Ujian akhir sekolah telah berakhir. Kelak, seiring hari kian berganti, posisiku sebagai kakak kelas pun akan gugur.
Aku tak akan lagi berkeliaran di sekolah, memarahi anak-anak bandal yang melanggar peraturan sekolah— karena aku dulunya memiliki jabatan sebagai ketua OSIS. Aku tak akan bisa lagi nongkrong dengan Kikita dan Ayuyu sepulang sekolah untuk mencuci mata. Aku tak akan bisa lagi tebar pesona pada adik-adik kelas yang merupakan ekhem— penggemarku— ekhem.
Rasanya, waktu berjalan begitu cepat. Aku kian bertambah dewasa. Padahal, di hari pertama aku masuk sebagai siswi baru, aku menangis di pelukan kakakku, karena aku tak ingin bertumbuh dewasa.
Aku tak ingin berada di usia matang dan kelak menerima pinangan dari lelaki lain, meninggalkan saudara-saudaraku yang amat ku kasihi.
Aku tak kuasa membayangkan pedihnya hidup, tanpa kehadiran mereka.
Hartaku yang paling berharga.
—
"YANG CEWEK, SIAPA YANG IKUTAN LOMBA TARIK TAMBANG??!" Ketua kelas bertanya dengan suara nyaring. Suaranya itu seperti mengajak adu jotos.
"Dih, ogah."
"Gamau."
"Ga dl."
"Hello? I baru menicure pedicure. I punya nails bisa rusak, tau."
Aku sendiri sih tak berminat untuk mengikuti perlombaan. Kenapa? Karena tak diizinkan. Aku tak perlu kuatir akan ditunjuk, teman sekelasku sudah pernah mewajahi Halilintar secara face-to-face sewaktu pengambilan raport tahun lalu, dan mereka jadi tidak berani macam-macam denganku.
"(Nama) yaa? Plis. Aku udah frustasi." Ketua kelas tiba-tiba saja menyebutkan namaku.
Apaan coba?
"Tiba-tiba banget? Ga." Aku menolak tanpa pertimbangan apapun.
"Ayo dong, (Nama)! Ini acara kebersamaan kita loh." Dibiarin malah melunjak juga si ketua kelas.
"Diam atau aku telpon kakakku?" Aku mengancam. Hpku sudah menjadi hak kewenanganku semenjak Ayah menetap di rumah. Ayah selalu membelaku dari ancaman-ancamannya Halilintar. Aku sayang Ayah.
Seisi kelas langsung senyap.
Aku menatap papan tulis yang bergoreskan berbagai macam perlombaan yang hendak dilombakan untuk kesenangan para siswa-siswi yang hendak melepas kenangan.
"Aku bakal ikut tampil buat porseni, jadi selebihnya aku enggak ikut." Keputusan akhirku sudah tetap.
"YESS!!"
—
"KAK UPAAANNN! KAK SOLAARRR!! CEPETANN DONGG. (NAMA) BISA TELAT, TAUU!" Aku berteriak dari lantai bawah.
Setelah tahu bahwasanya aku akan tampil di atas panggung, seisi keluargaku merengek ingin ikut. Tapi masa iya aku membawa mereka semua ke sekolah? Ga dulu. Kasihan nanti para kaum wanita, bisa-bisa mereka pingsan melihat ketampanan kakak-kakakku.
Alangkah baiknya aku tinggal saja mereka ini. Lamban sekali geraknya, padahal aku-lah yang seharusnya lama dalam bersiap-siap.
"SABAAAARR!!!" Taufan berlarian menuruni anak tangga dan melompat turun melewati 4 anak tangga terakhir.
Taufan turun dari lantai atas dengan tas selempang yang menggantung di pundaknya. Bahkan terdapat boneka masbro yang bertengger di tali tas selempangan miliknya. Solar juga menyusul di belakangnya Taufan. Entah karena apa, tampaknya Solar berdandan sedikit berlebihan kali ini. Solar bahkan mengubah model rambutnya menjadi belah tengah, agar terkesan dewasa. Kacamata oranye miliknya diganti dengan kacamata minus biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakakku Kembar Tujuh! | BoBoiBoy Ft. Readers
FanfictionBook ini menceritakan tentang kisah fiksi jikalau seandainya "Readers" menjadi bagian dari keluarga Amato sebagai anak bungsu. Buat kalian yang keluarganya beroken hom dan ingin menghalu rasanya punya keluarga yang harmonis, kalian bisa baca book in...