Dinding usang di bagian belakang dalam sebuah ruangan tampak menjadi sasaran empuk seorang cowok berpostur tinggi yang dengan beringas meninju dan menendang berkali-kali tanpa ampun.
Duph. Duph. Duph.
Suara dempuran keras menggema seiring pukulan tangannya yang mengepal kuat. Seolah tembok yang semakin dipenuhi bercak merah itupun dengan lantang mencibir dan menertawakan hidup cowok tersebut.
"Ragatra!"
Tak berselang kemudian, datang seorang cowok ber-hoodie army dengan langkah sigap segera menghalau cowok yang disebutnya barusan.
"Apa yang lo lakukan?"
Tak ada sepatah kata pun terucap dari bibir keluh cowok bernama Ragatra G.L yang terpampang jelas di baju putih berlengan pendek di bagian dada kanannya itu. Sekali lagi, Ragatra ingin melayangkan pukulan tangannya pada tembok yang dirasa terus mengejeknya namun langsung ditahan oleh genggaman cowok di sampingnya.
"Lo gila, ya!"
Mendengar ucapan itu, sekejap Ragatra menatap tajam cowok di hadapannya yang tak lain adalah Sadeva Yudha Prasetya teman sebangkunya. Tampak di mata Ragatra memerah serta berair seperti tertahan ke dalam susah untuk mengalir. Napasnya terdengar berat seolah dadanya terhimpit dua gunung batu.
Melihat Ragatra demikian, Sadeva tak kuasa menatap apalagi menerka seberapa besar beban yang tengah ditanggung oleh cowok yang bersamanya saat ini.
"Apa lo udah gak waras?"
"Nyiksa hidup lo gini?"
"Jangan bodoh!"
Mendengar ucapan Sadeva, seketika Ragatra berpaling lalu mengusap satu persatu kedua matanya. Sejenak ia berusaha untuk menstabilkan napas yang terengah-engah seperti orang sehabis lari maraton seribu kilometer.
Persekian detik berlalu, Ragatra masih tak bisa berkata apapun. Rasanya ia ingin menghilang saja dari dunia ini. Tanpa menghiraukan kehadiran temannya itu, Ragatra segera beranjak lalu mengemasi buku-bukunya yang berserakan di meja ke dalam ransel.
"Lo mau ke mana?"
Ragatra masih diam seribu bahasa tak menggubris ucapan Sadeva sama sekali. Ia langsung beranjak usai membereskan barang-barang miliknya.
"Gue ikut."
Ragatra berjalan menuju pintu keluar ruangan yang tak lain adalah kelasnya sendiri, X-IPA-1 yang terpasang jelas di papan atas gawang pintu. Cowok berjaket itu segera bergegas mengikuti Ragatra, namun mengingat bercak merah di tembok belakang tersebut dengan sekejap berhasil menghentikan langkahnya.
"Sungguh sinting anak ini."
Sadeva mengambil tisu basah dalam ranselnya kemudian membalut bercak-bercak itu hingga tak tersisa. Melihat tisu yang memerah pekat di genggaman, membuat tubuhnya agak meremang dan bergidik ngeri. Kemudian ia sesegera menyusul Ragatra ke tempat di mana para murid biasa menaruh kendaraannya. Ia pun sudah hapal dengan tingkah temannya itu yang terkadang membuat siapapun sampai geleng-geleng kepala.
Tak lama kemudian, tampak dari kejauhan Ragatra sudah berada di atas sebuah motor GL Max sambil memainkan smartphone di genggaman tangan kanannya.
"Woy!"
Suara itu sontak membuat Ragatra sedikit tersentak. Ia sejenak menatap hampa cowok yang bersamanya tadi, Sadeva. Padahal temannya itu sejak beberapa menit yang lalu sudah berdiri tepat di sampingnya. Namun tidak disadari sama sekali.
Ragatra segera memasukkan ponsel di genggaman ke saku kanan celana abu-abunya kemudian menyodorkan tangan kirinya ke hadapan Sadeva yang tampak kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGAGYNE
Teen Fiction"Apa gue masih bisa bertahan hidup?" Bukan sakit fisik atau mengidap suatu penyakit, melainkan mental yang sudah terlanjur hancur terlebih bagi remaja bernama Ragatra saat ini. Harapannya kandas di tengah jalan dan Ragatra terpaksa harus mempertaru...