-Ⴆαɠιαɳ ƙҽԃυαႦҽʅαʂ

515 66 41
                                    

˚₊·͟͟͟͟͟͟͞͞͞͞͞͞➳❥ ꒰ ⌨ ✰ v e e ⁱˢ ᵗʸᵖⁱⁿᵍ··· ꒱ | ೃ࿔₊•
.
.

Gempa Ardinata; ayah, Duri kecelakaan.
Gempa Ardinata; ayah, Duri kritis.
Gempa Ardinata; dia nggak akan ninggalin kita kan yah?.

.
.
Sebagian dari luka
.
.

Halilintar, Taufan, Gempa, Blaze, Ice dan Solar melihat  dari balik dinding kaca dimana ruangan Duri berada. Anak itu terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit yang bernuansa putih membosankan serta bau antiseptik yang menyengat. Ditemani berbagai alat medis yang entah namanya menompang hidupnya sekarang.

Penampilan keenamnya terlihat lebih berantakan dari biasanya. Dibelakang mereka ada beberapa anak dengan jaket hitam menbalut tubuh mereka. Salah satu dari mereka bergerak maju.

“Sorry Blaze. ” Blaze tampak diam tak berniat merespon bahkan untuk berbalik saja menatap teman-temannya saja ia enggan sebab matanya sudah memerah akibat menangis tanpa suara sedari tadi.

Melihat Duri berbaring dipenuhi alat medis serta monitor yang menampilkan detak jantungnya menbuat hatinya seakan diremukan.

“Bangun R—ri.. bangun.. ” Solar bergumam lirih. Sedari tadi jemarinya berada dikaca, seolah berusaha menggapai Duri.

“H—harusnya lo n—nggak sampe disini R—ri. Lo benci bau antiseptik. ” Solar berbalik, punggungnya menempel pada tembok rumah sakit, lalu bahunya semakin turun seiring dengan tubuhnya yang merosot kebawah.

“Harusnya gue jagain lo lebih ketat Ri.. ” ia mencengkram rambutnya sendiri dengan erat. Merasa begitu kehilangan arah, perihal penyesalan yang semakin membesar.

Gempa memilih duduk, dikursi besi rumah sakit yang disediakan. Kepalanya menunduk kalut,  ia sekarang benar-benar takut ‘kehilangan’ andai saja sedari awal ia tidak menyepelekan semua nya. Cairan bening mengalir tanpa permisi dikedua pipinya.

Pesan yang ia kirim pada sang ayah belum mendapat balasan. Ia tahu, Duri mendapat perlakuan tak adil dari ayahnya namun untuk kali ini Gempa benar-benar berharap Amato—sang ayah bersimpati pada Duri, jika Amato memilih tak peduli sebab Duri anaknya Gempa berharap Amato peduli sebab sesama manusia.

“... ”

Amato duduk dikursi kerjanya pria itu terlihat sibuk mengerjakan sesuatu disana. Saat hendak menggapai suatu kertas yang berada disudut meja pandangannya lantas tertuju pada sebuah foto. Foto yang sudah berada disana dengan sangat amat lama. Tangannya lantas bergerak, meraih foto berbingkai mewah itu lalu melihat gambarnya, dua orang dewasa serta enam anak laki-laki sekitar berumuran 6-8 tahun.

Foto yang mengingatkan nya pada suatu momen.

“Anak-anak sini cepetan kita ambil foto. ” ucap Mara—istri Amato kepada anak-anaknya. Wanita cantik itu mengenakan dress berwarna maroon selutut.

“HAHA ICE TINGGALIN YA BUU. ” Blaze menghampiri sang ibu dengan berlari kecil membuat Mara terlihat panik “Azee sayanggg aduhhh! Jangan lari nanti kamu jatuhhh sayang. ”

Blaze kecil nyengir sedikit “Maaf ibuuu.. Aze nggak ngulang lagi dehh. ” Mara tersenyum tipis lalu mengelus lembut pucuk kepala Blaze kecil.

Looking For Happiness [OG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang