat tidak sopan jika harus menyebabkan keributan hanya perkara kisah cinta remaja.

Jeno masih pada diamnya, ia bingung harus menanggapi hal ini seperti apa.

"Bang Yukhei udah bilang ke gua, buat jagain adeknya, kalau adeknya itu ketahuan murung apalagi gara-gara cowo, gua yang bakal didatengin, Jaem, gua, bukan lu."

Jaemin termenung, ia tidak tau kalau sehabis bicara dengannya, putri bungsu Argasya itu murung. Padahal, waktu ia bicara dengannya di halaman belakang, ia telah memastikan bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan. Seharusnya gadis itu tak perlu murung.

"Diliat dari ekspresinya, kayanya dia ngga nerima perasaan lu. Tapi, yang bikin gua curiga, bisa aja lu maksa dia, sampai-sampai dia sedih dan jadi pendiem tadi."

Jaemin mengernyitkan dahi, tak terima dengan tuduhan yang Haechan lontarkan, "Gua ngga sebrengsek itu, Chan. Lu pikir gua terobsesi? Gua emang ngungkapin perasaan, tapi cuma sebatas itu. Gua ngga tau kenapa dia ngga mau cerita apapun ke kalian soal itu, ngga tau kenapa murung padahal gua udah bilang kalau ngga ada yang perlu dipikirin, tapi bukan berarti kalian bisa nuduh gua udah bersikap kurang ajar ke dia."

"Kalau nanti abangnya itu datengin lu, suruh dateng langsung aja ke Jaemin. Ngga perlu sampai seribut ini kan?" Renjun berusaha menengahi.

Eric mengangguk setuju, "Udah lah Chan, Jaemin ngga bakal bohong, ngga mungkin juga dia maksa-maksa."

"Tapi, kalau emang bener ngga maksa, kenapa dia jadi sedih banget gitu? Ngga biasanya dia tertutup kaya gini." Celetuk Yangyang setelah dilihat Haechan sudah sedikit lebih tenang dari sebelumnya.

"Lu juga kenapa diem mulu dari tadi, Jen?" Tanya Eric.

Renjun melirik sahabatnya itu dari ujung mata, begitu pula Jaemin.

Before MLHS | Dear JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang