{ P E M B U K A }Terkadang jarum jam terasa berputar dengan cepat tanpa disadari. Hari-hari yang berat berlalu begitu saja hingga tak terasa saat ini telah menyentuh akhir pekan.
Akhir pekan yang di dambakan semua orang— di habiskan untuk beristirahat dari jadwal padat yang bagi sebagian orang adalah hari yang monoton.
Hari yang seharusnya terasa tenang, berbanding terbalik bagi Melodya yang kini merasa tidurnya terganggu oleh bising suara di luar kamarnya.
Kening gadis itu mengerut, tubuhnya berguling ke sana dan ke sini mencoba untuk kembali pada dunia fana mimpi indahnya. Namun nyatanya ia sudah benar-benar tak bisa kembali.
"Ugh! Apaan sih!" Gerutunya menyingkap selimut yang menghangatkan tubuhnya sepanjang malam.
Melodya menatap lama langit-langit kamarnya, mencoba mengumpulkan sisa-sisa nyawanya sebelum bangkit dari ranjang empuknya. Ia tahu pasti siapa biang perusuh akhir pekannya yang damai kali ini.
Jemarinya yang hampir mencapai kenop pintu ia urungkan sesaat setelah sekelebat memorinya mengingatkan akan satu hal penting dikala keributan seperti ini mulai terdengar.
Ditempelkan daun telinganya pada pintu, mencoba mencari tahu apakah terdapat suara yang begitu Melodya sukai diantara beberapa nada suara berbeda dalam ruangan itu. Matanya memicing seraya ia menajamkan pendengarannya.
Hening beberapa saat sebelum ia terkesiap lalu mundur selangkah menjauh dari pintu. Pandangannya beredar hingga berakhir pada pantulan cermin yang menunjukkan seberapa berantakan dirinya sekarang.
Sepintas ia mencibir penampilannya, telapak tangannya terangkat merapikan helai rambut yang tak tertata lalu beralih mengusap wajahnya sembari menepuk-nepuk pelan pipinya.
Sudut bibirnya tertarik mencetak lengkung manis dan dengan segera ia memutar kenop pintu kamarnya hingga terbuka. Benak Melodya telah membayangkan saat pintu terbuka seseorang yang ia harapkan berdiri di depan pintunya kamarnya— entah apa yang dilakukan orang itu, poinnya adalah keberuntungan pasti akan mengalir dengan mudah ketika melihat wajah itu lebih dulu hari ini.
CTAK!
Nyatanya angan-angan itu sirna ketika bola pingpong dengan sangat sopan mencetak gol tepat di dahi Melodya. Ruangan yang sebelumnya ramai bagai pasar di pagi hari kini berubah hening.
Bibir ranumnya terbuka karena kaget mendapat sambutan hangat setelah bangun tidur. Alder Yovieno aka sahabat dari kakak lelaki Melodya, berdiri tepat di samping pintu dengan gelagat yang baru saja menghindar dari serangan bola.
Seluruh pandangan mata kini tertuju pada Melodya yang kini sudah di penuhi semburat merah di sekitar pipinya karena merasa marah bercampur malu karena Alder yang di dambakannya melihat kejadian seperti ini.
"Lo ngapain sih tiba-tiba buka pintu?"
Itu Ethan Hanandra— kakak Melodya, sang pelaku yang mencetak gol di dahinya.
Kedua mata Melodya memicing, melihat bergantian dari bola pingpong yang kini menggelinding di lantai lalu mengarah pada Ethan.
"LO YA?" sergahnya dengan kesal meraih bola itu.
"yeuu, gue targetin si Alder. Lo tuh tiba-tiba keluar."
Mendengar alasan tak masuk akal itu membuat Melodya mendengus. "Abang umur berapa sih!? Kenapa main bola di dalem rumah gini? Nanti kalau kena barang pecah belah gimana? Plastik gini juga pengaruh tahu!?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Thread of Truth
Teen Fiction"Hey. if everyone say no, i will always say yes, Melodya." Ini tentang Melodya Hanindita, seorang anak yang hanya tinggal berdua dengan sang kakak- Ethan Hanandra disaat umurnya menginjak 13 tahun. Ethan benar-benar menyayangi adiknya dan mendukung...