Hari-hari yang ku jalani di lingkungan sekolah ini tal begitu buruk. Mungkin karena aku yang memang ditakdirkan untuk menjadi populer di manapun aku berada.
Aku sudah memiliki beberapa teman setelah sok akrab dengan mereka. Totalnya sejauh ini aku sudah mengenal sekitar 1 angkatan kelas. Sedikit sih, tapi gapapa lah ya.
"Nanti pulsek nge-mall dulu yuk! Biasalah, girls thingy." Ayuyu mengedipkan sebelah matanya dan memajukan bibir merah menyalanya.
"Hm. Boleh." Kikita mengangguk setuju. Kedua lengan menyilang di dekapannya sembari dia menatap datar ke arahku.
"Eh? Aku mau aja sih, tapi aku minta izin dulu, ya?" Aku cengengesan. Aku ini anak perempuan satu-satunya, bungsu pula, sulit mendapatkan izin bepergian dari Kakak-Kakakku.
"Chill, girl. Take it easy." Ayuyu menepuk-nepuk pucuk kepalaku dan meminjamkan aku ponsel miliknya.
Enaknya aku minta izin ke siapa, ya? Semua Kakak-Kakakku gaada yang beres.
Kalau minta izin ke Halilintar, boro-boro diangkat. Sibuknya Halilintar itu mengalahkan sibuknya presiden.
Kalau izin ke Taufan, Taufan orangnya cepu. Pasti aku bakal diadukan ke Halilintar, jadi ga dulu.
Kalau minta izin ke Gempa, jarang banget bakal diizinin. Katanya takut aku kenapa-napa kalau jalan sendirian.
Kalau aku izinnya ke Blaze, gak mau. Aku masih ngambek.
Kalau minta izinnya Ice, dia gak bakal peduli sih. Tapi tetap aja aku gak bakal dibolehin. Entah kenapa alasannya.
Kalau izin ke Duri, bakal dikasih aja sih. Tapi Duri itu rada-rada, jadi kadang-kadang suka cepu juga.
Kalau minta persetujuannya Solar, lebih parah. Belum lagi kemarin aku habis keciduk mau nebeng ke berandal, 100% gak akan diizinin.
"Udah? Lama banget." Kikita menginterupsi perdebatan yang terjadi di dalam otakku.
"Aku bingung mau izin ke siapa..." Aku menghela nafas pasrah. Saudaraku ini protektif terhadapku, hanya karena aku perempuan satu-satunya.
"Iya juga, katamu kakakmu kembar 7, ya? That's just... Nightmares." Ayuyu mengelus kepalaku dengan prihatin. Pasalnya Ayuyu juga punya kakak laki-laki, Ejojo namanya.
Tiba-tiba saja, layaknya kabel wayar yang secara ajaibnya tersambung bagaikan keajaiban mengumpulkan bola ajaib, saraf-saraf otakku mulai bekerja untuk mendapatkan sekilas ide yang brilian.
Aku langsung mengetikkan nomor teleponnya pada ponsel milik Ayuyu. Aku memang menghafal tiap nomor pribadi saudara laki-lakiku. Kenapa? Karena hpku memang sering disita Halilintar, so yeah.
Tiiiinnn....
Tiiiinnnnn....
Tuing.
"Tok Aba!" Aku menyerukan dengan semangat. Tok Aba adalah satu-satunya penyelamat hidupku dari ke-tujuh penjaga pribadiku ini.
"Eh? (Nama) ternyata. Kenapa?"
"Hehe.. Tok Aba sehat? Nanti kapan-kapan (Nama) mainn ke rumah." Aku basa-basi dulu. Biasalah.
"Sehat, cucuku sayang. Kenapa ni? Tak mungkin cucu Atok nelpon tanpa ada niat terselubung."
Bakekok. Darah memang lebih kental daripada air, ya. Tok Aba bisa langsung tau tujuanku meneleponnya tanpa adanya angin apa pun.
"(Nama) mauu minta izinn. Nanti pulang sekolah (Nama) mau mainn bareng temen kelasnya (Nama), boleh yaa? Plissss." Aku memohon-mohon, bagaimanapun aku ini satu-satunya cucu perempuan Tok Aba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakakku Kembar Tujuh! | BoBoiBoy Ft. Readers
FanfictionBook ini menceritakan tentang kisah fiksi jikalau seandainya "Readers" menjadi bagian dari keluarga Amato sebagai anak bungsu. Buat kalian yang keluarganya beroken hom dan ingin menghalu rasanya punya keluarga yang harmonis, kalian bisa baca book in...